Gatot Nurmantyo Dinilai Pakai Cara Basi Mainkan Gaya Politik 'Playing Victim' Raih Simpati Publik
Ia juga menilai gaya politik Gatot yang getol menggunakan narasi komunis dan PKI, mirip gaya politik Orde Baru yang gemar 'jualan' isu komunis/PKI.
Editor: Hasanudin Aco
Gatot yang kala itu menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), mengaku sempat menolak tawaran tersebut.
Ia mengungkapkan ketika itu bukannya tidak mau menjabat Panglima TNI, melainkan menurutnya situasi kala itu tidak pas bagi dirinya untuk mengemban jabatan tersebut.
Bahkan, saat itu ia mengaku justru menyarankan Jokowi agar memberikan jabatan tersebut kepada Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna yang kala itu menjabat Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU).
"Karena kita sama-sama tahu begitu beliau (Jokowi) jadi Presiden, kan beliau hanya didukung sama rakyat."
"Di DPR beliau tidak punya partai," kata Gatot dalam wawancara khusus yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, Kamis (24/9/2020).
Sebelumnya Gatot juga menceritakan pertemuan-pertemuannya dengan Ketua DPR saat itu, yakni Setya Novanto (Setnov), sebelum dilantik sebagai Panglima TNI.
Gatot mengungkapkan suatu sore ia pernah 'dijebak' temannya untuk melakukan pertemuan dengan Setnov di Singapura.
Ia merasa 'dijebak', karena saat itu temannya hanya mengajaknya untuk makan di Singapura.
Dalam pertemuan itu, kata Gatot, Setnov bertanya kepadanya mengapa Gatot tidak menemui dirinya sebagai Ketua DPR, untuk meminta dukungan sebagai Panglima TNI.
Gatot kemudian menjelaskan kepadanya, sama seperti yang ia sampaikan ke Jokowi bahwa situasinya belum tepat.
Dua pekan kemudian, kata Gatot, ia ditelepon oleh Setnov yang mengatakan telah mendapat surat dari Jokowi.
Isi surat tersebut, kata Gatot, Jokowi mengajukan Gatot sebagai Panglima TNI.
"Beliau (Setnov) tanya, surat ini harus saya apakan?"
"Saya jawab, ada dua Pak Ketua. Yang pertama sobek-sobek masuk kantong sampah."