Teguran Hakim Saat Sidang Surat Jalan Palsu, Djoko Tjandra Tidur, Brigjen Prasetijo Pakai Baju Polri
Sidang kasus surat jalan palsu dengan terdakwa Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking sudah dua kali digelar.
Penulis: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus surat jalan palsu dengan terdakwa Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking sudah dua kali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sidang pertama berlangsung, Selasa (13/10/2020), beragendakan pembacaan dakwaan.
Kemudian sidang kedua berlangsung, Selasa (20/10/2020) dengan agenda pembacaan keberatan terdakwa atau eksepsi.
Dari dua sidang tersebut, Tribunnews.com mencatat dua kali menegur terdakwa.
Teguran hakim untuk Brigjen Prasetijo
Dalam sidang perdana, hakim menegur terdakwa Brigjen Pol Prasetijo Utomo karena mengenakan seragam Polri.
Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri tersebut ditegur Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Muhammad Sirad.
Hakim menegur Prasetijo karena mengenakan pakaian dinas kepolisian saat sidang pembacaan dakwaan kasus pembuatan surat jalan palsu Djoko Tjandra.
Prasetio yang menjadi terdakwa tidak dihadirkan secara langsung di ruang persidangan.
Ia diketahui tetap berada di ruang Tahanan Mabes Polri.
Baca juga: Bacakan Eksepsi, Kuasa Hukum Djoko Tjandra Soroti Salah Tulis Nama Kliennya dalam Dakwaan Jaksa
Di tengah persidangan, hakim tiba-tiba menegur Prasetijo yang terlihat mengenakan berseragam dinas Polri.
Teguran itu disampaikan ketika hakim menanyakan tanggapan Prasetijo terhadap dakwaan jaksa.
”Majelis hakim punya pengalaman tidak pernah seperti ini. Jadi saudara terdakwa hari ini diberi toleransi. Diharapkan di persidangan berikutnya saudara dalam pakaian yang tidak dengan jabatan," kata hakim Sirad menegur Prasetijo.
Sirad menegaskan, semua warga Indonesia sama kedudukannya di mata hukum.
Karena itu, ia meminta Prasetijo tidak lagi mengenakan pakaian dinas kepolisian pada sidang berikutnya.
”Semua warga negara Indonesia sama kedudukannya dalam hukum, sehingga di depan persidangan diharapkan untuk berpakaian seperti apa yang lainnya," ujarnya.
Baca juga: Djoko Tjandra Tidur Saat Jalani Sidang Kasus Surat Jalan Palsu, Begini Respons Hakim
Prasetijo tidak memberi jawaban usai mendapat teguran hakim. Ia hanya mengangguk seperti mengiyakan teguran hakim.
Sementara pengacara Prasetijo, Petrus Balapattiona menuturkan kliennya mengenakan seragam dinas karena memiliki dua alasan utama.
Alasan pertama, kata Petrus, Prasetijo saat ini masih polisi aktif dengan jabatan Brigadir Jenderal.
Alasan kedua, perbuatan yang dituduhkan kepada Prasetijo masih dalam lingkup kedinasannya.
”Jadi tidak mungkin dia melepaskan jabatan atau status dia sebagai polisi," ungkap Petrus saat ditemui seusai persidangan.
Namun lantaran hakim telah meminta untuk tidak mengenakan seragam polisi pada sidang berikutnya, pihaknya akan meminta Prasetijo mematuhi perintah hakim itu.
"Karena hakim mengingatkan, sebagai warga negara harus punya kedudukan sama, ya akan kami diskusikan dan kami sarankan dia mematuhi," ujar dia.
Djoko Tjandra Tidur
Teguran pada sidang kedua ditujukan kepada Djoko Tjandra.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menegur Djoko Tjandra dalam sidang yang digelar Selasa (20/10/2020) karena terdakwa tidur.
Djoko Tjandra diketahui menjalani sidang kasus surat jalan palsu beragenda penyampaian keberatan atau eksepsi.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Muhammad Sirad menegur Djoko karena tidur saat tim kuasa hukum menyampaikan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Sebentar. Terdakwa, terdakwa diminta agar tidak tidur. Dengar tidak, terdakwa diminta tidak tidur," kata Sirad saat tim kuasa hukum menyampaikan eksepsi Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (20/10/2020).
Baca juga: Kejagung Pastikan Jamuan Makan Siang Tersangka Red Notice Djoko Tjandra Bukan di Restoran
Mendapat teguran, Djoko yang awalnya duduk dalam posisi bersandar ke kursi mengubah posisi duduknya menjadi tegak menghadap sorot kamera web.
Meski tidak mengakui kesalahannya, setelah ditegur sikap Djoko Tjandra yang menghadiri sidang secara virtual dari Rutan Bareskrim Polri tampak serius.
