ICW Sebut 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin Sukses Mengebiri KPK
Penilaian atas komitmen eksekutif menjadi relevan saat mengukur keberpihakan penegakan hukum khususnya terhadap pemberantasan korupsi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin memasuki periode satu tahun setelah dilantik untuk periode kedua.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, misi penegakan hukum yang diusung oleh Jokowi dan Maruf Amin saat mengikuti kontestasi politik tidak pernah terealisasi, khususnya keberpihakan pada sektor pemberantasan korupsi masih menjadi problematika tersendiri.
"Kebijakan yang diambil oleh Presiden selama kurun waktu satu tahun terakhir hanya berfokus pada investasi dan mengabaikan penegakan hukum," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (21/10/2020).
Baca juga: Beri Skor A Minus 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-Maruf, Alasan Rocky Gerung Bikin Najwa Shihab Kaget
Kurnia menyebut, salah satu indikator penting untuk menilai komitmen pemberantasan korupsi dari Presiden Jokowi adalah melihat kinerja struktur penegakan hukum.
Menurutnya, mengacu pada Pasal 8 UU Kepolisian dan Pasal 19 ayat (2) UU Kejaksaan, maka Presiden pada dasarnya merupakan atasan struktural, baik bagi Kapolri maupun Jaksa Agung.
Begitu pula pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pasca berlakunya UU 19/2019, lembaga antirasuah itu telah dikooptasi sehingga masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
Maka dari itu, penilaian atas komitmen eksekutif menjadi relevan saat mengukur keberpihakan penegakan hukum khususnya terhadap pemberantasan korupsi.
Kurnia menilai, sepanjang satu tahun pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin, praktis struktur penegakan hukum pemberantasan korupsi mengalami kemunduran serta diikuti dengan degradasi kepercayaan publik.
"Misalnya saja pada KPK, sejak tahun 2019 yang lalu publik sudah menyuarakan penolakan atas calon pimpinan bermasalah. Namun, Presiden Joko Widodo tetap saja bersikukuh memilih lima orang Pimpinan periode 2019-2023, salah satunya Firli Bahuri," sebut Kurnia.
Kurnia mengatakan, prediksi publik selama ini pun terbukti, Firli dijatuhi sanksi etik karena menggunakan moda transportasi mewah berupa helikopter.
Menurutnya, setidaknya ada tiga problematika di kelembagaan KPK saat ini, mulai dari pengelolaan internal kelembagaan, penindakan, maupun pencegahan.
"Seluruh problematika itu tak bisa dilepaskan begitu saja dari figur Pimpinan yang pada periode lalu dipilih oleh Presiden Joko Widodo bersama dengan DPR. Tak hanya itu, bahkan, sampai pertengahan tahun setidaknya terdapat empat lembaga survei yang menyebutkan bahwa KPK kini tidak lagi menjadi lembaga kepercayaan publik," cetus Kurnia.
Pada penegak hukum lain, sambung Kurnia, kondisinya pun tidak jauh berbeda, salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat performa buruk Kejaksaan Agung dan Kepolisian adalah kasus narapidana sekaligus buronan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra.
Kasus ini menyeruak ke tengah publik pada pertengahan tahun, yang mana ditemukan adanya dugaan persekongkolan para penegak hukum, baik dari Kepolisian maupun Kejaksaan Agung.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.