Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

RDP dengan Komisi IX DPR RI, Komunitas Pasien Cuci Darah Keluhkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Kamis (17/9/2020).

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
zoom-in RDP dengan Komisi IX DPR RI, Komunitas Pasien Cuci Darah Keluhkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
SERAMBI INDONESIA/BUDI FATRIA
Ilustrasi: Pasien melakukan cuci darah menggunakan mesin cuci darah (hemodialisis) di Ruang Instalasi Dialisis Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin, Banda Aceh, Rabu (21/5/2014). Setiap harinya petugas melayani 40-50 pasien yang melakukan cuci darah di rumah sakit rersebut. (SERAMBI Indonesia/BUDI FATRIA) 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Kamis (17/9/2020).

RDP digelar dengan agenda utama meminta usulan kepada KPCDI terkait program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Samosir mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tahun 2020 begitu memberatkan.

Baca: Judicial Review Tarif Baru BPJS Kesehatan Ditolak, Ini Respons Sekjen KPCDI

Ia memaparkan, peserta non aktif (peserta iuran mandiri) dari 31 Desember 2019 sampai dengan 29 Februari 2020, naik 1.374.079 orang. Mengakibatkan tunggakan iuran peserta mandiri mencapai Rp 12,33 triliun.

Kemudian, terjadi penurunan dari kelas 1 ke kelas tiga sebanyak 854.349 orang, dan klas 2 sebanyak 1.201.232 orang.

“Ini contoh pasien cuci darah seorang pemulung namanya Rosida dari Tangerang. Hanya ia yang PBI (Peserta Bantuan Iuran), sementara suami dan satu anaknya harus menjadi peserta mandiri. Padahal ini masih dalam satu Kartu Keluarga,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (17/9/2020).

Baca: Kesulitan Membayar Iuran BPJS Kesehatan, Koko Koharudin Ajukan Uji Material UU-nya ke MK

Berita Rekomendasi

Selain persoalan iuran BPJS Kesehatan, Ketua Umum KPCDI meminta agar tidak ada lagi diskriminasi tarif antara rumah sakit tipe A dan B dengan tipe C dan D untuk layanan Hemodialisa, termasuk hak atas obat.

Akibat kebijakan yang dinilanya diskriminatif, pasien yang hemodialisa di tipe C dan D masih harus mengeluarkan uang karena banyak komponen obat yang tidak diterima.

Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Politikus PKS: Saya Kecewa Dengan Sikap Pemerintah

"Hal itu menyebabkan banyak pasien harus tranfusi darah karena HB-nya turun karena obat untuk meningkatkan sel darah merah tidak dijamin. Tragisnya, mereka terkena penularan hepatitis C. Sekitar 60 persen pasien cuci darah terpapar hepatitis C setelah menjalani hemodialisa. Iuran sekarang sudah naik, tidak ada lagi cerita obat tak dijamin,” ungkapnya.

Tony mengusulkan, terapi utama bagi pasien gagal ginjal adalah dengan transplantasi ginjal dan yang selanjutnya dapat dipertimbangkan adalah cuci darah mandiri (CAPD).

"Terapi CAPD juga lebih hemat biaya dari terapi cuci darah menggunakan mesin. Ini PR pemerintah gimana caranya bisa menghemat biaya, bukannya dengan mengurangi layanan obat,” katanya.

Sri Rahayu, yang juga Wakil Ketua Komisi IX itu akan menyampaikan semua usulan KPCDI kepada kementerian terkait dan BPJS Kesehatan.

“Semua yang disampaikan Anda sekalian akan kami sampaikan kepada jajaran pimpinan BPJS Kesehatan,” ujar Sri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas