Membedah RAPBN 2021: Investor Global Melihat Prospek Investasi di Indonesia
Indonesia masih bisa bertahan bila tidak melupakan investasi dalam negeri.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia kini menghadapi ancaman resesi yang kuat karena sejumlah indikator ekonomi makro menunjukkan tren minus.
Mengantisipasi itu, Presiden Joko Widodo mengungkapkan rencana mengatrol perekonomian tahun ini dengan mendorong investasi dan belanja negara hingga tahun 2021.
Presiden Joko Widodo menyatakan rencana dan target pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 sebesar 4,5 persen hingga 5,5 persen dengan mendorong investasi dan belanja negara seperti sedia kala.
Namun apa yang harus kita lakukan seiring dengan adanya target pertumbuhan dan belanja negara tersebut?
Direktur Fasilitasi Promosi Daerah BKPM Indra Darmawan mempertanyakan tren peluang perekonomian Indonesia yang akan lebih baik di Kuartal III-2020.
Mengutip keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal III-2020 diperkirakan sebesar minus 0,2 persen hingga 0 persen. Hal tersebut dapat terwujud dengan dorongan investasi dan belanja negara.
Baca: PLN Klaim Harga Listrik Sudah Turun, Bisa Dinikmati Pelanggan Berdaya Listrik Tinggi dan Bisnis
“Di Semester I-2020, realisasi investasi telah mencapai 49,3 persen dari target Rp 717, 2 Triliun. Sedangkan hasil investasi tersebut telah menyerap sebanyak 566.194 tenaga kerja," ujar Indra.
"Di sini ada agreement bahwa investasi itu penting untuk menjadi pondasi perekonomian Indonesia,” ujarnya saat tampil menjadi pembicara diskusi online yang diselenggarakan Dreya Communications, Rabu siang (2/9/2020).
Diskusi ini menghadirkan lima orang narasumber, yakni Direktur Fasilitasi Promosi Daerah BKPM Indra Darmawan, Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono, Managing Partner Business Services RSM Indonesia Nicholas James Graham, Ketua II HIPMI Ajib Hamdani, dan Executive Director INDEF Tauhid Ahmad.
Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono menyatakan, Indonesia memiliki idenpendensi yang tidak dimiliki negara-negara di Eropa.
Sutrisno berpendapat, Indonesia masih bisa bertahan bila tidak melupakan investasi dalam negeri.
“Tidak harus kita mencari investor baru. Yang lama juga punya asset yang bisa reinvest," ujarnya.
“Permasalahannya di Indonesia ODP masih rendah dan tenaga kerja. Tenaga kerja di Indonesia saat ini bersaing dengan pertumbuhan artificial intelligent sehingga manusia dapat digantikan dengan robot,” kata Sutrisno.
Sutrisno menambahkan, lapangan kerja dan infrastruktur, serta kepastian hukum juga menjadi pertimbangan utama bagi para investor di Indonesia. Usaha kecil menengah patut dipertimbangkan karena melahirkan peluang usaha baru yang nantinya akan berkembang dan memiliki kontribusi dalam pencegahan krisis di Indonesia.
Pandangan Investor Asing
Managing Partner Business Services RSM Indonesia Nicholas James Graham memberikan perspektif dari investor asing yang menjalankan usaha di Indonesia.
Nicholas mengatakan secara umum investor akan berpikir bahwa pandemi Covid-19 akan berlalu atau bersifat sementara sehingga para investor akan melanjutkan rencana usahanya.
“Dari perspektif asing, ada beberapa persepsi yang menjadi pertimbangan seperti kemudahan menjalankan usaha, transparansi dalam menjalankan bisnis, kepastian hukum, kenyamanan investor untuk berinvestasi di Indonesia, seberapa besar pasar, dan keadaan geo-politik," ujarnya.
Baca: Komunitas Investor HIQ Deklarasi Kemerdekaan Ekonomi dan Finansial
Namun, persepsi tersebut berbeda-beda tergantung negara yang mau berinvestasi.
Nicholas James Graham menambahkan, banyak investor global menganggap Covid-19 sebagai speedbump (polisi tidur). Sebuah masalah sementara dan tidak akan terjadi selamanya.
Sehingga, rencana awal yang telah dibuat oleh investor asing tetap akan dilanjutkan. Hal inilah yang meyakininya masih banyak investor asing berminat berinvestasi di Indonesia.
Namun Nick mengakui, masih ada permasalahan yang sering dialami investor asing saat ingin berinvestasi di Indonesia.
Salah satunya adalah biaya logistik. Biaya yang dikeluarkan untuk ekspor dan impor masih lumayan tinggi. Tidak hanya itu, biaya logistik antarpulau di Indonesia juga besar.
“Semua penanaman modal asing (PMA) harus ada laporan keuangan yang diaudit. Padahal, sebelumnya ini tidak ada. Ini hal yang buruk bagi PMA karena menambah biaya lagi,” ujar Nick.
Di luar itu, tidak semua regulasi yang ada mudah dimengerti dan diimplementasi.
Biaya tinggi
Terkait apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia, Nicholas mengungkapkan pemerintah RI dapat fokus kepada perekonomian yang membutuhkan cost tinggi.
Antara lain di sektor logistik, pendanaan para pekerja, regulasi yang baik atau buruk, dan go digital. Selain itu ada baiknya jika menjalankan keja sama dengan usaha-usaha kecil yang berpotensi berkembang.
Terkait dengan nilai tambah RAPBN 2021 bagi investor global maupun investor lokal, Ketua II HIPMI Ajib Hamdani menyatakan, RAPBN 2021 sebagai agregator dan pendorong peningkatan kesejaterahan masyarakat seharusnya menjadi fokus pada masalah perekonomian di Indonesia.
Yakni, memberantas kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan atau gini ratio.
“Hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengurangi potensi pertumbuhan minus dengan menyelesaikan kompleksitas ekonomi di masa pandemi yang ada di Indonesia seperti belum validnya database milik negara, sisi supply dan demand yang terkontraksi, sektor UKM yang terdampak, serta rendahnya literasi keuangan,” kata Ajib.
Pendapat INDEF
Executive Director INDEF Tauhid Ahmad menyatakan, investasi menyumbang sebanyak 30,61 persen perekonomian Indonesia.
Kondisi perekonomian di tahun 2021 akan sangat dipengaruhi oleh perekonomian di tahun 2020.
Tauhid mengatakan, untuk menumbuhkan kembali investasi di Indonesia membutuhkan sejumlah syarat.
Diantaranya, penanganan pandemi menjadi prioritas, mengawal inplementasi pemulihan ekonomi nasional, pasar keuangan global membaik dan keyakinan investor meningkat, dan memperkuat implementasi program infrastruktur.
Kesimpulan diskusi online kali ini adalah, perbaikan masalah klasik yang ada di Indonesia seperti regulasi, infrastruktur, dan pemaksimalan pemberdayaan masyarakat dibutuhkan guna melepaskan diri dari krisis, serta pentingnya pemerintah memberikan stimulus dan mendorong proyek-proyek infrastruktur yang ada.