KPK Periksa Dosen IPB di Gratifikasi Eks Pejabat BPN Kalimantan Barat
Dosen IPB Dhamayanti Adhidarma diperiksa untuk tersangka Kepala BPN Kalbar (2012-2016) dan Kepala BPN Provinsi Jawa Timur (2016-2018) Gusmin Tuarita.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua saksi dalam penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait pendaftaran tanah, satu di antaranya penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) untuk sejumlah perkebunan sawit di Kalimantan Barat.
Dua saksi itu ialah, dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Dhamayanti Adhidarma dan General Manager Klaska Residence Surabaya Aditya Sutantio.
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, Dhamayanti diperiksa untuk tersangka Kepala Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kalimantan Barat (2012-2016) dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur (2016-2018) Gusmin Tuarita (GTU).
Sementara Aditya diperiksa untuk tersangka Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah kantor BPN Wilayah Kalimantan Barat Siswidodo (SWD).
"Keduanya diperiksa sebagai saksi," kata Ali dalam keterangannya, Kamis (5/11/2020).
Baca juga: KPK Pantau Kemajuan Rencana Sertifikasi Tanah Monas
KPK menetapkan Gusmin dan Siswidodo sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait pendaftaran tanah pada 29 November 2019.
Sebelum memberikan izin HGU, terdapat proses pemeriksaan tanah oleh panitia yang dibentuk oleh tersangka Gusmin selaku Kakanwil BPN.
Susunan panitia antara lain tersangka Gusmin sebagai ketua merangkap anggota panitia dan tersangka Siswidodo sebagai anggota.
Pada 2013-2018, tersangka Gusmin diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah termasuk pemohon HGU baik secara langsung dari pemohon hak atas tanah ataupun melalui tersangka Siswidodo.
Baca juga: KPK Lakukan Penyidikan Dugaan Perkara Korupsi Pembangunan Gereja di Papua
Dalam proses tersebut, tersangka Siswidodo kemudian diduga memberikan uang secara tunai kepada tersangka Gusmin di kantor ataupun di rumah dinas.
Atas penerimaan uang tersebut, tersangka Gusmin telah menyetorkan sendiri maupun melalui orang lain sejumlah uang tunai dengan total sebesar Rp22,23 miliar.
Uang tersebut disetorkan ke beberapa rekening miliknya pribadi, rekening milik istrinya, rekening milik anak-anaknya.
Selain itu, uang tunai yang diterima oleh tersangka Siswidodo dari pihak pemohon hak atas tanah dikumpulkan ke bawahannya yang kemudian digunakan sebagai uang operasional tidak resmi.
Sebagian dari uang digunakan untuk membayarkan honor tanpa kwitansi, seremoni kegiatan kantor, rekreasi pegawai ke sejumlah tempat di NTB, Malang, dan Surabaya serta peruntukan lain.
Baca juga: Optimalisasi PAD, KPK Fasilitasi Penandatanganan MoU Pemda Sulut dengan BPD Sulutgo
Tersangka Siswidodo juga memiliki rekening yang menampung uang dari pemohon hak atas tanah tersebut dan digunakan untuk keperluan pribadi.
Tersangka Gusmin dan Siswidodo tidak pernah melaporkan penerimaan uang-uang tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal uang-uang tersebut diterima.
Dua tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.