Fraksi PKS Nilai Pelaksanaan APBN Tahun 2019 Mengecewakan
Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk meningkatkan efektivitas program-program penciptaan lapangan kerja
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI memberikan beberapa catatan penting terhadap keterangan pemerintah mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertangungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2019.
Hal itu disampaikan Anggota Badan Anggaran DPR RI dari Fraksi PKS Rofik Hananto, saat membacakan pandangan Fraksi terhadap keterangan Pemerintah mengenai RUU Tentang Pertanggung Jawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2019 dalam Rapat Paripurna DPR ke 2 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021, Selasa (18/8/2020).
Secara umum, Fraksi PKS menilai bahwa kinerja pemerintah dalam pelaksanaan APBN Tahun 2019 masih kurang memuaskan.
"Fraksi PKS menilai bahwa kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan APBN Tahun 2019 masih kurang memuaskan sehingga berdampak tidak optimalnya pembangunan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23 Ayat 1," kata Rofik.
Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk meningkatkan efektivitas program-program penciptaan lapangan kerja.
Sepanjang Agustus 2019, jumlah pengangguran di Indonesia naik menjadi 7,05 juta orang; sedangkan pada Agustus 2018 sebanyak 7 juta. Selama periode tersebut jumlah penganguran naik 0,71 persen.
Baca: Rayakan Hari Kemerdekaan di Tengah Pandemi, Politikus PKS: Jadi Momentum Bangkit dari Krisis
"Kami mencermati masih tingginya tenaga kerja informal per Agustus 2019, mencapai 55,72 persen dari total tenaga kerja Indonesia atau mencapai 70,49 juta jiwa. Sementara itu penyerapan tenaga kerja sektor padat karya terus menurun," ucap Rofik
"Pada Agustus 2019, sektor tersebut hanya menyerap 43,42 persen dari tenaga kerja nasional. Kami Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk mengejar pertumbuhan inklusif agar ketimpangan pendapatan dan ketimpangan penguasaan asset dapat ditekan lebih cepat," imbuhnya.
Dalam pandangannya, Rofik menjelaskan hingga Maret 2019, gini ratio masih tinggi mencapai 0,38.
Gini rasio di perkotaan mencapai 0,391 dan di perdesaan 0,315. Lonjakan gini ratio menunjukkan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi bias ke golongan atas.
Demikian pula terjadi pelambatan pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), salah satunya adalah dimensi pengetahuan, yang mencakup dua komponen yaitu Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Perlambatan pada dimensi pengetahuan harus segera diantisipasi dan diselesaikan secara tuntas.