Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Sejalan, Ini Momen Fraksi Demokrat yang Walk Out saat Pembahasan RUU Cipta Kerja

Ditemui usai walk out, Benny mengatakan apa yang dilakukan fraksi Partai Demokrat merupakan pertanggungjawaban politik terhadap rakyat.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
zoom-in Tak Sejalan, Ini Momen Fraksi Demokrat yang Walk Out saat Pembahasan RUU Cipta Kerja
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi walk out dilakukan Fraksi Demokrat, setelah Benny K Harman yang merupakan anggota Panja Baleg Fraksi Demokrat silang pendapat dengan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pimpinan rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja, Senin (5/10/2020).

Ditemui usai walk out, Benny mengatakan apa yang dilakukan fraksi Partai Demokrat merupakan pertanggungjawaban politik terhadap rakyat.

Baca: Status Pegawai Kontrak Bisa Seumur Hidup di UU Cipta Kerja? Ini Penjelasannya

Diketahui, fraksi Partai Demokrat sejak awal menolak RUU Cipta Kerja.

"Bahwa kami memihak rakyat, apa yang menjadi harapan rakyat itu yang kami perjuangkan. Bahwa perjuangan kami di legislasi kalah tidak masalah, tapi kami sudah berbuat yang terbaik untuk rakyat kita. Itu yang kita lakukan," kata Benny.

Baca: Serikat Karyawan Garuda Indonesia Tidak Ikut Aksi Mogok Nasional, Ini Alasannya

Menurut Benny, RUU tersebut hanya mementingkan kelompok tertentu saja.

Ia mendorong jika ada pihak yang menolak Omnibus Law Cipta Kerja untuk mengajukan Judicial Review.

"RUU ini sepenuhnya untuk melayani kepentingan dan keserakahan pengusaha-pengusaha yang menurut kami berada di lingkungan oligarki kekuasaan saat ini," ucapnya.

Baca: Beredar Surat Pembatalan Aksi Mogok Nasional, KSPI: Itu Hoaks

BERITA REKOMENDASI

Aksi walk out dilakukan Fraksi Demokrat, setelah Benny K. Harman lantaran silang pendapat dengan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pimpinan rapat paripurna.

Benny meminta waktu untuk menyampaikan pandangannya, sebelum perwakilan pemerintah menyampaikan pandangan akhir terkait RUU Cipta Kerja.

Namun, Azis tidak memberikan kesempatan karena sebelumnya dua perwakilan Fraksi Demokrat sudah menyampaikan pandangannya.

Baca: Politikus PKS: Aneh Kalau Pilkada Tetap Jalan, Unjuk Rasa Omnibus Law Cipta Kerja Dilarang

"Kalau demikian, kami Fraksi Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggungjawab," papar Benny di gedung Nusantara DPR. Setelah Benny bersama perwakilan Fraksi Demokrat lainnya keluar dari jalannya rapat paripurna

Cuti Hamil Tidak Dilarang


Cuti haid dan hamil bagi pekerja tidak dilarang dalam RUU Cipta Kerja yang sebentar lagi akan disahkan dalam rapat paripurna DPR.

"RUU tentang Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan," ujar Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas, Senin (5/10/2020).

Selain itu, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan persaratannya tetap mengikuti aturan dalam UU tentang Ketenagakerjaan. Untuk peningkatan perlindungan kepada pekerja, pemerintah menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"Dengan tidak mengurangi manfaat JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), JKM (Jaminan Kematian), JHT (Jaminan Hari Tua), dan JP (Jaminan Pensiun) yang tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha," ujar Supratman.

RUU Cipta Kerja, kata Supratman, merupakan RUU yang disusun dengan menggunakan metode omnibus law. Terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal, yang berdampak terhadap 1203 Pasal dari 79 UU terkait dan terbagi dalam 7197 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

"Pembahasan DIM dilakukan oleh panitia kerja secara detail, intensif, dan tetap mengedepankan prinsip musyawarah untuk mufakat yang dimulai dari tanggal 20 April sampao 3 Oktober 2020," ujar Supratman.

Selain itu, ada sejumlah poin yang telah disetujui selama pembahasan RUU Cipta Kerja. Beberapa di antaranya terkait pesangon, upah minimum, dan jaminan kehilangan pekerjaan.

Terkait Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), pemerintah dan DPR juga sepakat untuk tetap dijalankan dengan syarat atau kriteria tertentu. UMK juga tetap ada menyesuaikan inflasi dan tidak dikelompokan secara sektoral.

Berbagai serikat pekerja yang merupakan afiliasi global unions federations meminta RUU Cipta Kerja tidak disahkan menjadi undang-undang. Serikat pekerja tersebut di antaranya, FSPM dan FSBMM afiliasi dari The International Union of Food, Agricultural, Hotel, Restaurant, Catering, Tobacco and Allied Workers’ Associations (IUF), SERBUK Indonesia afiliasi dari Building and Wood Worker’s International (BWI), PPIP dan beberapa serikat lain yang merupakan afiliasi dari Public Service International (PSI).

Kemudian, FSP2KI yang merupakan afiliasi IndustriALL Global Union (IndustriAll) dan FBTPI afiliasi dari International Transport Workers’ Federation (ITF). Ketua Umum SERBUK Indonesia Subono mengatakan, pekerjaan baru yang dijanjikan oleh RUU Cipta Kerja bukanlah pekerjaan nyata, tetapi pekerjaan berupah murah dan bersifat sementara.

“Kita tidak dapat pulih secara ekonomi dengan dasar upah murah dan pekerjaan yang tidak terjamin. Hanya pembelanjaan domestik dengan dasar pekerjaan tetap, dan upah layak yang dapat membantu Indonesia pulih dari pandemik,” kata Subono.

Sementara itu, Ketua Umum PPIP PS Kuncoro menyampaikan, jika UU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang, maka berpotensi melanggar tafsir konstitusi, terutama dalam subklaster ketenagalistrikan. Menurutnya, putusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015, tidak digunakan sebagai rujukan pada RUU Cipta Kerja dan mengakibatkan adanya pelanggaran UUD 1945 NRI Pasal 33 ayat (2).

"Tenaga listrik yang merupakan cabang produksi yang penting bagi negara, dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak lagi dikuasai negara, yang ujungnya berpotensi akan mengakibatkan kenaikan tarif listrik ke masyarakat," paparnya.

Oleh karena itu, serikat pekerja tersebut yang mengaku mewakili lebih dari 110 juta anggota di dunia, akan melakukan perlawanan bersama-sama untuk menolak RUU Cipta Kerja dengan menyuarakan lima hal.

1. Menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja pada tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI, apalagi mengesahkannya menjadi undang-undang.

2. Memastikan bahwa UU No 13/2003 tidak boleh diubah atau dikurangi. Kalaupun ada penguatan hanya sebatas pada fungsi pengawasan pelatihan, pendidikan dan sebagainya sehingga akan sesuai dengan kondisi sekarang.

3. Merundingkan kembali dan membuka dialog konstruktif dengan serikat pekerja untuk mencapai dan membahas masalah yang tidak tercakup dalam UU Ketenagakerjaan No.13/2003.

4. Memastikan pasal-pasal di dalam sub-klaster Ketenagalistrikan yang sudah mendapat putusan dari Mahkamah Konstitusi tidak dihidupkan lagi dalam RUU Cipta Kerja.

5. Mendukung agenda buruh Indonesia yang akan melakukan mogok nasional pada tanggal 6, 7, dan 8 Oktober 2020.

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menilai, kehadiran Rancangan Undang Undang Cipta Kerja banyak memangkas dan mempermudah berbagai sektor.

Azis mencontohkan sebelum adanya RUU Cipta Kerja, izin dipakai untuk segala jenis usaha, namun setelah adanya RUU tersebut, perizinan usaha hanya diberikan kepada usaha berisiko tinggi dan berisiko rendah hanya melalui pendaftaran.

"Izin usaha nantinya akan berbeda dengan izin lokasi, nantinya dalam izin lokasi akan dilihat dengan penerapan tata ruang dan terintegrasi dengan izin usaha. Selain itu mengenai Amdal tetap berlaku namun hanya pada usaha beresiko tinggi terhadap lingkungan," kata Azis.

Politikus Partai Golkar itu menegaskan, tidak hanya pada klaster izin usaha saja, RUU Cipta Kerja banyak mengubah pada sisi lingkungan di kawasan hutan.

Di mana sebelumnya kebun rakyat dan korporasi di kawasan hutan dipidana namun dalam Cipta Kerja kebun rakyat di kawasan hutan dibebaskan atas prinsip keterlanjuran dan kebun yang dimiliki korporasi hanya dikenakan denda.

"Tentunya masyarakat yang berada di sekitar hutan saat ini sudah tidak lagi dikenakan pidana, namun masyarakat harus tetap menaati aturan yang berlaku nantinya," ujarnya.

Azis menegaskan, kedepannya RUU Cipta Kerja memberikan kemudahan terhadap proses pemberian sertifikat halal dan dapat dilakukan oleh organisasi Islam dan perguruan tinggi. Serta pelaku usaha UMK tidak dikenakan biaya karena telah ditanggung oleh Pemerintah.

"NU dan Muhammadiyah bisa mengeluarkan sertifikasi namun fatwa tetap dikeluarkan oleh MUI," pungkas Azis. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjawab soal liberalisasi sumber daya alam (SDA) di skema Omnibus Law dalam Undang-undang Cipta Kerja.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah memberikan solusi berupa adanya Bank Tanah untuk reformasi agraria dalam mengatur SDA. "Terkait dengan catatan liberalisasi SDA pemerintah membentuk Bank Tanah, bank untuk reforma agraria, bank untuk revitalisasi dan redistribusi kepada rakyat yang membutuhkan," ujarnya.

Terkait dengan substansi perlindungan tenaga kerja atau buruh sudah dibahas dan dilakukan, membuktikan bahwa kehadiran negara dalam hubungan yang lebih baik.

"Kemudian, bahwa pembahasan yang sangat terbuka melibatkan berbagai pemangku kepentingan meskipun tidak dapat memuaskan semua pihak. Untuk pertama kalinya proses RUU disiarkan secara langsung oleh TV Parlemen dan dipancarkan melalui media digital, media sosial, termasuk YouTube dan bisa diakses oleh semua pihak," kata Airlangga.

Adapun, dia menambahkan, peliputan media atas RUU Cipta Kerja juga telah dimulai sejak pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun lalu.

"Dimulai saat Bapak Presiden pidato tanggal 20 Oktober yang lalu dan tentunya sampai dengan rapat paripurna pada sore hari ini. Kami memandang seluruh fraksi yang ikut serta dalam pengambilan keputusan, termasuk yang telah setuju terhadap hasil pembahasan RUU Cipta Kerja pada tanggal 3 Oktober, untuk itu kami menghargai pembahasan tersebut," ujar Airlangga.

Airlangga Hartarto juga mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja sebelumnya telah menyepakati bahwa UU ini dapat memberikan manfaat kepada semuanya.

"Semua masyarakat, pemerintah, pekerja, pengusaha, dan berbagai manfaat tersebut tertuang dalam rumusan 186 pasal dan 15 bab. Antara lain khusus untuk keberpihakan kepada dukungan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)" ujarnya.

Airlangga menjelaskan, nantinya melalui UU Cipta Kerja, para pelaku UMKM dalam proses perizinan hanya melalui pendaftaran saja.

Kemudian, dukungan untuk koperasi yakni berupa kemudahan dalam pendirian dengan minimal 9 orang, diberikan keluasan untuk melaksanakan prinsip usaha syariah, serta dapat memanfaatkan teknologi di dalamnya.

Sementara itu, terkait dengan sertifikasi halal, pemerintah menanggung biaya sertifikasi untuk pelaku usaha menengah dan kecil.

"Dilakukan percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal, memperluas lembaga pemeriksa halal yang dapat dilakukan oleh ormas Islam dan perguruan tinggi negeri," kata Airlangga.

Selanjutnya, mengenai keterlanjuran perkebunan masyarakat di hutan, mereka diberikan izin atau legalitas untuk pemanfaatannya. Pemanfaatan keterlanjuran lahan di dalam kawasan hutan, di mana untuk masyarakat yang berada di kawasan konservasi tetap dapat memanfaatkan hasil perkebunan dengan pengawasan dari pemerintah.

Selain itu, lanjut Airlangga, untuk nelayan yang sebelumnya proses perizinan kapal ikan melalui beberapa instansi maka dengan UU ini cukup diproses di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Adapun dari sisi perumahan, dia menambahkan, backlog perumahan masyarakat dalam UU ini akan dipercepat dan diperbanyak.

"Perbanyak pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah yang dikelola oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan," pungkasnya.(Tribun Network/mam/sen/van/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas