Surat Pinangki, Pakar Hukum : Tidak Ada Relevansi Hadirkan Jaksa Agung di Persidangan
Pakar Hukum Indriyanto Seno Adji mengatakan dengan adanya surat terbuka dari Pinangki maka tidak ada relevansi lagi menghadirkan Jaksa Agung di sidang
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari, menyampaikan permintaan maaf kepada mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin karena nama keduanya masuk dalam dakwaan jaksa atas gratifikasi dari Djoko Tjandra.
Hal itu disampaikan lewat selembar surat yang dibagikan kepada wartawan dalam sidang eksepsei (nota keberatan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (30/9/2020) lalu.
Dalam surat surat tersebut Pinangki mengaku menyesal kedua petinggi itu masuk dalam surat dakwaan, meskipun dirinya mengaku tidak pernah sekalipun menyebut nama mereka berdua selama proses penyidikan hingga penuntutan kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menyatakan dengan pengakuan Jaksa Pinangki melalui surat terbuka kepada publik menunjukan sudah tidak ada relevansinya lagi untuk memeriksa atau menghadirkan Jaksa Agung ST Burhanuddin di persidangan Pinangki, sebab tidak didukung oleh bukti yang kuat.
“Saat proses penyidikan, para penyidik menilai bahwa tidak ada akurasi keterangan tersangka yang kaitkan keterlibatan Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung, karena itu tidak ada relevansinya menghadirkan Jaksa Agung dan (ex) Ketua MA di persidangan. Cuitan Tersangka tidak didukung kekuatan alat bukti lainnya tentang keterlibatan JA dan ex Ketua MA,” ujar Indriyanto kepada Tribunnews.com, Rabu (7/10/2020).
Baca: Praperadilan Irjen Napoleon Ditolak, Sidang Jaksa Pinangki Ditunda, Djoko Tjandra Segera Disidang
Baca: 40 Pegawai PN Jakpus Positif Covid-19, Sidang Kasus Jaksa Pinangki Tertunda
Indriyanto menambahkan, pernyataan yang ditulis oleh Pinangki itu bersifat pelengkap dalam proses pengadilan.
Untuk itu, Pinangki harus menyatakan secara terbuka saat persidangan kembali digelar agar dapat menjadi pertimbangan bagi pengambilan keputusan.
“Pernyataan tertulis ini hanya bersifat supplementary statement (pelengkap) saja, karena proses hukum sudah berjalan di Pengadilan, dan kekuatan pembuktiannya bila tersangka nyatakan secara terbuka di Pengadilan yang bisa menjadi pertimbangan hukum bagi pengadilan,” tuturnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan komitmen pihaknya sudah terbuka dan transparan dalam menangani kasus Pinangki.
Ia juga mengaku tidak pernah berbicara apapun kepada penyidik yang menjalankan tugas, menghalang-halangi atau melakukan intervensi.
Komitmen Jaksa Agung dapat terlihat dengan tidak melarang namanya muncul dalam dakwaan terdakwa Pinangki yang terungkap saat sidang perdana pembacaan dakwaan di persidangan.
Menurut Indriyanto, komitmen dan keterbukaan yang dilakukan orang nomor satu di Korps Adhyaksa itu harus diapresiasi dan menjadi contoh bagi penegakan hukum di Indonesia.
“Komitmen Jaksa Agung yang dinyatakan secara terbuka dan transparan perlu diapresiasi dan komitmen Jaksa Agung ini menjadi contoh bagi penegakan hukum yang berbasis Due Process of Law dan tidak ada penegakan hukum yang diskriminatif dan beyond the law," katanya.
Sebagaimana diketahui, Pinangki merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa ke MA untuk Djoko Tjandra.