Mardani Sebut UU Cipta Kerja adalah Kado Pahit untuk Masyarakat di Tengah Pandemi
Mardani Ali Sera menyebut hadirnya Omnibus Law UU Cipta Kerja merupakan kado pahit bagi masyarakat di tengah pandemi
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyebut hadirnya Omnibus Law UU Cipta Kerja merupakan kado pahit bagi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Menurutnya, seorang pemimpin harus bisa melihat keadaan apa yang sedang dirasakan oleh masyarakat.
Baca juga: UU Cipta Kerja Menata Ulang Kewenangan Daerah Bukan Menghapusnya
Hal itu disampaikannya dalam forum Indonesia Leaders Talk bertajuk 'Omnibus Law dan Lonceng Kematian Demokrasi', Jumat (23/10/2020) malam.
"Inilah orkestrasi yang luar biasa ketika seorang leader betul-betul mampu melihat apa yang ada dan dirasakan oleh masyarakatnya termasuk betapa beratnya publik terkena dampak Covid-19," kata Mardani.
"Betapa tidak memiliki hati ketika dalam keadaan berat diberikan kado pahit Omnibus Law," imbuhnya.
Oleh karena itu, Mardani melihat bahwa karakter seorang pemimpin kultur dan sistem yang dibangun.
"Sehingga saya menggarisbawahi pelajaran termahal bagi demokrasi adalah memilih pemimpin yang betul-betul tepat," pungkas anggota Komisi II DPR RI itu.
Pasal 46 dalam UU Cipta Kerja Dihapus, PKS: Ini Makin Membingungkan
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera merasa bingung lantaran adanya pasal yang dihapus dalam UU Cipta Kerja setelah disahkan.
Diketahui, pasal 46 soal minyak dan gas bumi (migas) dihapus dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurutnya, hal itu akan menurunkan kepercayaan publik.
"Ini kian membingungkan. Dan kian menurunkan kepercayaan. Bukan proses yang menunjukkan sikap profesional," kata Mardani kepada wartawan, Jumat (23/10/2020).
Baca juga: UU Cipta Kerja Menata Ulang Kewenangan Daerah Bukan Menghapusnya
Selain itu, Mardani menilai wajar jika masyarakat bertanya-tanya dan ragu terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.
Anggota Komisi II DPR RI itu pun meminta pemerintah dan DPR memberikan penjelasan terkait penghapusan pasal 46 tersebut.
"Wajar jika publik kian bertanya dan ragu. Pimpinan DPR dan perwakilan pemerintah mesti menjelaskan bersama apa yang terjadi," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.