Dihapuskannya Pasal 46 dalam UU Cipta Kerja Mengundang Pertanyaan Publik
Namun, sesuai kesepakatan panja, pasal 46 tersebut dihapus seluruhnya dan dikembalikan ke undang-undang eksisting.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI fraksi PKS Mulyanto, menanggapi penghapusan Pasal 46 soal minyak dan gas bumi (migas) dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Mulyanto menjelaskan, dalam dokumen UU Cipta Kerja setebal 905 halaman saat disahkan DPR pada 5 Oktober lalu, pasal 46 itu memang masih ada.
Lantas kemudian diminta untuk dihapus sesuai kesepakatan rapat panitia kerja (panja) RUU Cipta Kerja.
Baca juga: Naskah UU Cipta Kerja Berubah Lagi Jadi 1.187 Halaman tapi Kenapa Ada Pasal yang Hilang?
"Ternyata dalam dokumen 12 Oktober (812 halaman), hanya terhapus sebagian (ayat 5 nya saja). Pasal 46 ayat 1-4 nya masih ada," kata Mulyanto saat dihubungi Tribunnews, Jumat (23/10/2020).
Dalam dokumen terakhir setebal 812 halaman yang dikirim DPR ke pemerintah, pasal 46 itu masih ada dan belum dihapus.
Namun, sesuai kesepakatan panja, pasal 46 tersebut dihapus seluruhnya dan dikembalikan ke undang-undang eksisting.
Baca juga: Ambulans Nasdem Dibakar Pengunjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja, Wakil Ketua DPRD Sulsel: Keterlaluan
Mulyanto menilai, hal tersebut akibat dari ngebutnya pembahasan RUU Cipta Kerja sehingga dokumen tidak terkonsilidasi dengan baik.
"Ada redaksi yang tidak tepat, substansi yang tercecer, termasuk typo. Sehingga perlu diperbaiki. Ini yang juga menjadi pertanyaan publik. Apakah bisa diterima pembentukan Undang-Undang dengan cara ngebut seperti itu?," ucapnya.
"Apakah boleh pemerintah memperbaiki naskah RUU pasca-pengesahan di paripurna? Ini yang juga masalah," pungkasnya.
Diketahui, Pasal 46 UU Migas sebelumnya tercantum dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Joko Widodo.
Namun, pasal tersebut dihapus dari naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.