Polisi Sebut Anggota KAMI Medan JG Ingin Ada Kerusuhan Seperti 1998, Molotov Disita dari Rumahnya
Anggota KAMI Medan berinisial JG yang ditangkap karena menyebarkan pesan provokatif dan kebencian di WhatsApp Group KAMI.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mengungkap peran seorang anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan berinisial JG yang ditangkap karena menyebarkan pesan provokatif dan kebencian di WhatsApp Group KAMI.
Diketahui, Bareskrim Polri menangkap 4 orang jejaring Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan.
Keempat tersangka adalah KA, JG, NZ dan WRP.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebut tersangka JG menulis terkait pelemparan batu dan molotov di WA Grup KAMI Medan.
Dia juga menyampaikan keinginan adanya kerusuhan 1998 di grup WA tersebut.
Baca juga: Ketua KAMI Medan Ditangkap karena Sebarkan Gambar Gedung DPR RI Sebagai Sarang Setan di Grup WA
"Tersangka JG ini dalam WAG tadi menulis batu kena satu orang, bom molotov membakar 10 orang dan bensin berjajaran. Juga buat skenario seperti 1998 kemudian penjarahan toko china dan rumah-rumahnya, kemudian preman diikutkan untuk menjarah," kata Argo di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Menurut Argo, kata-kata itu yang menjadi bukti penangkapan terhadap JG.
Saat digeledah, rumah JG juga diketahui ditemukan molotov hingga pylox.
Baca juga: LENGKAP, Inilah Peran dan Kesalahan 3 Deklarator KAMI Menurut Polisi Sehingga Mereka Ditangkap
"Makanya kita dapatkan bom molotov-nya ini. Sama pylox untuk membuat tulisan, ada bom molotov. Untuk apa? Melempar, tadi saya sampaikan fasilitas. Mobil ini dilempar sehingga bisa terbakar," ungkapnya.
Selanjutnya, anggota KAMI lainnya berinisial NZ ditangkap karena menuliskan tulisan tentang kebencian di grup WhatsApp tersebut yaitu perang pemerintah dan Tiongkok.
Baca juga: Presidium KAMI: Polisi Tangkapi Para Aktivis Seperti Menangani Teroris
Selain itu, anggota berinisial WRP menuliskan terkait pembawaan bom molotov di grup WA KAMI Medan tersebut. Argo menuturkan ucapan itu bersifat penghasutan yang membuat aksi demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja ricuh.
"Ada beberapa yang sudah dievaluasi tim cyber crime. Contoh juga gedung DPR Sumatera Utara sampai rusak. Ini salah satu gedungnya saja," tandasnya.
Dalam kasus ini, seluruh anggota KAMI Medan dijerat pasal 28 ayat 2 juncto 45A ayat 2 UU ITE. Selain itu, tersangka juga dijerat dengan pasal 160 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun.
7 Petisi Sikapi Penangkapan Petinggi KAMI
Sejumlah tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) membacakan petisi yang ditujukkan kepada Kapolri Jenderal Pol Idham Azis di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10/2020) siang.
Petisi itu salah satunya berisikan protes penangkapan terhadap tokoh-tokoh KAMI yang dilakukan Bareskrim Polri.
Petisi itu secara simbolis dibacakan Presidium KAMI Rochmat Wahab.
"Kami datang ke sini dalam komposisi lengkap, baik presidium, eksekutif, maupun deklarator. KAMI adalah organisasi yang memegang teguh konstitusi dan menjunjung tinggi moral, untuk itu kami datang ke sini untuk menyampaikan petisi kepada bapak Kapolri," kata Presidium KAMI Gatot Nurmantyo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2020).
Baca juga: Ditolak Jenguk Tokoh KAMI, Gatot Nurmantyo Cs Sempat Cekcok Mulut Dengan Polisi
Gatot mengharapkan Polri dapat memegang teguh prinsip dan mengawal hukum secara berkeadilan.
Ia mengharapkan Polri bisa menjadi contoh dan tauladan terhadap penegakan hukum di Indonesia.
