Marak Unggahan Wanita di Medsos Blak-blakan Akui sebagai Pelakor, Ini Kata Psikolog
Di media sosial belum lama ini bermunculan unggahan-unggahan wanita yang mengaku sebagai perebut laki orang alias pelakor.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Daryono
Adib pun menilai, orang-orang yang mengekspos dirinya sebagai pelakor sesungguhnya ingin menunjukkan keberadaannya dan ingin dinomorsatukan.
"Kita kalau memiliki sebuah hubungan penginnya terbuka, sedangkan pelakor seringkali hubungannya cenderung back street, artinya hubungan yang sebenarnya tidak terlalu diekspos oleh keluarga besar, jadi seolah-olah hanya di belakang layar," kata Adib.
"Lain dengan yang bukan pelakor, itu kan seolah-olah memang hubungan pernikahan antar dua keluarga."
"Nah menurut saya pelakor ini, dia ingin mencari eksistensi diri bahwa dia ingin intinya 'saya itu ada, saya juga ingin dinomor satukan'. Makanya dia tampil lah di sosmed, misal di TikTok," sambungnya.
Melihat fenomena tersebut, Adib berpendapat, orang-orang yang mengakui dirinya sebagai pelakor ingin hubungan yang ia jalani dianggap normal seperti pasangan lainnya.
Adib pun menilai, hal tersebut termasuk bentuk perlawanan karena selama ini masyarakat menganggap pelakor sebagai sesuatu yang tak normal.
Oleh karena itu, Adib melanjutkan, mereka pun ingin mengungkapkan bahwa mereka pantas bahagia dengan caranya tersebut.
"Dia dengan PD (Percaya Diri) menceritakan apa yang dia alami karena dia berharap yang dialami itu sesuai yang normal."
"Apalagi selama ini pelakor seolah-olah dianggap tidak normal begitu, jadi dia menyatakan bahwa ini perlawanan dari pelakor. Istilahnya (menyatakan) ini adalah sesuatu yang normal, ini sah-sah saja, bahwa setiap manusia berhak untuk bahagia," kata Adib.
Menurut Adib, orang-orang yang mengakui dirinya sebagai pelakor tersebut juga ingin dinomorsatukan oleh pasangannya.
Baca: Gadis Remaja Dituduh Pelakor oleh Wanita 48 Tahun, Wajah Nyaris Disilet tapi Kena Tangan
Pasalnya, Adib mengakatakan, pada dasarnya, setiap manusia ingin diprioritaskan dan dihargai.
Oleh karena itu, Adib menilai, fenomena tersebut terjadi karena mereka ingin mencari penghargaan dan eksistensi diri.
"Jadi dalam rangka mencari penghargaan, dalam rangka mencari eksistensi diri, dalam rangka bahwa apa yang dilakukan itu sesuatu yang wajar-wajar saja, kira-kira seperti itu," ujarnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)