Haris Ungkap Sosok Oknum Aparat yang Diduga Terlibat dalam Tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani
Alpius disebut merupakan anggota TNI personel Koramil setempat di dalam laporan yang telah disusun Haris bersama tim yang di antaranya terdiri dari
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Kemanusiaan untuk Intan Jaya mengungkap sosok oknum aparat yang diduga terlibat dalam tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa Kabupaten Intan Jaya pada 19 September 2020 lalu.
Aktivis HAM yang juga Pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru Foundation Haris Azhar mengungkapkan oknum aparat tersebut diduga bernama Alpius.
Alpius disebut merupakan anggota TNI personel Koramil setempat di dalam laporan yang telah disusun Haris bersama tim yang di antaranya terdiri dari jurnalis, masyarakat, dan pendeta itu.
Di mata istri istri korban, Alpius sudah dianggap seperti anak sendiri karena kerap menumpang mandi, makan bersama, atau meminta air untuk merawat kebun yang dikelola Alpius.
"Jadi Alpius ini cukup dikenal dan bahkan dapat julukan dengan tambahan satu marga lokal karena dia suka ikut ibadah di satu gereja yang banyak dari marga atau keluarga tertentu," kata Haris dalam konferensi pers virtual pada Kamis (29/10/2020).
Dugaan Tim Kemanusiaan Untuk Intan Jaya Papua mengarah kepada Alpius bukan tanpa sebab.
Pertama Alpius pernah menyebut nama Pendeta Yeremia dan lima orang lainnya sebagai musuhnya.
Baca juga: Pengungkapan Tewasnya Pendeta Yeremia Membuat Korban dan Masyarakat Papua Nikmati Keadilan
Haris mengatakan awalnya ketika itu masyarakat sempat dikumpulkan oleh personel TNI sekira jam 09.00 WIT di lapangan depan kantor Koramil.
Dalam kesempatan itu, kata Haris, Danramil meminta masyarakat mengembalikan senjata yang dirampas pada 17 September 2020 di Sugapa Lama.
Kepada masyarakat, kata Haris, Danramil memberikan waktu dua hari untuk mengembalikan senjata yang dirampas pada 17 September, dan jika tidak dikembalikan dalam dua hari tersebut, maka akan dilakukan operasi penumpasan ke warga.
Selain itu, kata Haris, Danramil juga memerintahkan kepada dua orang Pemuda, untuk mencari Kepala. Suku Moni Melianus Wandagau, di Sugapa Lama.
Setelah itu Alpius, kata Haris, kembali mengumpulkan warga di depan Gereja Imanuel 1 sekira pukul 12.00 WIT.
Dalam kesempatan itu, kata Haris, Alpius mengungkapkan Pendeta tidak pernah mengajarkan ke jemaat atau masyarakat untuk membunuh orang tapi mereka membunuh orang.
"Alpius juga mengatakan bahwa 'Orang-orang atau Masyarakat Hitadipa yang menjadi musuh, lawan dan perang dengan saya (TNI/Polri) adalah antara lain, Jimi Sani, Pendeta Yeremia Zanambani, Pendeta Yakobus Maiseni, Ibu Ev Naomi Kobogau/Maiseni, Roni Majau dan Amoli Wandagau'," kata Haris.
Kedua, kata Haris, ada saksi yang menyatakan Alpius dan seorang anggota TNI mendatangi kandang babi.
Saksi tersebut menyatakan sempat ada proses dialog antara Alpius dengan Pendeta Yeremia sebelum Pendeta Yeremia ditemukan istrinya tersungkur dengan mengeluarkan banyak darah di kandang babi.
Darah tersebut diduga berasal dari luka tikam di punggung atas dan dari luka tembak di tangan kiri atas Yeremia.
Saat itu Pendeta Yeremia yang masih bisa berkomunikasi pun sempat mengungkapkan kalimat yang mengarahkan kepada dugaan bahwa pelaku yang menyebabkannya mengalami hal tersebut adalah Alpius.
"Pendeta Yeremia masih berkomunikasi dan dalam komunikasi itu kesaksian dari Pak Pendeta kepada Mama Meriam (istri Yeremia) bahwa ini akibat dari orang yang kita kasih makan, artinya si Alpius," kata Haris.
Tidak hanya itu, Haris mengatakan sebelum kejadian Yeremia yang dikenal sebagai sosok yang tegas sempat menanyakan dua orang warganya yang sempat ditahan oleh aparat dalam semacam razia covid-19 pada 21 April 2020 lalu.
Pasalnya, kata Haris, dua orang warga yang ditahan tersebut belum kembali hingga saat ini.
Hingga sekali waktu, kata Haris, pernah ada pertemuan dari semua stakeholder pemerintah yang ada di Kabupaten yang dihadiri Bupati, Wakil Bupati, Pimpinan Militer, Pimpinan Polisi di Kabupaten Intan Jaya.
"Pendeta Yeremia pernah mengatakan bahwa secara tegas, karena dia dikenal juga orang yang tegas di masyarakat, dia mengatakan bahwa kalau memang kedua orang tersebut sudah meninggal, tolong beri tahu kepada kami di mana kuburannya biar kami bisa melakukan ibadah duka. Jika memang masih hidup, tolong tunjukkan kepada kami ada di mana, supaya mereka bisa kembali ke keluarganya," kata Haris.
Diberitakan sebelumnya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Intan Jaya menemukan adanya dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani pada 19 September 2020 lalu.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD selaku penanggung jawab tim tersebut mengungkapkan dugaan tersebut didasarkan pada informasi dan fakta yang ditemui tim di lapangan.
Mahfud mengatakan informasi dan fakta yang mengarah ke dugaan tersebut telah termuat di dalam laporan TGPG Intan Jaya yang telah diterimanya.
Informasi dan fakta tersebut di antaranya nama terduga pelaku, jumlah terduga pelaku, serta informasi detil lainnya.
"Mengenai terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani pada tanggal 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat," kata Mahfud saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Rabu (21/10/2020).
Namun demikian pihaknya tetap membuka kemungkinan adanya dugaan adanya keterlibatan pihak ketiga dalam kasus tersebut.
Mahfud mengungkapkan dugaan adanya pihak ketiga tersebut didasarkan adanya kemungkinan pembunuhan dilakukan oleh Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) sehingga KKSB bisa menuding aparat yang melakukan hal tersebut.
"Meskipun ada juga kemungkinan dilakukan oleh pihak ketiga," kata Mahfud.
Selain itu, kata Mahfud, informasi dan fakta-fakta yang dihimpun tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB dalam peristiwa pembunuhan terhadap dua aparat, yakni Serka Sahlan pada tanggal 17 September 2020 dan Pratu Dwi Akbar Utomo pada tanggal 19 September 2020.
Demikian pula, kata Mahfud, dengan kasus terbunuhnya seorang warga sipil atas nama Badawi pada tanggal 17 September 2020.
Untuk selanjutnya, kata Mahfud, pemerintah akan menyelesaikan kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku, baik hukum pidana maupun hukum administrasi negara.
Sejauh menyangkut tindak pidana berupa kekerasan dan atau pembunuhan, kata Mahfud, pemerintah meminta Polri dan Kejaksaan untuk menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu dan untuk itu pemerintah meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mengawal prosesnya lebih lanjut.
"Adapun yang menyangkut hukum administrasi negara, Menko Polhukam menyerahkannya kepada institusi terkait untuk diselesaikan, agar mengambil tindakan sesuai hukum yang berlaku pula," kata Mahfud.
Mahfud menegaskan TGPF bertugas mencari dan menemukan fakta terhadap peristiwa kekerasan dan penembakan yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya dengan didukung data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencari informasi yang benar dan objektif untuk kemudian disampaikan kepada Pemerintah dan masyarakat.
"Tugas TGPF berbeda dengan tugas aparat penegak hukum yang diatur dalam Undang-Undang. Hasil pengumpulan data dan informasi ini untuk membuat terang peristiwa, bukan untuk kepentingan pembuktian hukum (pro justitia). Pembuktian hukum pun menjadi ranah aparat penegak hukum," kata Mahfud.