Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas HAM Proses Permintaan Kasus Munir Jadi Pelanggaran HAM Berat

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tengah memproses permintaan Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM).

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Komnas HAM Proses Permintaan Kasus Munir Jadi Pelanggaran HAM Berat
Facebook
Pollycarpus dan Munir 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tengah memproses permintaan Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM).

Permintaan yang dimaksud ialah untuk menetapkan kasus Munir menjadi pelanggaran HAM berat pasca Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana dalam kasus tewasnya aktivis HAM Munir Said Thalib meninggal dunia.

"Tim sedang berproses," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan, Senin (19/10/2020).

Anam menjabarkan, proses penetapan suatu kasus menjadi pelanggaran HAM berat haruslah melalui rapat pleno di Komnas HAM.

Untuk menjadikan Kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat, suara terbanyak dari komisioner Komnas HAM-lah yang menentukan.

"Tim projustia melapirkan hasil akhir ke paripurna, paripurna yang memutuskan. Kalau saat ini 7 (komisioner), 4 harus setuju," jelas Anam.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam usai menerima korban penggusuran Tamansari di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/1/2020).
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam usai menerima korban penggusuran Tamansari di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/1/2020). (Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda)

Diberitakan sebelumnya, Ketua KASUM Usman Hamid mengungkapkan komunikasi yang tengah dijalin tersebut di antaranya untuk mendorong Komnas HAM melakukan penyelidikan terhadap kasus wafatnya Munir dan memeriksa tragedi tersebut dalam perspektif HAM.

Baca juga: Punya Banyak Informasi terkait Kasus Pembunuhan Munir, KASUM: Selidiki Penyebab Kematian Pollycarpus

Berita Rekomendasi

Dengan demikian, jika kasus tersebut dinyatakan Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM yang berat maka pelaku lain yang terlibat dalam kasus tersebut khususnya otak pelaku pembunuhan Munir tersebut diyakini dapat diungkap.

"Kami sedang mengkomunikasikan dengan Komnas HAM untuk mendorong proses penyelidikan ini ke arah sana. Termasuk yang tadi ditanyakan tentang kematian Pollycarpus. Jadi kami tentu saja dalam situasi covid ini belum bisa leluasa mendatangi atau menemui berbagai pihak, tapi kami secara jarak jauh juga mengkomunikasikan ini kepada pihak Komnas HAM untuk adanya penyelidikan yang tadi kami sebutkan," kata Usman dalam webinar, Minggu (18/10/2020).

Untuk melihat kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM atau pelanggaran HAM yang berat, mata Usman, maka kasus tersebut perlu dilihat sebagai extra judicial killing.

Extra judicial killing, kata Usman, merupakan salah satu bentuk dari pelanggaran HAM yang berat yang diatur oleh Undang-Undang (UU) 39 Tahun 1999 dalam pasal 104 khususnya di bagian penjelasan. 

Sejumlah massa dari Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) melakukan aksi di depan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Jakarta, Senin (7/9/2015). Aksi yang bertepatan dengan momentum 11 tahun dibunuhnya aktivis Munir, KASUM menyerahkan memori banding untuk perkara gugatan pembebasan bersyarat Pollycarpus. 9TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Sejumlah massa dari Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) melakukan aksi di depan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Jakarta, Senin (7/9/2015). Aksi yang bertepatan dengan momentum 11 tahun dibunuhnya aktivis Munir, KASUM menyerahkan memori banding untuk perkara gugatan pembebasan bersyarat Pollycarpus. 9TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Selain itu, kata Usman, pasal 7 UU 26 tahun 2000 tentang kejahatan kemanusiaan yang penjelasannya mengacu pada pasal 7 yakni setiap tindakan-tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari upaya penyerangan yang sistematis dan menyebar luas yang diarahkan terhadap salah satu kelompok penduduk sipil, dengan penyerangan yang disengaja juga bisa dijadikan dasar oleh Komnas HAM. 

"Itu bisa digunakan oleh Komnas HAM untuk memeriksa peristiwa ini berdasarkan perspektif HAM dan tidak lagi melihat kasus ini sebagai pidana biasa, melainkan pelanggaran HAM yang berat," kata Usman. 

Jika kasus pembunuhan Munir dinyatakan sebagai pelanggaran HAM yang berat, kata Usman, maka alasan-alasan yang biasanya menghapuskan tuntutan pidana atau menghapuskan kewajiban negara dalam mempidanakan seseorang tidak diakui kembali, misalnya alasan kadaluwarsa. 

"Kalau kasus ini dilihat sebagai pelanggaran HAM yang berat maka kasus ini tidak bisa kadaluwarsa, mengikuti masa kadaluwarsa yang ada di dalam hukum pidana atau hukum acara pidana yaitu 18 tahun dan itu berarti 2022. Itu tidak diakui di dalam konteks kasus ini sebagai pelanggaran HAM yang berat," kata Usman. 

Usman Hamid
Usman Hamid (KOMPAS IMAGES)

Tidak hanya itu, Usman menjelaskan dalam upaya pengungpakan kasus pembunuhan terhadap Munir, pertama KASUM mendorong tindak lanjut dari Tim Pencari Fakta, khususnya rekomendasi pertama dari laporan tersebut yang merekomendasikan pembentukan Tim Investigasi yang independen. 

Tugas tim tersebut, kata Usman, meneruskan langkah pencarian fakta dan memeriksa keterlibatan nama-nama lain di semua tingkat pembunuhan terhadap Munir

Kedua, KASUM mendorong kepolisian untuk melakukan investigasi yang baru untuk melanjutkan pengusutan aktor utama di balik pembunuhan terhadap Munir.

"Sebenarnya pernah ada peluang di bawah Kabareskrim Arief Sulistyanto. Sekarang memang dia sudah tidak lagi menjabat sebagai Kabareskrim. Kita perlu orang-orang seperti itu, Kapolri, Kabareskrim yang punya kemauan serius seperti dulu di bawah Bambang Hendarso Danuri," kata Usman. 

Muchdi PR
Muchdi PR (Youtube)

Ketiga adalah KASUM mendorong Jaksa Agung untuk melakukan Peninjauan Kembali untuk memeriksa kembali berkas perkara Mantan Deputi V BIN Muchdi PR yang pernah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2008 dan kemudian divonis bebas. 

Karena menurut Usman vonis bebas tersebut dapat dikatakan sebagai vonis yang tidak murni dengan indikasi ada banyak kejanggalan, kelemahan dakwaan terhadap jaksa, teror terhadap jaksa dan hakim, ketidakseriusan dalam menghadirkan saksi-saksi kunci,  serta tidak adanya perlindungan saksi.

"Bahkan para hakim seperti tidak bisa mengambil banyak pilihan untuk mengambil keputusan kecuali untuk membebaskannya karena suasana sidang pun penuh dengan intimidasi," kata Usman. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas