Anita Kolopaking Sebut Djoko Tjandra Marah dan Merasa Ditipu dengan Usulan Action Plan Pinangki
Anita Kolopaking menyebut Djoko Tjandra marah dengan action plan yang diajukan Pinangki dan Andi Irfan Jaya yang juga terdakwa.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perkara gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung dengan terdakwa eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung, Pinangki Sirna Malasari kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Mantan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi.
Dalam kesaksian di persidangan, Anita Kolopaking menyebut Djoko Tjandra marah dengan action plan yang diajukan Pinangki dan Andi Irfan Jaya yang juga terdakwa.
Baca juga: Anita Tak Tahu Alasan Pinangki Tawarkan Dirinya Jadi Pengacara Djoko Tjandra
Action plan adalah susunan rencana aksi permintaan fatwa MA melalui Kejaksaan Agung dengan tujuan agar Djoko Tjandra tak dieksekusi sebagaimana putusan Peninjauan Kembali (PK) di tahun 2009 atas perkara korupsi pengalihan hak tagih (cassie) Bank Bali.
Adapun untuk action plan itu Pinangki dan Andi Irfan Jaya meminta uang pemulus sebesar 100 juta dolar AS kepada Djoko Tjandra.
Baca juga: Eks Sopir Benarkan Pinangki Langsung ke Rumah Orang Tua Usai Pulang dari Kuala Lumpur
Kemarahan Djoko Tjandra atas permintaan itu disampaikan kepada Anita Kolopaking lewat pesan singkat.
Pesan itu berisi bahwa Djoko Tjandra menduga Pinangki dan Andi Irfan Jaya mau menipu.
"Awal September, Pak Djoko kirim action plan ke saya. Beliau marah, 'Anita, jangan urusan sama Pinangki dan Andi Irfan Jaya, mereka mau nipu saya, jangan hubungan lagi sama dia, ini (action plan) apa-apaan ini," kata Anita.
Anita sendiri mengaku tak mengetahui kesepakatan bayaran dari action plan tersebut.
"Detailnya nggak (tahu). Tapi Pak Rahmat bilang iya proposal nggak disetujui," imbuh Anita.
Tak Tahu Alasan Pinangki
Anita Kolopaking mengaku bersahabat dengan Pinangki Sirna Malasari.
Kedekatannya itu lantaran ia dan Pinangki merupakan satu almamater Strata 3 Universitas Padjajaran, Bandung.
Anita mengaku kenal dengan Pinangki sejak tahun 2017.
Keduanya kerap berinteraksi lantaran tergabung dalam satu kepengurusan organisasi yang sama.
"Kenal tahun 2017. Sering ketemu karena kami sama - sama pengurus dan kami juga banyak kegiatan di situ," ucap Anita dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Baca juga: Anita Kolopaking Akui Kenal Djoko Tjandra Lewat Jaksa Pinangki
Jaksa penuntut umum (JPU) menduga kedekatan Anita dengan Pinangki menjadi alasan ia diberi tawaran jasa sebagai pengacara Djoko Tiandra untuk mengurus Peninjauan Kembali (PK) kasus hak tagih (cassie) Bank Bali. Tapi Anita membantah dugaan jaksa.
Anita tidak mengetahui apa dasar Pinangki memberikan tawaran tersebut kepadanya.
"Tidak pernah. Saya nggak tahu apa dasarnya. Karena mungkin kita kerap ketemu sehingga mungkin saat itu sedang komunikasi dengan pak Djoko, sehingga menawarkan ke saya," tutur Anita.
Pinangki Sirna Malasari sebelumnya didakwa menerima suap senilai 500 ribu dolar AS dari total yang dijanjikan sebesar 1 juta dolar AS, oleh Terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Baca juga: Temui Djoko Tjandra di Malaysia, Pinangki Bayari Tiket Pesawat Andi Irfan dan Anita Kolopaking
Suap sebesar 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra itu bermaksud agar Pinangki bisa mengupayakan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) lewat Kejaksaan Agung (Kejagung).
Fatwa MA itu bertujuan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
Djoko Tjandra mengenal Pinangki Sirna Malasari melalui Rahmat. Ketiganya sempat bertemu di kantor Djoko Tjandra yang berada di The Exchange 106 Kuala Lumpur Malaysia.
Dalam pertemuan tersebut, Pinangki mengusulkan pengurusan fatwa MA melalui Kejagung.
Djoko sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa dari MA melalui Kejagung dengan argumen bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada Joko Soegiarto Tjandra tidak bisa dieksekusi sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.
Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Pinangki juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.