Jusuf Kalla: Semua Tahu Pak Jakob Oetama adalah Tokoh Media yang Hebat
JK memahami bahwa semua pihak merasa kehilangan akan tokoh bangsa yang mempunyai modal yang besar untuk persatuan bangsa.
Penulis: Reza Deni
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suasana Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata nampak hening. Prosesi pemakaman teramat memperhatikan Protokol Kesehatan Virus Corona atau Covid-19.
Nampak para pelayat mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah pemakaman berlangsung.
Jenazah Jakob Oetama diantar sejumlah personel TNI Angkatan Darat Satuan Garnisun Regu Salvo ke liang lahat sekira pukul 11.30 WIB.
Jakob Oetama dimakamkan di TMP Kalibata karena menerima Bintang Mahaputra Kelas III (Bintang Utama) dari Pemerintah Republik Indonesia pada 21 Mei 1973.
Jenazah Jakob Oetama tiba di TMP Kalibata sekira pukul 11.11 WIB didampingi keluarga utama, Kamis (10/9/2020).
Diiringi marching band, kedatangan Jenazah Jakob Oetama disambut Wakil Presiden RI periode 2014 - 2019 Jusuf Kalla (JK) bersama istri, Mufidah Jusuf Kalla.
JK menjadi inspektur upacara pemakaman Jakob Oetama.
Prosesi pemakaman sang wartawan teladan yang dikenal sangat mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dilakukan secara militer.
Jenazah Tokoh Pers Nasional Jakob Oetama itu dikebumikan TMP Kalibata.
Pendiri Kompas Gramedia sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas itu tutup usia pada Rabu, 9 September 2020.
Almarhum meninggal dunia dengan tenang di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading pada pukul 13:05 WIB dalam usia 88 tahun.
Bermasker putih dan berseragam resmi kenegaraan, Jusuf Kalla memberikan penghormatan terakhir untuk kawan baiknya itu.
Dia lalu menguruk tanah secara simbolis ke peti mati Jakob, kemudian disusul pihak keluarga.
Selesai pemakaman, JK menabur bunga di atas tanah tempat Jakob beristirahat untuk selamanya.
"Semua tahu bahwa beliau ini adalah tokoh media yang hebat, yang menjadikan media ini pemersatu dan juga meluruskan sesuatu dengan sopan, dan juga seorang yang entrepreuner, budayawan, entrepreneur, berhasil mempekerjakan puluhan ribu orang," kata JK seusai acara.
Baca: Cerita Lilik Tak Dibelikan Ayah Gesper Mahal Saat SMA, Jakob Oetama: Kenapa Beli yang Semahal Itu?
JK memahami bahwa semua pihak merasa kehilangan akan tokoh bangsa yang mempunyai modal yang besar untuk persatuan bangsa.
"Sikapnya kepada bangsa ini walaupun mengoreksi, tapi dengan sopan dengan cara yang mencari solusi tidak hantam, melainkan mencari solusi," katanya.
JK menceritakan bagaimana kedekatan antara dirinya dan Jakob. Ketika diundang diskusi, Jakob selalu mengajak dirinya.
"Seperti diskusi ekonomi kewilayahan pasti saya diundangnya langsung dan kita selalu teratur berdiskusi, sampai terakhir di rumah atau di tempat lain," ujarnya.
Dirinya berpesan agar insan pers yang lebih muda mempelajari dan mengikuti jejak beliau, walaupun mengoreksi ataupun meluruskan, tetap dengan cara yang sopan.
"Dia tidak melihatnya dari sisi yang negatif, tapi lihat bagaimana hal-hal yang sulit tetap kita mengarah pada kemajuan," ujarnya.
Lilik Oetama, Chief Executive Officer (CEO) Grup Kompas Gramedia (KG) mengenang saat kecil, Jakob Oetama telah menanamkan nilai-nilai kejujuran dalam diri anak-anaknya.
"Yang pertama soal kejujuran. Dia selalu bilang, 'pokoknya kamu jangan pernah "mencuri," berbohong. Jadi kalau kamu butuh apa-apa, ya kamu bilang. Kalau Bapak bisa berikan, Bapak akan bantu," kenang Lilik.
Jakob Oetama, lanjut Lilik, juga mendidik anak-anaknya secara demokratis, tanpa memaksakan kehendaknya.
Hal itu Lilik kenang, saat Jakob Oetama memberikan kebebasan pilihan kepada anak-anaknya untuk memilih sekolah atau jenjang pendidikan dan pasangan hidupnya masing-masing.
Baca: Jejak Langkah Jakob Oetama
"Kedua demokrasi. Kayak sekolah, terserah mau sekolah di mana, mau ambil jurusan apa. Bapak memberikan ini dan bilang yang akan menjalankan itu kan kamu sendiri. Juga soal jodoh. Jodoh juga sama, terserah," tambah Lilik.
Mengenai kesederhaan ini Lilik mengingat pengalaman kala menuntut ilmu di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta.
Saat itu tengah tren gesper bermerek mahal. Lilik pun ingin memiliki gesper itu yang juga sudah dipakai sejumlah temannya di sekolah.
Namun permintaan Lilik, tak diluluskan Jakob Oetama."Saya pengen mas, tapi ngak kesampaian. Dulu itu toplah. Bapak bilang 'kenapa beli yang semahal itu? Apa tidak ada yang lain. Kami itu masih sekolah, masih belum bisa cari uang untuk itu," kenang Lilik.
Dia juga mengenang hingga SMA, Jakob Oetama selalu menyatakan kepada anak-anaknya, dirinya hanya seorang pekerja, bukan pemilik di Kompas Gramedia.
"Bapak selalu bilang ke anak-anaknya dia tidak punya uang. Dia selalu bilang, 'saya bekerja di situ bukan pemilik.' ucapnya.
Usai pemakaman berlangsung, lelaki tua kemudian bercerita tentang sosok Jacob Oetama. Yang dimaksud adalah Roso Daras, Ahli dan Pakar Ir. Soekarno yang juga Wartawan Senior sekaligus Pemimpin Redaksi Jayakartanews.
Ia menyebut sosok Jakob Oetama adalah jurnalis senior level “empu”.
Dalam pencapaian luar biasanya, Jakob tetaplah pribadi yang humanis, humble, dan inspiratif.
Hal itu diketahui Roso Daras saat berkesempatan “sowan” Jakob Oetama di ruang kerjanya, lantai 6 gedung Kompas Gramedia Palmerah, Jakarta, Kamis, 13 Agustus 2009 silam, sekira 10.00 WIB.
Saat itu, Roso Daras mewawancarai Jakob Oetama secara eksklusif terkait sejarah berdirinya Kompas Gramedia Group.
Baca: Sosok Jakob Oetama Diungkap Pastor Ini, Kekayaan Bukan Target, Gelisah Jika Karyawan Belum Sejahtera
"Berbicara dengan Jakob Oetama selalu saja ada tekanan berat yang membuat siapa pun harus membuka mata batin, mata hati, dan mata nalar," kata Roso Daras.
Tanpa melakukan itu, siapapun yang berbicara dengan Jakob Oetama akan melewatkan sebuah wejangan maha penting dari seorang “suhu".
Berbincang dengan seorang Jakob Oetama harus menyamakan "frekuensi" agar bisa menangkap semua mutiara hikmah yang mengalir dari hati yang bening.
Roso Daras mengatakan, sekalipun mengaku “mulai pikun”, faktanya, memori pria kelahiran Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 27 September 1931 itu masih bagus.
"Terakhir bertemu beliau itu masih lancar bertutur tentang hakikat jurnalis sebagai sebuah profesi. Ia masih runtut bertutur tentang keasyikan menjadi wartawan, karena setiap hari melakukan perang," kenang Roso Daras. (tribun network/reza deni/genik)