Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tok Tok Tok, Mahkamah Agung Sunat Hukuman Dua Koruptor Proyek Pengadaan e-KTP

Mahkamah Agung (MA) kali ini menyunat hukuman dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menjadi terpidana korupsi proyek e-KTP,

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Tok Tok Tok, Mahkamah Agung Sunat Hukuman Dua Koruptor Proyek Pengadaan e-KTP
Tribunnews.com/Eri Komar Sinaga
Tersangka korupsi KTP Elektronik Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, tiba di KPK, Jakarta, Jumat (21/10/2016). TRIBUNNEWS.COM/ERI KOMAR SINAGA 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sunatan masal hukuman koruptor melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) masih berlanjut.

Mahkamah Agung (MA) kali ini menyunat hukuman dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menjadi terpidana korupsi proyek e-KTP, Irman dan Sugiharto.

"Permohonan PK Pemohon/Terpidana Sugiharto dikabulkan oleh MA dalam tingkat pemeriksaan Peninjauan Kembali," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi, Selasa (29/9/2020).

Dalam amar putusannya, Majelis PK MA menjatuhkan hukuman 10 tahun pidana penjara terhadap Sugiharto yang merupakan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Kemdagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP.

Hukuman tersebut berkurang lima tahun dari putusan Kasasi yang menjatuhkan hukuman 15 tahun pidana penjara terhadap Sugiharto.

Baca: Hasil Liga Inggris, Diogo Jota Cetak Gol Debut di Liverpool, Skuad Juergen Klopp Tumbangkan Arsenal

Sementara hukuman Irman yang merupakan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemdagri sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) hukumannya berkurang dari semula 15 tahun penjara di tingkat kasasi menjadi 12 tahun penjara.

Terdakwa korupsi e-KTP, ?Irman.
Terdakwa korupsi e-KTP, ?Irman. (Tribunnews.com/Theresia Felisiani)
Berita Rekomendasi

Meski masa hukuman pidana penjara dikurangi, Majelis PK MA tetap menjatuhkan hukuman denda terhadap Irman dan Sugiharto yakni sebesar Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan.

Selain itu, Irman dan Sugiharto juga tetap dijatuhi hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebagaimana putusan Kasasi.

Baca: MA Kerap Sunat Hukuman Koruptor, KPK: Citra Buruk bagi Lembaga Peradilan

Untuk Irman, Majelis PK menjatuhkan kewajiban membayar uang pengganti sebesar 500 ribu dolar AS dan Rp1 miliar dikurangi uang yang telah diserahkan Irman kepada KPK sebesar 300 ribu dolar AS subsider 5 tahun pidana.

Sementara Sugiharto diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 450 ribu dolar AS dan Rp460 juta dikurangi uang yang telah disetorkan kepada KPK subsider 2 tahun penjara.

Andi Samsan membeberkan pertimbangan Majelis PK mengabulkan permohonan PK yang diajukan Irman dan Sugiharto serta mengurangi masa hukuman keduanya.

Salah satunya lantaran Irman dan Sugiharto telah ditetapkan KPK sebagai juctice collborator (JC) dalam tindak pidana korupsi sesuai keputusan Pimpinan KPK No. 670/01-55/06-2017tanggal 12 Juni 2017.

Baca: RESMI, KPK Perpanjang Penahanan Bupati Nonaktif Kutai Timur Ismunandar dan Encek Unguria Firgasih

Selain itu, keduanya juga bukan pelaku utama dan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang signifikan terkait perkara korupsi proyek e-KTP.

"Sehingga Penyidik dan Penuntut Umum dapat mengungkap peran pelaku utama dan pelaku lainnya dalam perkara a quo," katanya.

Andi menegaskan, putusan PK Irman dan Sugiharto tersebut merupakan hasil musyawarah Majelis PK yang terdiri dari Hakim Agung Suhadi selaku Ketua Majelis PK serta Hakim Agung Krisna Harahap dan Sri Murwahyuni selaku Anggota Majelis.

Putusan Majelis PK tidak bulat lantaran Hakim Agung Suhadi menyatakan dissenting opinion atau mempunyai pendapat berbeda.

Suhadi menilai Irman dan Sugiharto memiliki  peran penting dalam korupsi proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun karena keduanya merupakan kuasa pengguna anggaran dalam proyek e-KTP.

"Namun demikian putusan PK kedua perkara tersebut hasil musyawarah majelis hakim PK tidak bulat karena Ketua Majelis, Suhadi menyatakan dissenting opinion (DO).

Suhadi menyatakan dissenting opinion karena Terpidana a quo memiliki peran yang menentukan yaitu sebagai kuasa pengguna anggaran," katanya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas