Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Kisah Ngatimin Pura-pura Jadi Anak tidak Normal yang Memata-matai Belanda: Saya Marah Bapak Ditembak

Pemandangan gelimpangan mayat dan kematian sang ayah membuat Ngatimin muda membulatkan tekat untuk ikut berjuang.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kisah Ngatimin Pura-pura Jadi Anak tidak Normal yang Memata-matai Belanda: Saya Marah Bapak Ditembak
TribunSolo.com/Adi Surya
Mata-mata tentara Indonesia, Ngatimin Citro Wiyono (87) saat bercerita tentang kisahnya di kediamannya, Kaplingan RT. 

Melihat banyak senjata ditinggal di kebun, Ngatimin muda berinisiatif menutupinya dengan dedaunan yang tak jauh dari lokasi penyerbuan.

Rumah Rengasdengklok berlokasi 81 km dari kota Jakarta. Lokasi Rumah Rengasdengklok berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan No.33, R. Dengklok Utara, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Rumah Rengasdengklok sekarang masih ada dan menjadi salah satu saksi sejarah menuju kemerdekaan Indonesia. Di rumah inilah, para pemuda mendesak Soekarno-Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan pada 16 Agustus 1945 namun ditolak oleh keduanya.
Rumah Rengasdengklok berlokasi 81 km dari kota Jakarta. Lokasi Rumah Rengasdengklok berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan No.33, R. Dengklok Utara, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Rumah Rengasdengklok sekarang masih ada dan menjadi salah satu saksi sejarah menuju kemerdekaan Indonesia. Di rumah inilah, para pemuda mendesak Soekarno-Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan pada 16 Agustus 1945 namun ditolak oleh keduanya. ((idschool.net))

"Saya tidak ada yang nyuruh, saya tutupi dengan sampah apa saja biar tidak diketahui mata-mata Belanda," ujar Ngatimin.

Aksi Ngatimin muda membuat komandan pasukan tentara Indonesia terkejut dan bertanya-tanya.

"Komandan berkata, ini tertutup semua siapa yang menutupi, ini luar biasa. Kalau tidak ditutupi ketahuan antek Belanda. Berbahaya," tutur Ngatimin.

"Lama-lama saya ketahuan, saya ditanya, kamu gak takut mati? Setiap hari lari sana lari sini ditengah baku tembak," tambahnya.

Tekat Ngatimin untuk terjun berlaga sudah sekuat baja.

Baca: Libur Panjang HUT RI dan Tahun Baru Islam, ASDP Catat Kenaikan Jumlah Penumpang Kapal 30-40 Persen

"Saya berkata, ndak, pak, saya ndak takut mati saya akan membela bangsa dan negara, saya berani karena ayahku ditembak Belanda, aku marah luar biasa, belum tetangga ayah jadi mayat semua," ucap dia.

Berita Rekomendasi

"Kalau saya mati di peperangan, saya ikhlas, saya ikhlas, saya korbankan nyawa saya," tegasnya.

Ngatimin muda lantas diberikan peran olah komandan untuk menjadi mata-mata bagi tentara Indonesia.

Ia bahkan sampai harus memerankan sosok yang ditugaskan sang komandan waktu itu.

"Komandan berkata ke saya, kamu saya kasih tugas pengawas musuh karena kamu masih di bawah umur tidak dicurigai musuh dan antek Belanda," kata Ngatimin.

"Kemudian, kamu harus pura-pura jadi anak tidak normal saat ketemu dengan tentara Belanda," imbuhnya.

Peran itupun dijalankan Ngatimin muda dengan baik, tentara Belanda tidak menyangka bila dirinya adalah seorang mata-mata.

"Ada Belanda lewat saya layaknya anak tidak normal ngiler-ngiler gitu. Akhirnya, saya dibiarkan saja," tutur dia.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas