Bebas dari Sukamiskin Karena Grasi Presiden Jokowi, Mantan Gubernur Riau Masih Tersangka di KPK
Terpidana korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, mantan Gubernur Riau Annas Maamun menghirup udara bebas, Senin (21/9) karena grasi dari Jokowi.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana korupsi kasus alih fungsi lahan di Provinsi Riau, mantan Gubernur Riau Annas Maamun, telah menghirup udara bebas, Senin (21/9).
Kabag Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyakatan (Ditjen PAS), Rika Aprianti menerangkan, Annas keluar dari Lapas Klas I Sukamiskin pukul 11.00 WIB.
"Annas Maamun Bin Maamun bebas 21 September 2020. Lama pidana 7 tahun," kata Rika kepada Tribunnews.com, Selasa (22/9).
Anas bebas setelah Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Annas Maamun.
Grasi yang diberikan presiden berupa pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara 7 (tujuh) tahun menjadi pidana penjara selama 6 (enam) tahun.
Perjalanan kasus Annas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbilang panjang.
Kasus ini pertama kali terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 September 2014.
Ketika itu, KPK menangkap Annas Maamun bersama seorang pengusaha kelapa sawit Gulat Medali Emas Manurung, di kawasan Cibubur dengan barang bukti uang 156.000 dolar Singapura dan Rp500 juta.
Annas dan Gulat ditetapkan sebagai tersangka setelah OTT tersebut.
Annas disangka menerima suap dari Gulat terkait perubahan alih fungsi hutan di Provinsi Riau.
Annas kemudian didakwa dengan dakwaan kumulatif di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung untuk tiga kepentingan berbeda.
Pertama, menerima suap 166,100 dolar AS dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut terkait kepentingan memasukan areal kebun sawit dengan total luas 2.522 hektar di tiga Kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.
Kedua, menerima suap Rp500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung terkait dengan pengerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau.
Ketiga, menerima suap Rp3 miliar dari janji Rp8 miliar (dalam bentuk mata uang dolar Singapura) dari Surya Damadi melalui Suheri Terta untuk kepentingan memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT Darmex Agro yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.