Koalisi Masyarakat Sipil Akan Terus Kawal R-Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Terorisme
"kita sudah menyampaikan pokok-pokok pikiran dan catatan koalisi masyarakat sipil terkait R-Perpres tersebut," katanya
Penulis: Gita Irawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri membenarkan pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang menyebut telah mengajak diskusi sejumlah pihak yang tidak setuju terkait dengan adanya Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) pelibatan TNI untuk mengatasi terorisme.
Ia mengatakan pihaknya telah menyampaikan pokok-pokok pikiran dan catatan koalisi masyarakat sipil terkait dengan R-Perpres tersebut.
Baca: Pemerintah Ajak Diskusi Pihak yang Keberatan Dengan R-Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme
Ghufron menegaskan pihaknya akan terus mengawal proses tersebut.
"Iya, kita sudah menyampaikan pokok-pokok pikiran dan catatan koalisi masyarakat sipil terkait R-Perpres tersebut. Dan kita akan terus mengawal itu, terutama klausul-klausul yang kita pandang problematik," kata Ghufron saat dihubungi Tribunnews.com pada Senin (10/8/2020).
Selain itu Ghufron mengatakan Imparsial menilai proses pembahasan Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme sarat transkasional dan mengancam kepentingan publik.
Hal itu karena proses pembahasan R-Perpres tersebut dinilai tertutup dan membatasi partisipasi publik.
Oleh karena itu, kata Ghufron, imparsial mendesak pemerintah dan parlemen untuk membuka ruang bagi partisipasi publik dalam pembahasan R-Perpres tersebut apabila terdapat draft terbaru.
"Karena itu, proses pembahasannya harus dijalankan secara transparan dan tidak boleh ditutup-tutupi oleh pemerintah dan DPR, sehingga publik dapat terlibat secara aktif dan partisipatif untuk memberikan masukan yang konstruktif terhadap rancangan Perpres tersebut. Ketertutupan dan terbatasnya partisipasi publik akan menjadikan pembahasan rancangan Perpres tersebut sarat transaksional yang mengancam kepentingan publik," kata Ghufron.
Senada dengan pernyataan Mahfud yang menegaskan bahwa terorisme merupakan tindak pidana sehingga penanganannya melalui sistem penegakan hukum (criminal justice sistem), Imparsial memandang bahwa penanganan kejahatan terorisme memang seharusnya tidak boleh dilepaskan dari mekanisme criminal justice system.
Hal itu, kata Ghufron, sesuai dengan substansi UU No. 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang mengedepankan pendekatan criminal justice sistem dalam menangani kejahatan terorisme.
Ia mengatakan pengadopsian prinsip tersebut tidak boleh setengah hati atau dengan kata lain harus bersifat holistik, mulai pada tataran pendekatan hingga institusi yang menanganinya.
Dalam konteks ini, kata Ghufron, polisi, kejaksan dan pengadilan sebagai penegak hukum harus menjadi aktor terdepan dalam menangani kejahatan terorisme sebagai bentuk manifestasi dari prinsip criminal justice system.
"Imparsial menilai pelibatan militer dalam penangananan aksi terorisme yang akan dirumuskan dalam Draft Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme merupakan pilihan yang terakhir (last resort) yakni dilakukan pada saat kapaaitas penegak hukum sudah tidak bisa mengatasi aksi terorisme. Pelibatan itu pun harus atas dasar keputusan politik negara yakni keputusan presiden dengan pertimbangan DPR sesuai Pasal 7 ayat 2 dan ayat 3 UU TNI nomor 34 tahun 2004," kata Ghufron.