Menantu Nurhadi Disebut Sudah Kembalikan Uang Rp35 Miliar ke Hiendra Soenjoto
Rudjito mengatakan bahwa uang dan kebun kelapa sawit itu dikembalikan Rezky ke Hiendra setelah proyeknya gagal.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menantu mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Rezky Herbiyono, disebut sudah mengembalikan uang sebesar Rp35 miliar kepada Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Tak hanya uang, Rezky juga disebut telah memulangkan kebun kelapa sawit ke Hiendra.
Demikian diungkapkan Muhammad Rudjito selaku kuasa hukum Nurhadi dan Rezky Herbiyono disela-sela persidangan perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA dengan terdakwa Nurhadi dan Rezky.
Rudjito mengatakan bahwa uang dan kebun kelapa sawit itu dikembalikan Rezky ke Hiendra setelah proyeknya gagal.
Baca juga: Anak Buah Ungkap Mantu Nurhadi Terima Rp15 Miliar Terkait Pengurusan Perkara PT MIT
Baca juga: Novel Baswedan Dipuji karena Pimpin Penangkapan Edhy Prabowo, Sebelumnya Pernah Menangkap Nurhadi
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Fakta Persidangan Tak Bisa Ungkap Aliran Suap Kepada Nurhadi
"Jangan lupa bahwa di dalam perkara ini, Rezky sudah mengembalikan uang Hiendra, karena proyek ini gagal, maka uang itu dikembalikan sejumlah Rp35 miliar itu dengan kebun kelapa sawit. Dan itu nanti akan ungkap," kata Rudjito di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/12/2020).
Rudjito juga menjelaskan soal adanya aliran uang Rp10 miliar dari seorang pengusaha Iwan Cendikiawan Liman.
Rudjito mengklaim uang itu bukan suap ataupun gratifikasi, melainkan utang Rezky kepada Iwan Liman.
Rezky disebut meminjam uang ke Iwan Liman Rp10 miliar.
"Soal Rp10 miliar tadi ya, itu buka pemberian, itu utangnya Rezky kepada Iwan Liman, dan itu sudah dibayar dan dikembalikan oleh Rezky. Jadi saksi tadi juga sangat jelas sekali mengonfirmasi tidak ada aliran uang ke Pak Nurhadi," bebernya.
Kendati demikian, Rudjito mengakui memang ada aliran uang sebesar Rp5 miliar dari Hiendra Soenjoto untuk Rezky.
Tapi, klaim Rudjito, uang itu tidak berkaitan sama sekali dengan pengurusan perkara PT MIT.
"Itu memang ada. Itupun menurut si saksi tadi kan tidak ada kaitannya dengan Pak Nurhadi. Itu memang ditransfer ke Rezky, tapi tidak mengalir ke Pak Nurhadi," ungkap Rudjito.
"Dan bukan untuk pengurusan MIT. Saksi tadi tidak menerangkan bahwa uang itu untuk pengurusan MIT. Nanti yang lebih jelas apakah ada pemberian uang kepada MIT itu, nanti ketika keterangannya Hiendra. Hiendra ini kan yang berkepentingan," sambungnya.
Rudjito berharap Hiendra dapat segera dihadirkan di persidangan sebagai saksi.
Sebab, kata Rudjito, Hiendra dapat mengungkap dengan jelas peruntukkan uang-uang yang diterima Rezky.
"Jadi saya pikir, apakah uang-uang ini berkaitan dengan MIT. Nanti kita kuat dari Hiendranya," kata dia.
Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono sebelumnya didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Untuk suap, Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Hiendra sendiri merupakan tersangka KPK dalam kasus yang sama dengan para terdakwa.
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Nurhadi Tak Punya Kewenangan Pembinaan Karier Hakim di MA
Uang Rp45 miliar lebih itu diberikan agar kedua terdakwa mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.
Awal mula gugatan, pada 27 Agustus 2010 Hiendra melalui kuasa hukumnya Mahdi Yasin dan rekan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang didasarkan pada pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN. Hal itu sebagaimana register perkara nomor: 314/Pdt.G/2010/PN Jkt.Ut.
PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa depo container tetap sah dan mengikat. Serta menghukum PT KBN membayar ganti rugi materiel kepada PT MIT sebesar Rp81.778.334.544.
Tak terima, PT KBN mengajukan banding. Namun lagi-lagi upaya hukum mereka kandas di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Namun di tingkat kasasi, MA dalam putusannya nomor 2570 K/Pdt/2012 menyatakan bahwa pemutusan perjanjian sewa-menyewa depo container adalah sah dan menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp6.805.741.317 secara tunai dan seketika kepada PT KBN.
PT KBN lantas bermohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dilakukan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan aanmaning/teguran.
Mengetahui akan dieksekusi, Hiendra meminta bantuan kakaknya Hengky Soenjoto untuk dikenalkan dengan advokat Rahmat Santoso yang merupakan adik ipar Nurhadi atau paman Rezky.
Dalam pertemuan di cafe Vin+ Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Hiendra meminta Rahmat menjadi kuasanya dalam permohonan PK perkara gugatan dengan PT KBN sekaligus mengurus penangguhan eksekusi.
Satu bulan usai pertemuan, tepatnya tanggal 20 Agustus 2014, Hiendra memberi surat kuasa kepada Rahmat sekaligus memberi uang Rp300 juta dan cek OCBC NISP atas nama PT MIT nomor NNP 218650 sejumlah Rp5 miliar yang bisa dicairkan setelah permohonan PK didaftarkan ke MA. Pada 25 Agustus 2014, Rahmat mendaftarkan permohonan PK dan permohonan penangguhan eksekusi.
Beberapa hari kemudian, tutur Jaksa, Hiendra mencabut kuasa yang telah diberikan dan melarang Rahmat mencairkan cek Rp5 miliar.
"Namun pada kenyataannya Hiendra meminta terdakwa II (Rezky) yang merupakan menantu sekaligus orang kepercayaan terdakwa I (Nurhadi) untuk pengurusan perkara tersebut, padahal diketahui pada saat itu, terdakwa II bukanlah advokat," ucap Jaksa sebagaimana surat dakwaan.
Lebih lanjut, Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp37.287.000.000. Nurhadi disebut memerintahkan Rezky untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara baik di tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali secara bertahap sejak 2014-2017.
Penerimaan uang di antaranya dari Handoko Sutjitro (Rp2,4 miliar); Renny Susetyo Wardani (Rp2,7 miliar); Donny Gunawan (Rp7 miliar); Freddy Setiawan (Rp23,5 miliar); dan Riadi Waluyo (Rp1.687.000.000).