Perempuan Bisa Jadi Energi Pembangunan Indonesia
Sri mendorong perempuan untuk terus bersemangat, memberdayakan diri sendiri, mengasah wawasan, berinovasi dan menumbuhkan skil atau keterampilan
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Gerindra Sri Meliyana menyebut perempuan bisa menjadi energi pembangunan Indonesia, sama seperti laki-laki.
Hal ini diungkapkannya dalam diskusi virtual bertajuk 'Refleksi Kemerdekaan Indonesia, Sudah Merdekakah Perempuan Indonesia Hari Ini?', Rabu (19/8).
Hadir sebagai narasumber lain pada diskusi ini adalah Staf Khusus bidang Hukum Presiden Dini Purwono, Komisioner Komnas Perempuan Satyawanti Mahsudi dan Anggota DPD RI Jialyka Maharani. Diskusi diinisiasi Sri Kanda DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK).
Sri mendorong perempuan untuk terus bersemangat, memberdayakan diri sendiri, mengasah wawasan, berinovasi dan menumbuhkan skil atau keterampilan untuk berpartisipasi membangun dan mengharumkan nama Indonesia.
Baca: Menteri Bintang: Penyelesaian Kasus Perempuan dan Anak Butuh Konsep Kuat dari Hulu Hingga Hilir
Apalagi melihat jumlah penduduk Indonesia pada Juni 2020 menurut Data Dukcapil dimana jumlah perempuan dan laki-laki tak jauh berbeda.
"Hampir sama banyaknya, hampir sama kuat jika dilihat sebagai suatu potensi. Bayangkan Indonesia memiliki 135 juta lebih laki-laki dan ada 132 juta lebih perempuan yang berada diantara laki-laki untuk memperkuat Indonesia saat ini," ujar Sri, dalam diskusi, Rabu (19/8/2020).
Menurut Sri, hampir setaranya jumlah perempuan dengan laki-laki sebaiknya dijadikan kekuatan dan energi baru dalam membangun negara. Perempuan tidak boleh dikekang, disepelekan, dikerdilkan dan dimarjinalkan. Sebaliknya, perempuan harus diberdayakan dan diberi ruang untuk berpartisipasi dalam segala hal, terutama pembangunan negara.
"Apabila 132 juta lebih perempuan diberdayakan, maka Indonesia akan menjadi luar biasa. Perempuan dan laki-laki hampir sama banyak. Jika dua kekuatan itu bersatu saya yakin Indonesia akan menjadi bangsa yang besar suatu hari nanti dengan kemedrdekaan seluruh Indonesia Raya," kata dia.
Sri juga melihat kaum perempuan tidak boleh dinomor duakan atau tidak boleh ada pandangan yang meremehkan perempuan. Laki-laki harus menghargai harkat, martabat dan peran perempuan, serta kerjasama keduanya harus terus diperkuat.
"Perempuan dan laki-laki harus saling mengisi, saling menghargai. Tidak indah dunia ini tanpa perempuan. Begitu juga bagi perempuan tidak indah dunia tanpa laki-laki. Bekerjasamalah maka kita akan mencapai puncak dari keindahan, kebahagiaan dan kekuatan. Akan diapakan penduduk perempuan-perempuan hebat sebanyak ini oleh negara?" tanyanya.
Politikus Gerindra itu kemudian menyinggung kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan merupakan salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs), yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi dalam Perpres SDGz nomor 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Sri mengatakan untuk menekankan kesetaraan gender, salah satunya adalah dengan mendapatkan pendidikan. Karena dahulu perempuan sulit mendapatkan pendidikan.
Saat ini, kesempatan perempuan mengenyam pendidikan sudah setara dengan laki-laki. Oleh karenanya, Sri menilai tidak ada yang mesti dikhawatirkan tentang perempuan sepanjang negara mampu memastikan seluruh warga negara mendapatan hak-hak pendidikan.
Akan tetapi, kesempatan perempuan dalam bidang pendidikan ini berbeda dengan kesempatan di lapangan pekerjaan. Sri mengatakan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja di Indonesia hanya mampu mencapai 54 persen, sementara laki-laki 83 persen.
"Kenapa? karena laki-laki wajib bekerja. Sementara perempuan dengan pandangan-pandangan lama perempuan boleh bekerja di rumah saja. Perempuan dianggap belum harus, masih boleh tidak bekerja. Hal ini tentu saja memerlukan dorongan besar kepada masyarakat bahwa rumah tangga selain menjadi tempat kerja kita, menjadi tanggungjawab, ada dunia lain yang membutuhkan kita. Kenapa tempat kerja sangat maskulin karena para perempuan jarang menggunakan kesempatannya," jelasnya.
Sementara di bidang politik, Sri menilai perempuan sudah diberi kesempatan dan mendapatkan hak-haknya. Misalnya, dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 mewajibkan partai politik mencalokan calon legislatif perempuan sebesar 30 persen di setiap daerah pemilihan (dapil).
"Perempuan akhir-akhir ini menjadi penentu. Itu bentuk afirmasinya," tandasnya.