Didakwa Jadi Perantara Suap Djoko Tjandra, Eks Politikus NasDem Ajukan Eksepsi
Ia didakwa menjadi perantara suap dari Djoko Tjandra kepada Pinangki Sirna Malasari.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks politikus NasDem, Andi Irfan Jaya, mengajukan eksepsi.
Ia didakwa menjadi perantara suap dari Djoko Tjandra kepada Pinangki Sirna Malasari.
"Setelah mendengarkan dakwaan yang dibacakan rekan jaksa penuntut umum kami ingin menggunakan hak untuk mengajukan eksepsi," ucap tim kuasa hukum Andi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Sidang eksepsi atau nota keberatan Andi Irfan akan digelar 9 November 2020. Jaksa juga akan diminta langsung memberi tanggapan esok harinya.
Sebelumnya, Andi Irfan Jaya didakwa menjadi perantara suap Djoko. Andi menyerahkan duit 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra ke Pinangki.
Selain itu jaksa juga mendakwa Andi melakukan pemufakatan jahat. Pemufakatan jahat itu dilakukan bersama Pinangki dan Djoko Tjandra.
Baca juga: Andi Irfan Jaya Juga Didakwa Lakukan Pemufakatan Jahat untuk Suap Pejabat Kejagung dan MA
"Bahwa terdakwa Andi Irfan Jaya telah melakukan permufakatan jahat dengan Pinangki Sirna Malasari dan Joko Soegiarto Tjandra (dilakukan penuntutan secara terpisah), untuk melakukan tindak pidana korupsi yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, yaitu bermufakat jahat untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar USD 10 juta kepada Pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Atas dasar itu, Andi Irfan Jaya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.
Terkait pemufakatan jahat, Andi Irfandidakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.