Dia tidak lagi memalingkan wajahnya dari sorot kamera web yang digunakan dalam penyelenggaraan sidang virtual kasus surat jalan palsu.
"Terdakwa mohon didengarkan (pembacaan eksepsi), jangan tidur," ujar Sirad.
Setelah Sirad menyampaikan tegur, tim kuasa hukum Djoko Tjandra kembali melanjutkan pembacaan eksepsi atas dakwaan JPU di sidang sebelumnya.
Baca juga: Kabareskrim: Kasus Djoko Tjandra Bukti Komitmen Polri Tuntaskan Perkara Hukum
Dalam eksepsi yang disampaikan tersebut, tim kuasa hukum menilai dakwaan yang dibuat JPU berdasar hasil penyidik Mabes Polri tersebut tidak cermat.
"Surat dakwaan tidak cermat dan harus batal demi hukum," tutur satu tim kuasa hukum Djoko Tjandra.
Pantauan wartawan TribunJakarta.com, sidang eksepsi Djoko Tjandra yang dimulai sekira pukul 10.00 WIB selesai sekira pukul 11.45 WIB.
Sidang dilanjutkan dengan penyampaian eksepsi dari tim kuasa hukum Brigjen Prasetijo Utomo yang terseret jadi terdakwa karena membantu pelarian Djoko.
Dakwaan jaksa
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan Anita Dewi Anggraeni Kolopaking membuat surat jalan palsu.
Hal tersebut disampaikan JPU dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan agenda pembacaan dakwaan, Selasa (13/10/2020).
Dalam kesempatan itu, ketiga terdakwa hadir secara virtual.
"Telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak," ucap jaksa membacakan dakwaan.
Baca juga: Menanti Janji Irjen Napoleon Ungkap Informasi Semua yang Terlibat Kasus Djoko Tjandra
Dalam dakwaannya, dijelaskan pemalsuan surat jalan tersebut berawal ketika Djoko Tjandra berkenalan dengan Anita Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia, November 2019 silam.
Perkenalan itu dimaksudkan karena Djoko Tjandra ingin menggunakan jasa Anita Kolopaking sebagai kuasa hukumnya.
Djoko Tjandra meminta bantuan Anita untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tertanggal 11 Juni 2009.
"Saksi Anita Kolopaking menyetujui, untuk itu dibuatlah surat kuasa khusus tertanggal 19 November 2019," ucap Jaksa.
Selanjutnya pada April 2020, Anita mensaftarkan PK perkara Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun dalam pengajuan PK itu, Djoko Tiandra tidak bertindak sebagai pihak Pemohon.
Namun Permohonan PK tersebut ditolak PN Jaksel dengan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012. Saat itu Djoko Tjandra tidak ingin diketahui keberadaanya.
Kemudian Djoko Tjandra meminta Anita mengatur kedatangannya ke Jakarta dengan mengenalkan sosok Tommy Sumardi.
Tommy lalu mengenalkan Anita dengan Brigjen Prasetijo Utomo.
Prasetijo saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
"Bahwa terdakwa Joko Soegiarto Tjandra mempercayakan hal tersebut kepada saksi Tommy Sumardi di mana selanjutnya saksi Tommy Sumardi yang sebelumnya sudah kenal dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo memperkenalkan saksi Anita Dewi A Kolopaking dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo," lanjut Jaksa.
Anita mengutarakan maksud dan tujuannya kepada Prasetijo yakni membantu Djoko Tjandra datang ke Jakarta.
Baca juga: Sosok Anang Supriatna, Kajari Jaksel yang Menjamu Makan 2 Jenderal Tersangka Kasus Djoko Tjandra
Prasetijo menyanggupi dan mengurus keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuatkan surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus Covid-19.
Djoko Tjandra direncanakan masuk ke Indonesia lewat Bandara Supadio di Pontianak.
Dari sana, dia direncanakan menuju Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta dengan pesawat sewaan.
Jaksa mengatakan Prasetijo menggunaan surat-surat demi kepentingan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia.
Tindakannya dianggap merugikan Polri secara immateriil karena dinilai mencederai nama baik Kepolisian Republik Indonesia.
"Mengingat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009, yang mana seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri telah memfasilitasi perjalanan seperti layaknya perjalanan dinas yang dilakukan oleh orang bukan anggota Polri," ucapnya.
Dalam perkara kasus surat jalan palsu tersebut, Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP, dengan ancaman hukuman lima (5) tahun penjara.
Sedangkan Brigjen Prasetijo disangkakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 ayat 1 dan 2 KUHP. Ia diancam hukuman maksimal enam (6) tahun penjara.
Sementara Anita Kolopaking dijerat Pasal 263 ayat 2 KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu tahanan kabur. (tibunnews.com/ tribunjakarta/ danang/ Bima Putra)