Istana dan Baleg DPR Satu Suara, Direktur PUSaKO : Menambah Kecacatan Pembentukan UU Cipta Kerja
Jubir Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti mengakui ada penghapusan pasal di UU Cipta Kerja, pasal tersebut dihapus karena kembali ke UU lama soal Migas
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja kembali mengalami perubahan jumlah halaman usai diserahkan DPR ke pemerintah.
Jumlah halaman draf final yang diserahkan DPR ke pemerintah sebanyak 812, kini bertambah 375 menjadi 1.187 halaman.
Selain jumlah halaman yang bertambah 375, ada juga sejumlah perbedaan di bagian substansi naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang terbaru dengan jumlah halaman 1.187.
Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi hilang dari naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sudah dipegang pemerintah.
Pasal itu tidak lagi tercantum dalam naskah 1.187 halaman.
Pasal berisi 4 ayat itu hilang dan tidak ada keterangan bahwa pasal yang bersangkutan dihapus.
Padahal, dalam naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja 812 halaman yang diserahkan DPR ke pemerintah, pasal itu masih ada dan terdiri dari 4 ayat.
Baca juga: Fraksi PKS: Presiden Layak Terbitkan Perppu UU Cipta Kerja
Baca juga: Pasal 46 dalam UU Cipta Kerja Dihapus, PKS: Ini Makin Membingungkan
Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono mengakui ada penghapusan pasal dalam Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja usai disahkan dalam sidang paripurna di DPR 5 Oktober lalu.
Pasal yang dihapus yakni Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Pasal itu tidak lagi tercantum dalam naskah terbaru 1.187 halaman.
Dini menuturkan, pasal itu dihapus karena kembali ke aturan yang tercantum dalam UU lama soal migas.
"Intinya pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing," ujar Dini melalui pesan singkat kepada wartawan, Jumat (23/10).
Dini menegaskan bahwa penghapusan pasal itu tak lebih dari perbaikan administratif seperti typo atau salah ketik.
Oleh karena itu, menurutnya, perubahan berupa perbaikan dalam UU yang disahkan masih boleh dilakukan.