25 Tahanan Dikembalikan ke Rutan Kejagung, 19 Saksi dari Tiga Klaster Diperiksa
Para tahanan sempat dievakuasi ke ruang tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Sabtu saat kebakaran hebat melanda.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 25 tahanan yang sempat dievakuasi dari rumah tahanan (Rutan) Kejaksaan Agung RI ke Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari) Selatan karena insiden kebakaran pada Sabtu (22/8/2020), telah dikembalikan lagi.
Sementara penyebab kebakaran masih dalam penyelidikan polisi.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Hari Setiyono mengatakan pengembalian lagi 25 tahanan itu dipastikan, setelah Direktorat Bidang Penuntutan Kejagung memeriksa sel tahanan.
"Ada 25 tahanan (dikembalikan) mulai kemarin sore sampai pagi tadi. Saya mendapat laporannya sudah tuntas," kata Hari saat ditemui wartawan di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (24/8/2020) sore.
Para tahanan sempat dievakuasi ke ruang tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Sabtu (22/8/2020) pukul 21.00 WIB, saat kebakaran hebat melanda gedung utama Kejaksaan Agung.
Menurut dia, proses pengembalian tahanan ke Kejaksaan Agung dilakukan setelah kondisi gedung Kejaksaan Agung sudah padam. Tidak lagi ditemukan kepulan asap.
Baca: Tim Puslabfor Bawa Abu Arang dari Olah TKP Kejagung
"Setelah dilakukan pengecekan oleh Direktur Penuntutan (Kejaksaan Agung) kondisi tahanan kita seperti apa, ruangan seperti apa, ruangan enggak ada masalah maka tadi tuntas dikembalikan lagi ke posisi semula," ujar Hari.
Hari mengatakan, sebelumnya proses evakuasi tahanan ke luar Kejaksaan Agung dilakukan saat kondisi asap kebakaran sudah membumbung tinggi.
Ruang tahanan berjarak beberapa meter dari Gedung Pidana Umum Kejaksaan Agung tepatnya di gedung parkir lantai 7.
"Demi kesehatan dan keselamatan mereka asap mulai banyak itu langsung dievakuasi," ujarnya.
Evakuasi tahanan adalah bentuk kepedulian Kejaksaan Agung terhadap kesehatan dan keselamatan para tahanan. Menurutnya, tahanan di Kejaksaan Agung belum tentu terbukti bersalah.
"Jadi kesehatannya harus diperhatikan jangan sampai terkena dampak asap seperti ini," kata Hari.
Sebagaimana diberitakan, api selama 11 jam berkobar melumat Gedung Kejaksaan Agung RI Sabtu (22/8/2020) pukul 19.15 WIB sampai dengan Minggu (23/8/2020) pukul 06.28 WIB.
Api pertama kali terlihat dari lantai enam. Api kemudian meluluhlantakkan semua lanti gedung utama Kejagung.
Gedung Utama Kejagung RI yang ditempati Burhanuddin dan Setia habis terbakar pada Sabtu (22/8/2020) malam. Api baru bisa dipadamkan setelah petugas pemadam kebakaran berjuang selama 12 jam.
Akibatnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin beserta Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi mengungsi ke kantor di Badan Diklat Kejaksaan RI, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan mulai Senin (24/8/2020).
Jaksa Agung Muda Pembinaan juga ikut pindah sementara kantornya ke Badiklat Kejaksaan RI. Adapun Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) akan berkantor di Badan Diklat Kejaksaan Ceger, Cipayung, Jakarta Timur.
Baca: DKI Jakarta Punya Robot Pemadam Rp 37,4 Miliar, Ini Alasan Tak Dipakai saat Kebakaran Kejagung
Periksa 19 Saksi
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan jajarannya menyelidiki dan mengusut penyebab terjadinya kebakaran hebat di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung).
Listyo mengungkapkan telah memeriksa sejumlah saksi yang dianggap mengetahui seputaran peristiwa kebakaran di markas Korps Adhyaksa.
"Ada 19 orang diperiksa sebagai saksi," kata Listyo dalam keterangannya, Senin (24/8/2020).
Menurut Listyo, saksi-saksi yang diperiksa itu berasal dari pihak keamanan atau Pamdal di Gedung Kejagung, tukang, dan pihak Kejagung.
Selain memeriksa saksi, Listyo menyatakan Polri juga telah mengerahkan tim Puslabfor Polri untuk mencari tahu apa penyebab terjadinya kebakaran tersebut.
Dia memastikan penyelidikan penyebab kebakaran tersebut akan berjalan secara profesional dan transparan. Masyarakat diminta tidak berspekulasi dan ikut mengawasi proses pengungkapan penyebab amuk si jago merah tersebut.
"Telah dibentuk posko bersama dalam rangka usut dan penyelidikan penyebab terjadinya kebakaran, mulai dari mengumpulkan dan memeriksa saksi saksi dan menurunkan tim dari puslabfor untuk mendalami penyebab terjadinya kebakaran, semoga bisa cepat terungkap," ujar Kabareskrim.
Polda Metro Jaya menyampaikan telah memeriksa 19 saksi terkait kebakaran hebat di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan yang berlangsung 11 jam, Sabtu (22/8/2020) malam, pukul 19.15 WIB sampai dengan Minggu (23/8/2020) pukul 06.28 WIB.
Saksi yang diperiksa terbagi ke dalam tiga klaster.
"Kemarin ada 19 saksi yang kita lakukan pemeriksaan. Ada 19 saksi kita bagi 3 klaster," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya.
Menurut Yusri, klaster pertama adalah saksi yang berasal dari pengamanan Dalam (Pamdal), dan sekuriti Kejaksaan Agung RI. Klaster kedua adalah saksi yang berasal dari pekerja kebersihan.
"Klaster pertama beberapa saksi pamdalnya ya baik itu sekuritinya, dan sebagainya. Kemudian ada pekerja office boy (OB) yang bekerja membersihkan gedung tersebut," ujar Yusri.
Baca: Pimpinan DPR Minta Semua Pihak Tak Berprasangka Buruk Penyebab Kebakaran di Kejagung
Klaster ketiga adalah saksi yang berasal dari pegawai internal Kejaksaan Agung RI. Menurut Yusri, pegawai yang diperiksa adalah pegawai di bagian yang bekerja di gedung yang terbakar tersebut.
"Klaster ketiga adalah klaster pegawai daripada Kejagung. Baik dalam hal pegawai di bagian pembinaan personel dan juga Jamintel dan beberapa kabag yang kita periksa," ungkapnya.
Tanpa Robot
Terpisah, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta memastikan gedung Kejaksaan Agung telah dilengkapi alat proteksi pemadam kebakaran.
Kepala Dinas Gulkarmat DKI Jakarta Satriadi Gunawan mengatakan, pihaknya selalu rutin mengecek alat pemadam kebakaran di seluruh gedung yang ada di Ibu Kota.
Pengecekan juga melibatkan Suku Dinas di masing-masing wilayah Jakarta.
"Kalau gedungnya ada beberapa lantai, nanti kami buatkan pembagian tugas. Misalnya Sudin periksa di lantai tujuh, sedangkan Dinas di lantai delapan," kata Satriadi.
Satriadi mengatakan, upaya itu dilakukan untuk menyiasati pemeriksaan alat pemadam kebakaran di gedung-gedung yang ada di Jakarta.
Apalagi sumber daya manusia (SDM) di dinasnya tidak mampu melayani pengecekan alat tersebut di seluruh gedung, sehingga diperlukan kerja sama dengan suku dinas.
"Proteksi kebakaran secara keseluruhan diperiksa secara reguler, karena secara teknis semua bangunan (perkantoran) pasti memiliki proteksi kebakaran," ujar Satriadi.
Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta tak memakai robot pemadam kebakaran Dok-Ing MVF-U3 senilai Rp 37,4 miliar saat kebakaran di gedung Kejaksaan Agung.
Alasannya, medan kebakaran yang dihadapi tidak memungkinkan untuk mengerahkan robot yang dibeli memakai dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) itu.
"Lokasi kebakaran itu kan terjadi di gedung bangunan tinggi antara 6-7 lantai, jadi secara operasional itu kami yang lebih paham untuk menanganinya," kata Satriadi.
Satriadi mengatakan, untuk medan kebakaran yang berada di lokasi tinggi, lebih tepat memakai bronto skylift atau armada yang dilengkapi dengan tangga tinggi. Untuk ukurannya, bervariasi dari 55 meter sampai 90 meter.
Sementara untuk robot yang dibeli pada 2019 lalu, lebih tepat digunakan untuk mengantisipasi kebakaran yang terjadi di trayek kereta Light Rail Transit (LRT) Jakarta atau Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta.
Robot itu, kata dia, juga cocok diaplikasikan di tempat-tempat yang sangat berbahaya dari kobaran api seperti kilang minyak yang mengalami kebakaran.
"Karena robot kan memakai remote kontrol dari jarak jauh. Jadi untuk keamanan petugas lebih bisa dipakai, karena di situ ada bahan material yang berbahaya seperti ledakan, zat kimia atau gas beracun," ungkapnya.
Selain itu, daya jangkau penyemprotan dari robot tersebut juga tak sekuat bronto skylift. Sebab robot ini didesain untuk menghadapi bahaya jarak dekat.
"Untuk masuk bangunan itu juga nggak bisa, jadi bronto skylift paling efektif untuk di bangunan tinggi, karena bisa salah kami kalau memakai robot. Kecuali ada di MRT atau LRT yang ada di bawah tanah," jelasnya. (Tribunnews/igm, warta kota/faf)