Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Potret Kasus Irjen Pol Napoleon & Brigjen Prasetijo, Jenderal Polisi yang Kini Kenakan Baju Tahanan

Potret Kasus Irjen Pol Napoleon & Brigjen Prasetijo, Jenderal Polisi yang Kini Kenakan Baju Tahanan

Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
zoom-in Potret Kasus Irjen Pol Napoleon & Brigjen Prasetijo, Jenderal Polisi yang Kini Kenakan Baju Tahanan
Tribunnews/Herudin
Mantan Kadiv Hubungan Internasional Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte mengenakan rompi tahanan saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (16/10/2020). Penyidik Bareskrim Polri melimpahkan tersangka dan barang bukti untuk tersangka Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan pengusaha Tommy Sumardi ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera disidangkan. 

Ia diketahui menjadi buron sejak 2009 karena melarikan diri sebelum dieksekusi ke tahanan.

Jaksa mengatakan, Prasetijo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri mengeluarkan sejumlah surat palsu agar Djoko Tjandra dapat keluar masuk Indonesia tanpa terdeteksi.

JPU lantas membeberkan peran Prasetijo yang dimulai pada 29 April 2020.

Saat itu, ia bertemu Anita Kolopaking di kantornya di lantai 12 Bareskrim Polri.

Anita adalah pengacara Djoko Tjandra yang diminta mengurus kedatangan buronan Kejaksaan Agung itu ke Indonesia.

Anita sendiri dikenalkan kepada Prasetijo melalui perantara Tommy Sumardi.

Dalam pertemuan tersebut, Anita mempresentasikan mengenai status hukum Djoko Tjandra.

Berita Rekomendasi

Anita menjelaskan bahwa Djoko Tjandra merupakan terpidana buron yang hendak dieksekusi 2 tahun atas putusan PK kasus cessie Bank Bali 2009.

Selain itu, Djoko Tjandra juga masuk dalam red notice interpol serta DPO dalam sistem pencegahan Direktorat Jenderal Imigrasi.

Namun demikian, Prasetijo tetap setuju untuk membantu Djoko Tjandra.

Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo mengenakan rompi tahanan saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (16/10/2020). Penyidik Bareskrim Polri melimpahkan tersangka dan barang bukti untuk tersangka Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan pengusaha Tommy Sumardi ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera disidangkan.
Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo mengenakan rompi tahanan saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (16/10/2020). Penyidik Bareskrim Polri melimpahkan tersangka dan barang bukti untuk tersangka Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan pengusaha Tommy Sumardi ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera disidangkan. (Tribunnews/Herudin)

Pada 24 Mei, Djoko Tjandra menghubungi Anita dan mengatakan akan ke Jakarta untuk mengurus gugatan PK.

Ia akan datang langsung karena pada gugatan sebelumnya, PK tak diterima PN Jaksel sebab pemohon harus datang langsung di persidangan.

Saat itu, Djoko Tjandra belum merinci kapan tanggal pasti ia akan datang.

Tetapi, Anita langsung berkoordinasi dengan Prasetijo untuk menyiapkan 'pengamanan' Djoko Tjandra di
Indonesia.

Anita menanyakan, apakah Prasetijo punya anak buah di Pontianak untuk menemani Djoko Tjandra mengurus persyaratan penerbangan.

Selain itu, Anita menanyakan informasi rumah sakit yang bisa mengeluarkan surat bebas Covid-19 dan surat sehat agar bisa terbang menggunakan jalur resmi di Indonesia.

Atas pertanyaan-pernyataan itu, Prasetijo menyanggupi menyediakan surat bebas Covid-19 tersebut.

Prasetijo mengatakan 'udah... dari ini aja surat covidnya sekalian surat jalan bapak'.

"Yang dimaksud 'bapak', saksi Joko Soegiarto Tjandra," kata jaksa saat membacakan dakwaan.

Menindaklanjuti permintaan Anita, pada 3 Juni di kantornya, Prasetijo memerintahkan Kaur TU Korwas PPNS Bareskrim Polri, Dodi Jaya, membuat surat jalan ke Pontianak dengan keperluan bisnis tambang.

Namun, di dalam surat jalan tersebut, ia memerintahkan Dodi mengganti keperluan surat jalan menjadi monitoring pandemi di Pontianak.

Setelah dibaca, Prasetijo meminta Dodi agar mengganti pihak yang menandatangani surat jalan dari semula Kabareskrim menjadi Kakorwas PPNS Bareskrim yang saat itu dijabatnya.

Begitu juga memerintahkan mencoret kop surat yang bertuliskan Mabes Polri.

Baca juga: Palsukan Surat Jalan dan Lenyapkan Barang Bukti, Brigjen Prasetijo Utomo Didakwa 3 Pasal Berbeda

Baca juga: Brigjen Prasetijo Ditegur Hakim Karena Pakai Seragam Polri saat Sidang

"Setelah Dodi Jaya selesai membuat surat jalan tersebut lalu diserahkan kepada Brigjen Prasetijo Utomo. Kemudian Brigjen Prasetijo Utomo membacanya dan memerintahkan Dodi Jaya untuk merevisi surat jalan tersebut dengan mencoret kop surat bertuliskan Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Badan Reserse Kriminal menjadi Badan Reserse Kriminal Polri Biro Korwas PPNS," kata jaksa.

"Untuk pejabat yang menandatangani sebelumnya tertulis Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dicoret dan diganti menjadi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, termasuk nama Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dicoret dan diganti menjadi nama Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Pada bagian tembusan dicoret atau tidak perlu dicantumkan tembusan," lanjutnya.

Setelah surat tersebut dibuat, Prasetijo kemudian memerintahkan membuat surat yang sama namun atas nama berbeda, yakni untuk Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking.

Selain itu, dibuat pula Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19 serta Surat Rekomendasi Kesehatan atas nama Prasetijo Utomo, Jhony Andrijanto, Anita Kolopaking, dan Joko Soegiarto.

Surat ditandatangani oleh dr. Hambek Tanuhita.

Pada 4 Juni, surat tersebut diberikan kepada Anita.

Lalu, surat itu difoto oleh Anita dan diberikan via WhatsApp kepada Djoko Tjandra untuk keperluan terbang menggunakan pesawat carter pada 6 Juni 2020.

Namun, persyaratan tersebut masih kurang surat kesehatan, yang menyebutkan kondisi kesehatan penumpang seperti tinggi badan, berat badan, tekanan darah, dan sebagainya.

Sehingga pada 5 Juni, Anita kembali bertemu Prasetijo untuk meminta surat tersebut.

Prasetijo lantas meminta anah buahnya, Etty Wachyuni untuk membuat surat kesehatan tersebut dengan mencantumkan jabatan kepada Anita dan Djoko Tjandra sebagai konsultan Biro Korwas.

Surat itu ditandatangani oleh dr. Hambek Tanuhita. Surat itu diberikan kepada Anita, lalu oleh Anita diberikan sebagai kelengkapan dokumen penerbangan.

Pada 6 Juni, Anita Kolopaking dan Prasetijo serta Kompol Jhony Andrijanto bertemu di Bandara Halim Perdanakusuma.

Mereka berangkat menuju Bandara Supadio Pontianak menggunakan pesawat King Air 350i untuk menjemput Djoko Tjandra.

Sesampainya di Bandara Supadio, rombongan bertemu Djoko Tjandra di pintu keberangkatan.

Rombongan bersama Djoko Tjandra langsung kembali terbang ke Jakarta.

Setiba di Jakarta, Djoko Tjandra menuju rumahnya di Jalan Simprug Golf I Kavling 89, Jakarta Selatan.

Pada 8 Juni, Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking mengurus pembuatan e-KTP di Kantor Kelurahan Grogol Selatan. Begitu beres, mereka menuju PN Jakarta Selatan. e-KTP diperlukan untuk syarat pendaftaran PK.

Setelah pengurusan itu, Djoko Tjandra kembali terbang dari Bandara Halim ke Bandara Supadio untuk kembali ke Malaysia.

Ia kembali diantar Anita Kolopaking, Prasetijo, dan Jhony.

Mereka menggunakan surat dan dokumen jalan yang sama seperti penerbangan ke Jakarta.

Selang beberapa hari, Djoko Tjandra menghubungi Anita akan ke Jakarta untuk mengurus paspor.

Anita kemudian menghubungi Prasetijo untuk menyiapkan dokumen persyaratan perjalanan.

Dokumen kemudian disiapkan, yakni Surat Jalan, Surat Rekomendasi Kesehatan, dan Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19 dari Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri.

Djoko Tjandra menanyakan pada Anita Kolopaking perihal polisi yang akan membantunya mengurus administrasi di Bandara Supadio.

Sebab, ia akan ke Jakarta menggunakan pesawat komersial. Anita Kolopaking kemudian berkoordinasi dengan Prasetijo.

Brigjen Prasetijo menjawab lewat Jhony dengan mengirimkan identitas dan kontak polisi bernama Jumardi yang akan membantu Djoko Tjandra.

Pada 20 Juni, Djoko Tjandra berangkat ke Jakarta menggunakan Lion Air.

Saat proses check in, dia dibantu Jumardi yang mengantar hingga boarding. Lalu pada 22 Juni 2020 Djoko Tjandra mengurus paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Utara.

Ia langsung kembali ke Malaysia melalui Pontianak.

Dari paparan dalam dakwaan itu, jaksa menyebut dokumen-dokumen yang digunakan Djoko Tjandra tidak benar isinya.

Surat Jalan di Bareskrim seharusnya ditandatangani Kabareskrim.

Sementara yang digunakan Djoko Tjandra diteken Brigjen Prasetijo.

Selain itu, dalam Surat Jalan itu tertulis Joko Soegiarto Tjandra dan Anita Dewi A. Kolopaking sebagai konsultan.

Demikian pula Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19 dan Surat Rekomendasi Kesehatan.

Baik Djoko Tjandra dan Anita tak pernah diperiksa kesehatannya.

"Bahwa penggunaan Surat Jalan, Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19 dan Surat Rekomendasi Kesehatan yang tidak benar tersebut merugikan Polri secara imateril, karena hal itu mencederai dan/atau mencoreng nama baik Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri dan Pusdokkes Polri pada khususnya," kata jaksa, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur,
Selasa (13/10).

"Hal ini akan menimbulkan kesan negatif pada Polri yang seharusnya justru membantu Kejaksaan Agung menangkap Joko Soegiarto Tjandra," sambung jaksa.

(Tribunnews.com/Malvyandie Haryadi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas