Arti Bank Tanah, Poin yang Disebut Presiden Jokowi Terkait UU Cipta Kerja
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Bank Tanah saat memberikan keterangan terkait UU Cipta Kerja, Lalu apakah arti Bank Tanah serta manfaatnya?
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Bank Tanah saat memberikan keterangan terkait Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Jokowi menyampaikan kehadiran hingga fungsi dari Bank Tanah yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
Demikian disinggung Jokowi saat memberikan keterangan pers terkait Undang-Undang Cipta Kerja di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (9/10/2020).
Bank Tanah menjadi satu di antara bahasan Jokowi dari beberapa poin yang dianggap kontroversial oleh berbagai kalangan.
Bahkan buruh hingga mahasiswa melakukan unjuk rasa untuk menolak pengesahan UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan.
Lalu apakah arti Bank Tanah serta manfaatnya bagi masyarakat?
Baca: Kapolri Diminta Berikan Sanksi ke Oknum Polisi yang Lakukan Kekerasan terhadap Jurnalis
Sebagaimana diberitakan, Jokowi menyampaikan keberadaan Bank Tanah terkait UU Cipta Kerja.
Disebutnya bahwa Bank tanah sangat penting menjamin masyarakat terhadap kepemilikan tanah dan kepemilikan lahan.
Ini kata Presiden Jokowi:
"Bank Tanah ini diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan serta reforma agraria
Ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan, dan kita selama ini tidak memiliki Bank Tanah."
Diberitakan Kompas.com, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil, bahwa Kementerian ATR/BPN berperan mengumpulkan tanah kemudian dibagikan kembali atau restribusi kepada masyarakat dengan pengaturan ketat.
"Bank tanah merupakan istilah standar yang berlaku di dunia internasional. Bank tanah ini juga memungkinkan kita, negara, memberikan tanah untuk rumah rakyat di perkotaan dengan harga yang sangat murah bahkan gratis," kata Sofyan saat konferensi pers bersama UU Cipta Kerja, Rabu (7/10/2020).
Adapun ketentuan mengenai bank tanah tertuang dalam 10 Pasal UU Cipta Kerja yakni, Pasal 125 hingga 135.
Pasal 125 memuat penjelasan beserta fungsi yang akan dijalankan oleh bank tanah.
Lalu, Pasal 126 menjelaskan sifat bank tanah yang menjamin ketersediaan tanah untuk masyarakat.
Kemudian, Pasal 127 menyebutkan bahwa badan bank tanah akan melaksanakan tugas dan wewenang yang bersifat transparan, akuntabel, dan non profit.
Pasal 128-129 memuat ketentuan sumber kekaayaan badan bank tanah, pengelolaan hak atas tanah, serta organisasi badan bank tanah.
Sementara Pasal 130-135 memuat penjelasan dari masing-masing organisasi pada badan bank tanah.
Berikut ini isi Pasal 125-135 dalam UU Cipta Kerja tentang Bank Tanah:
Pasal 125
(1) Pemerintah Pusat membentuk badan bank tanah,
(2) Badan bank tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan khusus yang mengelola tanah,
(3) Kekayaan badan bank tanah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan,
(4) Badan bank tanah berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah.
Pasal 126
(1) Badan bank tanah menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan, untuk:
a. kepentingan umum;
b. kepentingan sosial;
c. kepentingan pembangunan nasional;
d. pemerataan ekonomi;
e. konsolidasi lahan; dan
f. reforma agraria
(2) Ketersediaan tanah untuk reforma agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari tanah negara yang diperuntukkan untuk bank tanah.
Pasal 127
Badan bank tanah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat transparan, akuntabel, dan non profit.
Pasal 128 Sumber kekayaan badan bank tanah dapat berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Pendapatan sendiri;
c. Penyertaan modal negara; dan
d. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 129
(1) Tanah yang dikelola badan bank tanah diberikan hak pengelolaan.
