Komisi II DPR Ungkap Dampak yang Timbul Setelah IMB Dihapus di UU Cipta Kerja
Undang-Undang Cipta Kerja menghapus izin mendirikan bangunan (IMB), yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Bangunan Gedung.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Cipta Kerja menghapus izin mendirikan bangunan (IMB), yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Bangunan Gedung.
Anggota Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin mengatakan, Pasal 24 angka 3 dalam UU Cipta Kerja mengubah isi dari Pasal 6 UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang salah satunya menghapus IMB.
"Dengan beleid baru ini, maka masyarakat akan lebih dimudahkan dalam mendirikan bangunan, karena tidak lagi harus mendapatkan IMB terlebih dahulu. Tentu saja ini sangat efesien dari segi waktu dan biaya," kata Zulfikar saat dihubungi Tribun, Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Baca juga: LPSK Persilakan Korban Kekerasan Demonstrasi UU Cipta Kerja Ajukan Perlindungan
Menurutnya, penghapusan IMB tentu memiliki dampak yang ditimbulkan ke depannya, karena selama ini izin tersebut menjadi kewenangan pemerintah daerah (Pemda).
Dampak pertama, kata Zulfikar, bagaimana mekanisme pengawasan tentang pendirian bangunan yang harus sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di wilayah tersebut, karena selama ini terjadi banyak pelanggaran di lapangan terkait hal tersebut.
Kedua, Pemda yang memiliki Peraturan Daerah terkait RDTR sampai saat ini baru ada 53 daerah di seluruh Indonesia.
"Tentu ini akan menyulitkan bagi masyarakat yang akan membuat bangunan. Apa pedoman yang akan mereka gunakan bila IMB tidak ada lagi dan RDTT tidak ada," paparnya.
Baca juga: Pemerintah Akan Hapus 7 Aturan dalam Pasal IMB, Ini Rinciannya
"Ketiga, Pemda akan kehilangan pemasukan keuangan yang selama ini di dapatkan dari IMB. Bila pemasukan berkurang tentu saja proses pembangunan di daerah pun bisa terganggu," sambung politikus Golkar itu.
Melihat kondisi tersebut, Zulfikar meminta pemerintah pusat harus lebih tegas kepada Pemda, untuk segera membuat RDTR di wilayahnya masing-masing.
"Dalam perencanaan dan pembahasan RDTR tersebut, harus dilakukan secara terbuka dan partisipatoris, demi pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta good and clean government," tuturnya.
Selain itu, pemerintah pusat juga harus memikirkan bagaimana mengganti pemasukan kas daerah yang hilang karena IMB dihapuskan.
Misalnya, memperluas objek pajak dan restribusi di daerah, atau menambah besaran pajak dan retribusi yang dipungut.
"Ini penting agar kemampuan daerah membiayai kegiatan rutin dan pembangunan makin meningkat," ucanya.