Tokoh KAMI Ahmad Yani Mengaku Nyaris Ditangkap Polisi
Saat pihak Kepolisian ingin menangkap, Yani langsung bertanya terkait kesalahan yang telah diperbuatnya hingga inggin ditangkap.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Malvyandie Haryadi
Menurut Gaus, dipertontonkannya Syahganda cs di depan publik dengan tangan diborgol dan berbaju tahanan dalam konferensi pers merupakan hal yang berlebihan.
"Perlakuan Mabes Polri terhadap mereka dalam kasus ini sangat tidak tepat dan "offside". Mereka itu bukan penjahat, bukan koruptor, bukan juga tahanan politik, apalagi teroris," kata Gaus dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Minggu (18/10/2020).
Polisi sebagai pengayom masyarakat, dikatakan Gaus, seharusnya lebih bijaksana dalam mengambil tindakan dan menegakkan keadilan
"Kalau cara seperti ini memperlakukan para aktivis atau "mereka yang berbeda pendapat" seolah-olah penjahat dan dipertontonkan dimuka umum, tindakan itu di luar batas kepatutan, di mana acara konferensi pers tersebut diliput dan disiarkan oleh berbagai media dan ditonton oleh masyarakat luas," lanjutnya.
Pasalnya, Gaus mengatakan tindakan mempertontonkan para tersangka berbaju tahanan dan tangan yang terikat atau diborgol justru akan memperburuk citra korps kepolisian di mata publik, juga akan menimbulkan image hanya jadi alat kekuasaan.
Baca juga: KAMI Pertimbangkan Tempuh Praperadilan Gugurkan Status Tersangka Syahganda Nainggolan Dkk
"Meskipun para anggota KAMI tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebaiknya mereka diperlakukan jangan seperti penjahat kriminal kelas berat," katanya.
Dia berharap kepolisian bisa menjadikan ini sebagai autokritik terhadap korp kepolisian agar bertindak lebih humanis.
"Jangan membuat citra Polri yang dicintai sebagai pengayom dan pelindung masyarakat jadi makin turun di mata masyarakat," kata anggota Komisi II DPR RI tersebut.
Seperti diketahui, ketiga aktivis diduga melanggar pasal tentang ujaran kebencian hingga hoaks di sosial media.
Dalam rilis yang diungkap Bareskrim Polri, Jumhur dipersoalkan karena menyebarkan ujaran kebencian terkait dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Salah satu cuitan yang dipersoalkan adalah tudingan regulasi itu titipan Tiongkok.
Sementara itu, Anton Permana diketahui menggunggah status yang menyebut NKRI sebagai Negara Kepolisian Republik Indonesia di akun sosial media Facebook dan YouTube pribadinya.
Baca juga: Syahganda Disebut Berperan terkait Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja, Memanas-manasi Massa Lewat Cuitan
Selain itu, Anton juga menyebutkan omnibus law sebagai bukti negara telah dijajah. Dan juga regulasi itu menjadi bukti negara telah dikuasai oleh cukong.
Selanjutnya, Syahganda Nainggolan diduga menyebarkan gambar dan narasi yang tidak sesuai dengan kejadian di akun Twitternya. Gambar yang disebarkan berkaitan dengan aksi unjuk rasa buruh menolak Omnibus Law.
Ketiganya kini masih mendekam di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.