(2) Hak atas tanah di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
(3) Jangka waktu hak guna bangunan di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan perpanjangan dan pembaharuan hak apabila sudah digunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
(4) Dalam rangka mendukung investasi, pemegang hak pengelolaan badan bank tanah diberikan kewenangan untuk:
a. melakukan penyusunan rencana induk;
b. membantu memberikan kemudahan Perizinan Berusaha/persetujuan;
c. melakukan pengadaan tanah; dan d. menentukan tarif pelayanan.
(5) Penggunaan dan/atau pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah Pusat melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 130
Badan bank tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 terdiri atas:
a. Komite;
b. Dewan Pengawas; dan
c. Badan Pelaksana.
Pasal 131
(1) Komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 huruf a diketuai oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan dan beranggotakan para menteri dan kepala yang terkait.
(2) Ketua dan anggota Komite ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan usulan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.
Pasal 132
(1) Dewan Pengawas berjumlah paling banyak 7 (tujuh) orang terdiri dari 4 (empat) orang unsur profesional dan 3 (tiga) orang yang dipilih oleh Pemerintah Pusat.
(2) Terhadap calon unsur profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan proses seleksi oleh Pemerintah Pusat yang selanjutnya disampaikan ke DPR untuk dipilih dan disetujui.
(3) Calon unsur profesional yang diajukan ke DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit 2 (dua) kali jumlah yang dibutuhkan.
Pasal 133
(1) Badan Pelaksana terdiri dari Kepala dan Deputi.
(2) Jumlah Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Komite.
(3) Kepala dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Komite.
(4) Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh Dewan Pengawas.
Pasal 134
Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite, Dewan Pengawas, dan Badan Pelaksana diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 135
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan badan bank tanah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bantah Presiden
Diberitakan Tribunnews.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan keterangan pers terkait Undang-Undang Cipta Kerja di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (9/10/2020).
Diketahui, UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI, Senin (5/10/2020) mengundang reaksi publik dalam bentuk demonstrasi yang terjadi sejumlah wilayah di Indonesia.
Demostrasi yang dilakukan buruh dan mahasiwa tersebut menyuarakan menolak UU Cipta Kerja.
Bahkan unjuk rasa di sejumlah daerah berakhir ricuh, karena diduga ada yang menunggangi.
Baca: UU Cipta Kerja Sudah Disahkan DPR, Apa Rencana Jokowi Selanjutnya?
Terkait banyaknya kritikan dan adanya unjuk rasa terkait UU Cipta Kerja tersebut, Presiden Jokowi memberikan penjelasan
Dalam video berdurasi sekitar 12 menit, Jokowi memberikan penjelasan dan menegaskan sikap pemerintah terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Berikut keterangan lengkap Presiden Jokowi terkait UU Cipta Kerja;
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bapak ibu saudara-saudara sebangsa dan setanah air, pagi tadi saya sudah memimpin rapat terbatas secara virtual tentang undang-undang Cipta Kerja bersama jajaran pemerintah dan para gubernur.
Dalam Undang-Undang tersebut terdapat 11 klaster yang secara umum persetujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transportasi ekonomi.
Adapun klaster tersebut adalah urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan ketenagakerjaan, urusan pengadaan lahan, urusan kemudahan berusaha, urusan dukungan riset dan inovasi, urusan administrasi pemerintahan, urusan pengenaan sanksi, urusan kemudahaan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.
Dalam rapat terbatas tersebut saya tegaskan kenapa kita membutuhkan undang-undang Cipta Kerja?
Pertama, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda, yang masuk ke pasar kerja. Sehingga, kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat-sangat mendesak.
Apalagi di tengah pandemi, terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19.
Dan sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, dimana 39 persen berpendidikan sekolah dasar, sehingga perlu mendorong lapangan pekerjaan baru, khususnya di sektor padat karya.
Jadi Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi cara pecari kerja serta para pengangguran.
Kedua, dengan undang-undang Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat khususnya Usaha Mikro Kecil untuk membuka usaha baru.
Regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit dipangkas, perizinan usaha untuk Usaha Mikro Kecil (UMK) tidak diperlukan lagi, hanya pendaftaran saja. Sangat simpel.
Pembentukan PT atau Perseroan Terbatas juga dipermudah tidak ada lagi pembatasan modal minimum.
Pembentukan koperasi juga dipermudah, jumlahnya hanya 9 orang saja, koperasi sudah bisa dibentuk.
Kita harapkan akan semakin banyak koperasi-koperasi di tanah air.
UMK Usaha Mikro Kecil yang bergerak di sektor makanan dan minuman sertifikasi halalnya dibiayai pemerintah. Artinya gratis.
Ijin kapal nelayan penangkap ikan misalnya, hanya ke unit kerja kementerian KKP saja. Kalau sebelumnya harus mengajukan ke Kementerian KKP, Kementerian Perhubungan, dan instansi-instansi yang lain, sekarang ini cukup dari unit di Kementerian KKP saja.
Ketiga, Undang-Undang Cipta Kerja ini akan mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Ini jelas karena dengan menyederhanakan, dengan memotong, dengan mengintegrasikan ke dalam sistem secara elektronik, maka pungutan liar (Pungli) dapat dihilangkan.
Namun, saya melihat adanya unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai subtansi dari Undang-Undang ini dan hoaks di media sosial.
Saya ambil contoh, ada informasi yang menyebut tentang penghapusan UMP (Upah Minimum Provinsi, UMK (Upah Minimum Kota/ Kabupaten), UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi). Hal ini tidak benar, karena faktanya Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada.
Ada juga yang menyebut Upah Minimum dihitung per jam. Ini juga tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil.
Kemudian adanya kabar yang menyebutkan semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan, dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan juga ini tidak benar, hak cuti, tetap ada dan dijamin.
Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak, ini juga tidak benar. Yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.
Kemudian juga pertanyaan mengenai benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang, yang benar jaminan sosial tetap ada.
Yang sering diberitakan tidak benar adalah mengenai dihapusnya AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Itu juga tidak benar. AMDAL tetap ada bagi industri besar harus studi AMDAL yang ketat. Tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.
Ada juga berita mengenai Undang-Undang Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan. Ini juga tidak benar karena yang diatur hanya pendidikan formal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Sedangkan pendidikan tidak diatur dalam undang-undang ini, apalagi perizinan untuk pendidikan di pondok pesantren, itu sama sekali tidak diatur di dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku.
Kemudian diberitakan, bahwa keberadaan Bank Tanah. Bank Tanah ini diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan serta reforma agraria.
Ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan, dan kita selama ini tidak memiliki Bank Tanah.
Saya tegaskan lagi bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak ada.
Perizinan berusaha dan pengawasan tetap dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) yang ditetapkan pemerintah pusat.
Ini agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh daerah dan penetapan NSPK ini dapat nanti akan diatur dalam PP atau Peraturan Pemerintah.
Selain itu, kewenangan perizinian atau non perizinan berusaha tetap ada di Pemda sehingga tidak ada perubahan bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis, dan prosedur berusaha di daerah.
Dan perizinan berusaha di daerah diberikan batas waktu, ini yang penting di sini, jadi ada service level of agreements, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati.
Saya perlu tegaskan juga Undang-Undang Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (Perpres). Jadi setelah ini akan muncul PP dan Perpres yang akan kita selesaikan paling lambat 3 bulan setelah diundangkan.
Kita pemerintah membuka dan mengundang masukan-masukan dari masyarakat dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan-masukan dari daerah-daerah.
Pemerintah berkeyakinan melalui Undang-Undang Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupannya bagi keluarga mereka.
Dan kalau masih ada ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ini silahkan mengajukan uji materi atau Judical Review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sistem ketatanegaan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silahkan diajukan uji materi ke MK.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.
Terima kasih
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Adi Suhendi/Kompas.com/ Suhaiela Bahfein)