Arief Poyuono : Buruh Mogok Otomatis karena Pemberlakuan PSBB Ketat hingga Pembubaran BUMN
Arief juga menyinggung pada pekerja di belasan BUMN yang harus merasakan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan KSPI mencermati tiga dari sepuluh isu dalam RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.
"Dari 10 isu yang disepakati oleh pemerintah dan DPR, KSPI mencermati tiga isu, yaitu PHK, sanksi pidana bagi pengusaha dan TKA dikembalikan sesuai dengan isi UU 13/2003," ujar Said Iqbal melalui keterangan resmi, Senin (5/10/2020).
Said Iqbal dan para buruh meminta ketiga isu tersebut harus diperiksa kembali dan kalimat yang dituangkan ke dalam pasal RUU Cipta Kerja tersebut, apakah merugikan buruh atau tidak.
Baca: Polisi Bakal Bubarkan Buruh yang Datang ke Jakarta Untuk Ikut Demo Tolak RUU Cipta Kerja
Namun demikian, terhadap tujuh hal yang lainnya, buruh Indonesia menolak keras dan tidak menyetujui hasil kesepakatan tersebut.
Ketujuh isi yang telah disepakati pemerintah bersama DPR yang ditolak oleh buruh adalah :
Pertama, UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) bersyarat dan UMSK (Upah Minimum Sektoral Provinsi) dihapus, buruh menolak keras kesepakatan ini.
Menurut Said Iqbal, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Karena UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.
Lebih lanjut, Said Iqbal menilai tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya. Karena kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.
"Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara," terang Said Iqbal.
Oleh karena itu, UMSK dinilai harus tetap ada. Namun jalan tengahnya, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja.
Jadi nantinya UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada keadilan.
Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional.
Di mana keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut.
"Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK," ujar Said Iqbal.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.