RUU Cipta Kerja Disahkan, Pengamat: Perlindungan Bagi Pekerja Semakin Menurun
Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menilai pengesahan RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan amat berisiko.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menilai pengesahan RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan amat berisiko.
Menurutnya, pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam rapat paripurna nanti akan membuat perlindungan terhadap pekerja semakin menurun.
"Saya kira Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk mempercepat proses pengesahan ini walaupun pembahasan yang dilakukan tidak berkualitas dan menyerahkan semuanya kepada Peraturan Pemerintah (PP)," kata Timboel, Senin (5/10/2020).
Baca: Tujuh Alasan Mengapa Omnibus Law RUU Cipta Kerja Layak Ditolak Buruh Menurut KSPI
Timboel menerangkan hasil yang disepakati ini masih belum jelas mengingat banyak hal yang diserahkan ke PP.
Dia mencontoh terkait pasal 66, bahwa anggota Baleg sepakat Pasal 66 UU 13 tahun 2003 tidak diubah tapi diserahkan pengaturannya ke PP.
Baca: Tolak Omnibus Law Cipta Kerja, 2 Juta Buruh Bakal Gelar Mogok Nasional
"Seharusnya isi Pasal 66 tersebut tetap dicantumkan di UU Cipta Kerja sehingga jelas, tidak diintepretasikan lain di PP nantinya. Kalau diserahkan ke PP maka akan terjadi interpretasi subjektif Pemerintah terhadap isi pasal tersebut," terangnya.
Demikian juga dengan PKWT, upah minimum, proses PHK dan kompensasi PHK dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) juga diserahkan ketentuan detailnya ke PP.
"Saya menilai seharusnya norma-norma yang terkait dengan hak konstitusional harus diatur di UU bukan di PP. Hak mendapatkan hidup yang laik, pekerjaan yang laik, dan jaminan sosial yang laik diimplementasikan dalam hubungan kerja (PKWT, outsourcing), upah minimum, proses PHK dan kompensasi PHK serta JKP, sehingga norma-norma tersebut diatur secara jelas di UU," tuturnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan PKWT dan Outsourcing yang dibuka seluas-luasnya akan menyebabkan kepastian kerja akan hilang.
Ke depan, setiap saat pekerja diperhadapkan pada perjanjian kontrak kerja yang tertentu waktunya. Demikian juga dengan dipermudahnya proses PHK maka kepastian kerja akan hilang.
Timboel meyakini hak konstitusional untuk mendapatkan pekerjaan yang laik akan didegradasi oleh UU Cipta Kerja ini.
"Jadi disahkannya RUU Cipta Kerja ini khususnya klaster ketenagakerjaan merugikan pekerja, pengusaha dan Pemerintah. Saya berharap Pemerintah dan DPR berpikir ulang untuk segera mengesahkan RUU ini," urai dia.
Diketahui, DPR dan pemerintah telah menyepakati RUU Cipta Kerja pada tingkat I.
Rencananya akan dibahas untuk disahkan di tingkat II yaitu saat sidang paripurna DPR pada 8 Oktober 2020.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.