Kritik Soal Mobil Dinas KPK, Abraham Samad: Ini Masa Pandemi Bos, Firli Belum Komentar
Empat eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melontarkan kritik pedas pada Ketua KPK Firli Bahuri soal pengadaan mobil dinas miliaran rupiah.
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Empat eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melontarkan kritik pedas pada Ketua KPK Firli Bahuri soal pengadaan mobil dinas.
Usulan pengadaan mobil dinas bagi pimpinan, dewan pengawas, dan pejabat struktural di KPK sudah disetujui Komisi III DPR RI.
Belum selesai soal polemik mobil dinas yang menuai kritik, ternyata KPK juga mengajukan pengadaan bus operasional antar jemput pegawai.
"Untuk anggaran 2021 ada juga usulan untuk bus operasional jemputan pegawai," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (16/10/2020).
Baca juga: KPK Tinjau Ulang Rencana Pengadaan Mobil Dinas Pimpinan Setelah Dikritik Publik
Berbeda dengan usulan mobil dinas yang sudah disetujui Komisi III DPR, untuk bus operasional pegawai masih dalam tahap pembahasan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Sebagaimana diketahui pengadaan mobil dinas tersebut diusulkan tahun 2020 dan masuk ke dalam anggaran KPK tahun 2021.
Berdasarkan informasi, mobil dinas untuk ketua KPK dianggarkan sebesar Rp 1,45 miliar.
Sedangkan untuk keempat wakil ketua KPK dianggarkan masing-masing Rp1 miliar dengan spesifikasi di atas 3.500 cc.
Sementara itu mobil untuk lima dewan pengawas KPK, masing-masing dianggarkan Rp702 juta sehingga totalnya Rp3,5 miliar lebih.
Anggaran mobil Rp702 juta itu juga disiapkan untuk enam pejabat eselon I KPK.
Baca juga: Tahun Depan Para Pejabat KPK Dapat Mobil Dinas, Apa enggak Nyesal ke Luar dari KPK Feb?
Dewas tolak mobil dinas
Dewan Pengawas KPK dengan tegas telah menolak mobil dinas tersebut.
Mereka mengklaim tidak tahu soal asal-muasal pengusulan mobil dinas.
Sementara, kelima pimpinan KPK belum juga memberikan respons soal anggaran KPK 2021 yang sebagian diperuntukan untuk pengadaan mobil dinas.
Berikut kritikan pedas eks pimpinan KPK soal pengadaan mobil dinas :
1. Abraham Samad (AS)
Abraham Samad (53), Ketua KPK periode III (2011-2015), menyebutkan selama 4 tahun menjabat dia hanya mengendari mobil MPV jenis Innova.
“Saya lanjutkan mobil dinas periode sebelumnya,” kata Abraham kepada Tribun Batam, Jumat (16/10/2020), menanggapi pertanyaan Tribun, terkait kontroversi mobil dinas pimpinan KPK periode ke-6 tahun 2019-2023.
Ketua KPK sebelum periode Abraham adalah M. Busyro Muqoddas (2010-2011).
Di periode transisi ini ada Chandra M Hamzah, Mochammad Jasin, dan Haryono Umar.
Tiga Ketua periode sebelum Abraham adalah yang pertama Taufiqrahman Ruki Oeriode 2003–2007 dan Antasari Azhar Periode 2007–2011.
Di masa awal KPK dan minimnya anggaran, mobil dinas juga masih dibawah harga Rp500 juta.
Abraham hanya tertawa kecil dan tak banyak komentar soal anggaran pengadaan mobil dinas KPK pimpinan jenderal polisi Firli Bahuri ini.
“Ini masa pandemi Bos. Aneh dan mengusik rasa keadilan kita. Tak empatilah.” ujar pria kelahiran Makassar ini.
Dari situs resmi agen tunggal pemegang merek (ATPM) Toyota, harga Innova di tahun 2011 - 2015 berkisar Rp350 juta.
Saat ini, harganya Innova serial atas, di kisaran Rp 370 juta hingga Rp420 juta.
2. Laode M Syarif (LMS)
Eks Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif ikut menyoroti pengadaan mobil dinas bagi komisioner lembaga antirasuah jilid V.
Menurut Syarif, meski KPK telah beralih statusnya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tetapi harus tetap menjunjung nilai-nilai luhur komisi antikorupsi yang independen dan menerapkan kesederhanaan.
Terlebih, ditegaskannya, saat ini perekonomian Indonesia tengah terguncang akibat pandemi Covid-19.
"Pimpinan KPK dan seluruh jajarannya harus berempati pada kondisi bangsa yang orang miskinnya masih mencapai 20 jutaan dan penambahan kemiskinan baru akibat Covid-19 yang menurut BPS sebanyak 26,42 juta sehingga kurang pantas untuk meminta fasilitas negara disaat masyarakat masih prihatin seperti sekarang," kata Syarif kepada wartawan, Jumat (16/10/2020).
Syarif menyatakan, pada saat pimpinan KPK jilid IV menjabat, tidak pernah ada pembahasan mengenai pengadaan mobil dinas.
"Kami tidak pernah membahas tentang pengadaan mobil dinas buat pimpinan dan pejabat struktural," katanya.
Mantan pimpinan KPK lainnya Saut Situmorang menilai pengadaan fasilitas mobil dinas bagi pimpinan KPK tidak memiliki urgensi.
Lagipula, menurutnya, fasilitas mobil dinas tidak berpengaruh secara langsung dengan kinerja KPK dalam memberantas korupsi.
"Enggak ada kaitan langsung dengan kinerja pimpinan misalnya OTT dan kinerja lain. Saya naik Innova 4 tahun aman-aman saja tuh," ujar Saut kepada wartawan, Kamis (15/10/2020).
Ia menilai, masalah kepemilikan mobil dinas cukup teratasi dengan uang transport yang menjadi fasilitas pimpinan dan staf KPK di luar gaji.
Mekanisme seperti itu pun, kata dia, telah berjalan selama empat periode kepemimpinan KPK.
"Cukup saja uang transportasi, lalu gunakan itu untuk kredit mobil dan pemeliharaan mobil masing-masing pimpinan dan staf, dan itu sudah berjalan 4 periode tetap perform pimpinan KPK dan pegawainya," ungkapnya.
4. Bambang Widjojanto (BW)
Begitu juga dengan mantan pimpinan KPK lainnya, Bambang Widjojanto.
BW, sapaan Bambang Widjojanto, menyebut pimpinan KPK di bawah komando ketua Firli Bahuri sedang meninggikan keburukannya dalam hal keteladanan.
Soalnya, kata BW, sedari awal KPK diprofilkan dan dibangun dengan citra sebagai lembaga yang efisien, efektif, dan menjunjung tinggi integritas serta kesederhanaan.
"Tindakan ini sekaligus sesat paradigmatis. Mobil dengan cc tinggi tidak efisien dan efektif karena tidak berpengaruh langsung pada upaya percepatan dan peningkatan kualitas pemberantasan korupsi," kata BW kepada wartawan, Jumat (16/10/2020).
Dari sisi manajemen, BW menjelaskan, KPK dibangun dengan sistem single salary, karena seluruh fasilitas sudah dijadikan bagian atau disatukan menjadi komponen gaji.
Sehingga berdasarkan hal tersebut, ia menegaskan, seharusnya tidak boleh ada lagi pemberian fasilitas kendaraan karena akan mubazir.
"Dengan menerima pemberian mobil dinas maka pimpinan KPK telah melakukan perbuatan tercela yang melanggar etik dan perilaku, karena menerima double pembiayaan dalam struktur gajinya," jelas BW.
*ICW : Pudarkan Kesederhanaan KPK
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada dasarnya dilahirkan dengan semangat pemberantasan korupsi serta menjunjung tinggi nilai-nilai integritas, salah satunya kesederhanaan.
Akan tetapi setelah para pimpinan KPK jilid V, Dewan Pengawas, serta seluruh pejabat struktural lembaga antirasuah mendapat jatah mobil dinas, nilai kesederhanaan itu sirna.
"Namun, seiring berjalannya waktu, nilai itu semakin pudar. Terutama di era kepemimpinan Firli Bahuri," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (15/10/2020).
Kurnia menjabarkan, ICW mencatat setidaknya terdapat dua momen yang menunjukkan keserakahan dari pimpinan KPK jilid V.
Pertama, disaat mereka tetap melanjutkan pembahasan kenaikan gaji pimpinan KPK.
"Kedua, ketika mengusulkan anggaran untuk membeli mobil dinas seharga Rp1 miliar," katanya.
Akan tetapi praktik hedonisme seperti jatah mobil dinas tersebut, menurut Kurnia, tidak lagi mengagetkan.
Soalnya, Ketua KPK Firli Bahuri pada beberapa waktu lalu telah divonis bersalah oleh Dewan Pengawas atas penggunaan helikopter mewah.
"Sebab, Ketua KPK-nya saja, Firli Bahuri, telah menunjukkan hal serupa saat menggunakan moda transportasi mewah helikopter beberapa waktu lalu," cetus Kurnia.
Sebagai pimpinan lembaga antikorupsi, menurut Kurnia, semestinya mereka memahami dan peka bahwa Indonesia sedang dilanda wabah Covid-19 yang telah memporak porandakan ekonomi masyarakat.
Sehingga, dikatakannya, tidak etis jika pimpinan jilid V, Dewan Pengawas, dan seluruh pejabat struktural KPK malah meminta anggaran untuk pembelian mobil dinas seharga miliaran tersebut.
"Di luar dari itu, sampai saat ini tidak ada prestasi mencolok yang diperlihatkan oleh KPK, baik pimpinan maupun Dewan Pengawas itu sendiri. Harusnya, penambahan fasilitas dapat diikuti dengan performa kerja yang maksimal," ujar Kurnia. (tribun network/thf/ilh/tribunnews.com/tribunbatam.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.