INSA Menegaskan Dukungannya Terhadap Kedaulatan Kapal Berbendera Indonesia
INSA sepenuhnya mendukung RUU Cipta Kerja selama kepentingan sektor pelayaran dalam negeri tetap berdaulat di wilayah NKRI.
Penulis: Hari Darmawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia National Shipowners Association (INSA) menegaskan keinginan pemerintah membuka akses investor asing dalam kepemilikan kapal berbendera Indonesia untuk kegiatan angkutan muatan dalam negeri tidak sejalan dengan Undang-Undang (UU) No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Menurut Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto, keinginan pemerintah ini berpotensi dapat mengakibatkan redupnya kekuatan industri maritim dalam negeri.
Ia menyebutkan, penerapan aturan kapal berbendera merah putih atau asas cabotage ditegaskan dalam Inpres No 5 Tahun 2005 dan Undang-Undang Pelayaran No 17 tahun 2008.
Carmelita menyebutkan, bila asas cabotage coba dibuka maka Indonesia akan kehilangan kekuatàn potensi maritim nasional di sektor pelayaran.
“Ini bukan berarti kita anti asing, tapi harusnya laut dan sumber dayanya dioptimalkan untuk kepentingan nasional dengan perdagangan domestiknya dilayani kapal merah putih," ujar Carmelita dalam keterangannya, Rabu (30/9/2020).
Baca: Betulkan Kapal yang Bocor, Kakak Beradik Malah Tewas Keracunan Karbondioksida di Lampung Kapal
Baca: INSA Harap Jokowi Batasi Masuknya Investasi Asing di Sektor Perkapalan
Ia juga mengungkapkan, bahwa INSA sepenuhnya mendukung RUU Cipta Kerja selama kepentingan sektor pelayaran dalam negeri tetap berdaulat di wilayah NKRI.
Penerapan asas cabotage, menurut Carmelita, juga tidak hanya diterapkan di Indonesia.
Beberapa negara sudah lebih dulu menerapkannya, seperti Amerika, Jepang, Tiongkok dan negara-negara maju lainnya.
Kemudian menurut Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim mengatakan, investasi asing di industri pelayaran tidak sama dengan investasi asing di sektor manufaktur dan infrastruktur yang membawa dana dan membuka lapangan pekerjaan.
"Hal ini mengingat investasi asing di industri pelayaran tidak bisa diartikan sebagai bentuk aliran dana masuk, melainkan hanya berupa pencatatan aset di pembukuan," kata Budhi.
Baca: Nakhoda Kapal Pengangkut Pasir yang Tenggelam di Perairan Sungai Semurut Ditemukan Tak Bernyawa
Baca: Kapal Ikan KM. Mitra XXI Tenggelam, Seluruh Kru Kapal Berhasil Dievakuasi Kapal Patroli KPLP
Menurutnya, kapal sebagai aset bergerak sangat mudah dipindahtangankan dan berganti bendera negara dan keuntungan pelayaran asing juga akan dibawa balik ke negara mereka, yang artinya devisa negara akan lari ke luar negeri.
"Alih-alih mendorong perekonomian nasional dan menyerap tenaga kerja, investasi asing di industri pelayaran justru mengancam lapangan kerja dan ekosistem di industri pelayaran nasional," ujar Budhi.
Atas dasar itu, lanjut Budhi, DPP INSA menilai konsistensi penerapan asas cabotage merupakan harga mati dan bersifat wajib untuk negara.
"Dengan begitu, kedaulatan negara terjaga dan perekonomian nasional dapat terus tumbuh. Tidak hanya terkait dengan devisa, kapal asing yang masuk dikhawatirkan akan berpengaruh pada industri galangan kapal dalam negeri," ujar Budhi.
Ia juga menyebutkan, ketika kapal asing masuk dan memilih menggunakan galangan luar atau miliknya sendiri, artinya ini sebuah kehilangan bagi industri galangan kapal dalam negeri.