Senada dengan Prabowo, Pengamat Menilai Aksi UU Cipta Kerja Rawan Ditunggangi: Bisa Segelintir Elite
Senada dengan Menhan Prabowo, Pengamat menilai aksi unjuk rasa UU Cipta Kerja rawan ditunggangi segelintir elite.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyebut situasi unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.
Bahkan ia menyebut aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja ini dibiayai pihak asing.
Juru Bicara Partai Gerindra Habiburokhman meluruskan pernyataan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto ini.
Menurut Habiburokhman, hal itu disampaikan Prabowo berdasarkan ilmu strategi keamanan, di setiap aksi demonstrasi, ada pihak yang berusaha memanfaatkan.
Senada dengan Prabowo, Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno juga menyebut hal serupa.
Baca juga: 8 Polisi Bekasi Positif Covid-19 Setelah Kawal Demo UU Cipta Kerja, Satu Diantaranya Kapolsek
Adi Prayitno mengatakan, setiap aksi demonstrasi rawan ada pihak yang menunggangi.
Adi meyakini aksi unjuk rasa UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu juga ditunggangi pihak tertentu.
"Tidak mungkin aksi demonstrasi itu tidak ditunggangi, pasti ditunggangi," kata Adi dalam sebuah diskusi virtual, Minggu (18/10/2020), dikutip Kompas.com.
"Siapa yang menunggangi? Bisa teman kelas, bisa teman kost, bisa aktivis mahasiswa."
"Bisa juga segelintir elite yang kemudian punya kepentingan dengan Undang-undang Cipta Kerja ini," katanya.
Menurut Adi, sebenarnya tak ada yang salah dengan mobilisasi massa saat aksi unjuk rasa.
Sebab, demonstrasi sejatinya merupakan aktivitas politik yang membutuhkan mobilisasi dukungan, seperti fasilitas transportasi atau logistik.
Baca juga: Prabowo Sebut Demo Tolak UU Ciptaker Dimanfaatkan Pihak Tertentu, Jubir Gerindra: Berdasarkan Ilmu
Namun ia menilai, menjadi salah ketika massa yang dimobilisasi tidak memahami perihal undang-undang yang mereka tolak.
Bahkan, kerap kali massa dikerahkan untuk berbuat kerusuhan.
"Ada sebenarnya aktor intelektual yang mencoba untuk memberikan kesadaran palsu dengan memprovokasi emosi mahasiswa."
"Emosi masyarakat yang masih belajar untuk melakukan satu protes dan perlawanan," kata Adi.
Menurut Adi, munculnya anarkisme dalam aksi massa merupakan bagian dari strategi pihak tertentu untuk mendelegitimasi pemerintah.
Hal ini juga dimaksudkan untuk menaikkan eskalasi perlawanan.
Baca juga: Klaim UU Cipta Kerja jadi Solusi Hadapi Kompetisi Global, Moeldoko: Presiden Malu Lihat Kondisi Ini
Jika eskalasi isu ini meningkat, secara nasional bahkan internasional akan memberikan perhatian.
"Jadi diciptakan satu gimmick ada bentrokan, ada bom molotov, ada goyang-goyang pagar dan vandalisme sehingga aksi protes ini menjadi viral."
"Eskalasi isunya kemudian naik, menjadi perhatian begitu banyak orang," kata dia.
Namun demikian, lanjut Adi, hal ini akan berujung pada hilangnya fokus masyarakat pada substansi gerakan massa.
Sebab dengan adanya kerusuhan, masyarakat cenderung mencari tahu siapa yang paling berkepentingan dalam peristiwa tersebut.
"Ini yang kemudian menurut saya menjadi miris. Kasihan mahasiswa yang memang benar-benar demo."
"Kasihan saya kepada buruh yang memang tujuannya genuine menolak sejumlah pasal yang menurut mereka merugikan," kata Adi.
Baca juga: Bantah Pembahasan UU Cipta Kerja Tertutup, Luhut: Tidak Ada yang Tersembunyi, Semua Diajak Ngomong
Untuk diketahui, sejak omnibus law Undang-undang Cipta Kerja disahkan melalui rapat paripurna DPR pada 5 Oktober 2020, muncul sejumlah penolakan.
Pengesahan UU tersebut menimbulkan kontroversi karena pasal-pasal di dalamnya dinilai merugikan masyarakat, khususnya para pekerja atau buruh.
Selain itu, proses penyusunan dan pembahasan naskahnya pun dianggap tertutup dari publik.
Aksi demonstrasi pun terjadi di sejumlah daerah di Tanah Air.
Di Jakarta, aksi massa berakhir ricuh dengan adanya perusakan dan pembakaran sejumlah fasilitas umum.
Perusakan fasilitas umum pun menimbulkan kerugian hingga mencapai puluhan miliar.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)