Politikus PKS: UU Cipta Kerja Berpotensi Merusak Lingkungan Hidup
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ledia Hanifa menilai UU Cipta Kerja berpotensi merusak lingkungan hidup.
Editor: Adi Suhendi
Diketahui, UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI, Senin (5/10/2020) mengundang reaksi publik dalam bentuk demonstrasi yang terjadi sejumlah wilayah di Indonesia.
Demostrasi yang dilakukan buruh dan mahasiwa tersebut menyuarakan menolak UU Cipta Kerja.
Bahkan unjuk rasa di sejumlah daerah berakhir ricuh, karena diduga ada yang menunggangi.
Baca: UU Cipta Kerja Sudah Disahkan DPR, Apa Rencana Jokowi Selanjutnya?
Terkait banyaknya kritikan dan adanya unjuk rasa terkait UU Cipta Kerja tersebut, Presiden Jokowi memberikan penjelasan
Dalam video berdurasi sekitar 12 menit, Jokowi memberikan penjelasan dan menegaskan sikap pemerintah terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Baca: Jokowi Akhirnya Buka Suara soal Polemik UU Cipta Kerja
Berikut keterangan lengkap Presiden Jokowi terkait UU Cipta Kerja;
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bapak ibu saudara-saudara sebangsa dan setanah air, pagi tadi saya sudah memimpin rapat terbatas secara virtual tentang undang-undang Cipta Kerja bersama jajaran pemerintah dan para gubernur.
Dalam Undang-Undang tersebut terdapat 11 klaster yang secara umum persetujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transportasi ekonomi.
Adapun klaster tersebut adalah urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan ketenagakerjaan, urusan pengadaan lahan, urusan kemudahan berusaha, urusan dukungan riset dan inovasi, urusan administrasi pemerintahan, urusan pengenaan sanksi, urusan kemudahaan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.
Baca: Penjelasan Jokowi kepada para Gubernur: UU Cipta Kerja untuk Buka Lapangan Kerja bagi Pengangguran
Dalam rapat terbatas tersebut saya tegaskan kenapa kita membutuhkan undang-undang Cipta Kerja?
Pertama, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda, yang masuk ke pasar kerja. Sehingga, kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat-sangat mendesak.
Apalagi di tengah pandemi, terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19.
Dan sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, dimana 39 persen berpendidikan sekolah dasar, sehingga perlu mendorong lapangan pekerjaan baru, khususnya di sektor padat karya.