"Kalau ada kekurangan-kekurangan kewajiban kami sebagai warga negara menyampaikan pendapat-pendapat dalam petisi ini, berkaitan dengan saudara-saudara kami yang ditahan. Bukan hanya yang dari KAMI, termasuk yang lain-lainnya yang ditahan," tandasnya.
Dalam petisi itu, ada tujuh poin yang berisikan kritikan dan harapan KAMI terhadap Kapolri, sebagai berikut:
1. KAMI menyesalkan dan memprotes penangkapan tersebut sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Penangkapan mereka, khususnya Dr. Syahganda Nainggolan, jika dilihat dari dimensi waktu dasar Laporan Polisi dan keluarnya Sprindik pada hari yang sama jelas aneh atau tidak lazim dan menyalahi prosedur. Lebih lagi jika dikaitkan dengan KUHAP Pasal 17 tentang perlu adanya minimal dua barang bukti, dan UU ITE Pasal 45 terkait frasa "dapat menimbulkan" maka penangkapan para Tokoh KAMI patut diyakini mengandung tujuan politis.
2. Proses penangkapan para pejuang KAMI, sangat dipaksakan, tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, bahkan terlihat seperti menangani teroris. Penangkapan Moh Jumhur Hidayat, yang sehari sebelumnya menjalani operasi batu empedu di rumah sakit, sebagai orang mantan pejabat tinggi yang pernah berjasa besar pada negara, jelas sangat berlebihan dan di luar batas prikemanusiaan.
Baca juga: Din Syamsuddin Perjuangkan Tokoh KAMI dan Aktivis yang Ditangkap Untuk Bisa Dibebaskan
3. Pengumuman pers Mabes Polri oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono tentang penangkapan tersebut KAMI nilai:
A) Mengandung nuansa pembentukan opini (framing). Melakukan generalisasi dengan penisbatan kelembagaan yang bersifat tendensius.
B) Bersifat prematur yaitu mengungkapkan kesimpulan dari proses pemeriksaan yang masih berlangsung.
4. Semua hal di atas, termasuk membuka nama dan identitas seseorang yang ditangkap, menunjukkan bahwa Polri tidak menegakkan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang seyogyanya harus ditegakkan oleh lembaga penegak hukum/Polri.
5. KAMI menegaskan bahwa ada indikasi kuat handphone beberapa Tokoh KAMI dalam hari-hari terakhir ini diretas/dikendalikan oleh pihak tertentu sehingga besar kemungkinan disadap atau "digandakan" (dikloning). Hal demikian sering dialami oleh para aktifis yang kritis terhadap kekuasaan negara, termasuk oleh beberapa Tokoh KAMI. Sebagai akibatnya, "bukti percakapan" yang ada sering bersifat artifisial dan absurd.
6. KAMI menolak secara kategoris penisbatan atau pengaitan tindakan anarkis dalam unjuk rasa kaum buruh, mahasiswa dan belajar dengan Organisasi KAMI. KAMI mendukung mogok nasional dan unjuk rasa kaum buruh sebagal bentuk penunaian hak konstitusional, tapi KAMI secara kelembagaan belum ikut serta, kecuali memberi kebebasan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan membantu pengunjuk rasa atas dasar kemanusiaan.
Baca juga: Gatot Nurmantyo dan Din Syamsuddin Minta Polisi Bebaskan Tokoh KAMI
Polri justru diminta untuk mengusut adanya indikasi keterlibatan pelaku profesional yang menyelusup ke dalam barisan pengunjuk rasa dan melakukan tindakan anarkis termasuk pembakaran (sebagaimana diberitakan oleh media sosial).
7. KAMI meminta Polri membebaskan para Tokoh KAMI dan korban lainnya yang sengaja dijerat mengunakan UU ITE yang banyak mengandung "pasal pasal karet" dan patut dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi dan konstitusi yang memberi kebebasan berbicara dan berpendapat kepada rakyat warga negara.
Kalaupun UU ITE tersebut mau diterapkan, maka Polri harus berkeadilan yaitu tidak hanya membidik KAMI dan pihak lain yang dianggap melawan pemerintah saja sementara banyak pihak di media sosial yang mengumbar ujaran kebencian yang berdimensi SARA tapi Polri berdiam diri.