Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Di Balik Peristiwa 27 Juli 96: Mimbar Demokrasi Megawati yang Buat Orba Ketakutan

Sejarawan Asvi Warman Adam menjelaskan, sejak berkuasa, rezim Orba sebenarnya sudah melakukan tindakan-tindakan represif

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Di Balik Peristiwa 27 Juli 96: Mimbar Demokrasi Megawati yang Buat Orba Ketakutan
WARTAKOTA/Henry Lopulalan
Empat karangan bunga 24 tahun pringatan penyerbuan DPP PDI di Jalan Diponogoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin(27/7/2020). Bentrok masa terjadi antara kubu ketua umum PDI tahun 1993-1998 Megawati dengan PDI tandingan yang di ketuai oleh Soejadi yang hendak menguasi DPP PDI. Keributan dua kubu PDI pada tanggal 27 juli 1996 ini menimbulkan banyak korban tewas ataupun hilang. Hingga saat ini tidak ada pengusutan tuntas tetantang tragedi tersebut. (Wartakota/Henri Lapulalan) 

"Kenaikan suara menghawatirkan rezim. Di masa rezim orba tidak boleh ada oposisi," sambung dia.

Selain itu, ada aspek internasional melingkupi peristiwa itu. Pada 23-25 Juli 1996, Menlu Amerika Serikat (AS) Warren Christopher datang ke Indonesia untuk hadir di pertemuan menteri-menteri luar negeri.

Di kesempatan itu, Christopher sempat bertemu dengan Komnas HAM dan Menlu Rusia Primakov. Menurut penuturan Alm. Taufiq Kiemas, kata Asvi, sebenarnya pada 28 Juli 1996 Menlu Christopher akan bertemu dengan Megawati.

Namun sehari sebelum pertemuan itu, terjadi peristiwa kelabu 27 Juli 1996. Rezim Orba, menurut penuturan Asvi, tak ingin pertemuan antara Megawati dan Menlu AS terjadi. Menlu AS dikenal sebagai sosok yang memberi perhatian dengan masalah HAM ke Indonesia dan beberapa negara lain di dunia.

"Ini aspek penting juga, bahwa peristiwa itu terjadi sehari sebelum terjadi pertemuan antara Megawati dan Warren Christopher," ujar Asvi.

Terkait dalang di balik peristiwa 27 Juli 1996, Asvi mengisahkan tulisan wartawan senior Rosihan Anwar yang rumahnya tidak jauh dari kantor PDI. Di hari kejadian, kebetulan Rosihan sedang berolahraga.

Menyaksikan kerumunan di DPP Partai PDI, Rosihan mendekat kepada Kapuspen ABRI yang saat itu dijabat Amir Syarifuddin. Rosihan, kata Asvi, mengaku mendengar langsung bagaimana Amir bicara dengan Pangdam Jaya Sutiyoso lewat walkie talkie.

Berita Rekomendasi

“Yos, masuklah ke dalam. Ini hari sudah siang. Kita terlambat nanti,” ucap Asvi menirukan Rosihan.

"Intinya Rosihan mengungkap bahwa semua kejadian ini permainan Soeharto dengan ABRI-nya," ujar Asvi.

Asvi menjelaskan, sebuah buku karangan Peter Kasenda mengungkap adanya pertemuan di Markas Kodam Jaya pada 24 Juli 1996. Pertemuan tersebut mengungkap bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempunyai peran di balik terjadinya peristiwa itu.

"Ada pertemuan 24 Juli 1996 di Markas Kodam Jaya, dipimpin SBY dan disitu dibicarakan juga rencana mengambil alih kantor PDI ini. Jadi ada beberapa kemungkinan dalang atau aktor intelektual kejadian itu ditulis di media massa, tapi tak sampai ke pengadilan," urai Asvi.

Satu yang jelas, peristiwa 27 Juli 1996 adalah awal perlawanan rakyat yang sistematis terhadap rezim Orde Baru. Karena rakyat merasakan benar tekanan keras kepada masyarakat dan partai politik.

"Kejadian ini juga sekaligus awal kejatuhan Orba di 1998," imbuh Asvi.

Namun, lanjut Asvi, yang lebih penting untuk menjadi refleksi dari peristiwa 27 Juli 1996 yakni fakta bahwa peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM sepanjang Orba itu masih banyak yang bersifat impunitas.

"Tidak benar-benar terselesaikan secara tuntas. Banyak pelanggaran-pelanggaran HAM berat termasuk sejak tahun 1965-1998 itu masih terkatung-katung," tutup Asvi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas