Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Guru Besar Hukum UGM Nilai UU Cipta Kerja Bakal Jadi 'Macan Kertas'

Eddy Hiariej mengatakan Undang-undang berpotensi diuji materi ke Mahkamah Konstitusi karena memiliki beberapa kelemahan.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Guru Besar Hukum UGM Nilai UU Cipta Kerja Bakal Jadi 'Macan Kertas'
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ratusan buruh mengenakan payung melakukan unjuk rasa menutup ruas jalan di depan gerbang masuk Balai Kota Bandung di Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Selasa (6/10/2020). Aksi ini dilakukan dalam rangka menolak Rancangan UU (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena dinilai merugikan buruh dan mengabaikan Hak Asasi Manusia (HAM). Unjuk rasa menolak omnibus law juga dilakukan serentak di seluruh kota di Indonesia, bahkan sebagian buruh di beberapa kota akan melakukan aksi mogok kerja nasional dari 6 hingga 8 Oktober 2020. (TRIBYN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Hiariej mengatakan Undang-undang berpotensi diuji materi ke Mahkamah Konstitusi karena memiliki beberapa kelemahan.

"Sudah saya katakan juga bahwa ini satu, sangat rentan untuk menjadi materi uji ke Mahkamah Konstitusi," kata Eddy dalam konferensi pers daring, Rabu (7/10/2020).

Selain itu, Eddy mengatakan UU Cipta Kerja berpotensi hanya menjadi "macan kertas".

Pasalnya, undang-undang ini tidak memiliki sanksi yang efektif.

Baca: Politikus Gerindra: UU Cipta Kerja Tidak Sempurna Tapi Tak Seburuk Narasi di Medsos

Eddy mengatakan UU Cipta Kerja tidak sesuai prinsip titulus et lex rubrica et lex yang berarti isi dari suatu pasal itu harus sesuai dengan judul babnya.

"Dia (UU Cipta Kerja) bisa sebagai macan kertas. Artinya apa? artinya sanksi pidana dan sanksi-sanksi lainnya bisa jadi dia tidak bisa berlaku efektif," kata Eddy.

"Saya melihat dalam RUU Cipta Kerja itu ada sanksi pidana di dalamnya tetapi di atas tertulisnya adalah sanksi administrasi. Padahal sanksi administrasi dan sanksi pidana itu adalah dua hal yang berbeda secara prinsip. Jadi judulnya sanksi administrasi sementara di bawahnya itu sanksi pidana isinya," tambah Eddy.

Berita Rekomendasi

Selain itu, Eddy mengatakan sanksi di dalam UU Cipta Kerja hanya mengambil dari aturan yang sudah ada.

Meski dalam penerapan pasal satu dengan yang lain menggunakan stelsel pemidanaan yang berbeda.

Menurut Eddy, hal ini dapat berakibat pada perbedaan putusan hakim saat menggunakan UU Cipta Kerja.

"Penggunaan stelsel pemidanaan yang berbeda ini, dia berdampak serius terhadap penegakan hukum apabila terjadi pelanggaran. Maka ini amat sangat mungkin terjadi disparitas pidana dalam putusan hakim karena perbedaan stelsel pemidanaan," ucap Eddy.

Eddy mengatakan terdapat kesalahan konsep penegakan hukum di dalam UU Cipta Kerja.

Terutama terkait pertanggungjawaban korporasi ketika melanggar undang-undang ini.

Di dalam undang-undang ini, Eddy mengatakan pertanggungjawaban koorporasi dalam konteks administrasi atau perdata.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas