Djoko Tjandra Dianggap Hina Pengadilan, Asetnya Diminta Dibekukan
Buronan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra dinilai telah menghina institusi pengadilan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Buronan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra dinilai telah menghina institusi pengadilan.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, permintaan Djoko Tjandra supaya persidangan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya digelar secara virtual dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap pengadilan.
Djoko Tjandra adalah buronan yang dicari pemerintah dan aparat penegak hukum di Indonesia sejak 11 tahun silam.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyatakan selama masa pandemi corona atau Covid-19 sebagian besar sidang perkara pidana memang digelar secara daring.
Namun, kata Boyamin, sidang secara virtual hanya berlaku bagi terdakwa yang berada di Indonesia, bukan buronan seperti Djoko Tjandra.
Untuk itu, Boyamin menyatakan sudah semestinya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permintaan Djoko Tjandra agar sidang permohonan PK yang diajukannya digelar secara daring.
"Sidang daring perkara pidana yang selama ini sudah berlangsung adalah terhadap Terdakwa yang berada di Indonesia baik ditahan atau atau tidak ditahan serta bukan buron. Jadi permintaan sidang daring oleh Djoko Tjandra jelas-jelas bentuk penghinaan terhadap pengadilan sehingga sudah semestinya ditolak oleh hakim," kata Boyamin lewat keterangan tertulis, Senin (20/7/2020).
Diketahui, Djoko Tjandra kembali mangkir atau tidak hadir dalam persidangan permohonan PK yang diajukannya di Pengadilan Negeri jakarta Selatan, Senin (20/7/2020).
Dengan demikian, Djoko Tjandra telah tiga kali tidak hadir dalam persidangan.
Seperti dua persidangan sebelumnya pada 29 Juni 2020 dan 6 Juli 2020, Djoko Tjandra mengaku tidak hadir dalam persidangan hari ini lantaran sedang sakit di Kuala Lumpur, Malaysia.
Padahal, dalam persidangan sebelumnya, Majelis Hakim telah mengultimatum kuasa hukum untuk menghadirkan Djoko Tjandra di persidangan.
Alih-alih mematuhi ultimatum hakim, melalui surat yang ditandatanganinya di Kuala Lumpur, Malaysia tertanggal 17 Juli 2020, Djoko Tjandra justru meminta Majelis Hakim menggelar sidang pemeriksaan atas PK yang diajukannya secara daring.
Boyamin menegaskan, Djoko Tjandra sudah sepatutnya sadar diri dengan statusnya sebagai buronan dengan tidak mendikte pengadilan.
Di sisi lain, Boyamin meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak meneruskan persidangan karena Djoko Tjandra telah secara nyata tidak menghormati proses persidangan.