Prabowo Subianto Marah dan Sangat Kecewa, Merasa Dikhianati oleh Edhy Prabowo
Kasus korupsi ekspor benur yang dilakukan mantan KKP Edhy Prabowo membuat berang Prabowo Subianto. Prabowo menilai Edhy telah mengkhianati dirinya.
Penulis: Reza Deni
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus korupsi ekspor benur atau benih lobster yang dilakukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo membuat berang Prabowo Subianto.
Ketua Umum Partai Gerindra yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan itu bahkan menilai Edhy telah mengkhianati dirinya.
Saking geramnya, Prabowo menyebut Edhy sebagai orang yang telah diangkatnya dari selokan 25 tahun yang lalu.
Kekecewaan Prabowo terhadap Edhy itu diungkapkan oleh Hashim Djojohadikusumo, adik kandung Prabowo, saat menggelar konferensi pers di sebuah kafe di Jakarta Utara, Jumat (4/12/2020).
"Pak Prabowo sangat marah, sangat kecewa. Merasa dikhianati. Terus terang saja dia bilang ke saya dalam bahasa Inggris, saya kan dengan kakak saya sudah 66 tahun pakai Bahasa Inggris. ’I lift him up from the gutter and this is what he does to me’. Dia sangat kecewa dengan anak yang dia angkat dari selokan 25 tahun lalu. Kok dia berlaku seperti ini," kata Hashim.
Hashim mengatakan keluarganya telah mengenal Edhy sejak lama. Ia sendiri tak menduga Edhy akan melakukan korupsi hingga akhirnya tertangkap KPK.
"Saya kenal Edhy sudah lama. Dulu dia pengangguran sebelum seperti sekarang. Dia orangnya baik,"” ujarnya.
Hashim yang juga seorang pengusaha itu mengaku kecewa terhadap Edhy lantaran keluarganya turut dikaitkan dalam pusaran dugaan korupsi kasus ekspor benih lobster.
Perusahaan milik anaknya, PT Bima Sakti Mutiara, disebut-sebut ikut terlibat dalam kasus tersebut.
Padahal menurut Hashim, perusahaan milik Rahayu Saraswati Djojohadikusumo itu hanya memiliki izin budidaya lobster dan bukan izin ekspor.
"Saya merasa dihina, difitnah," katanya.
Baca juga: Kemarahan Prabowo Saat Dengar Edhy Prabowo Tertangkap Korupsi: Dia Anak yang Diangkat dari Selokan
Hashim menerangkan, PT Bima Sakti Mutiara telah terjun di bisnis bidang kelautan sejak 1986, yakni di bidang budidaya mutiara.
Kemudian baru dalam lima tahun terakhir perusahaannya ikut bergerak di budidaya kelautan lain seperti teripang, kepiting dan kerapu.
"Lima tahun yang lalu bisnis mutiara mulai mandek. Merugi terus, padahal memiliki 214 karyawan di Nusa Tenggara Barat. Timbul ide melakukan diversifikasi di luar mutiara, ada ide untuk teripang, untuk lobster, budidaya seperti kepiting dan sebagainya. Ini kan kelautan," jelasnya.
Meskipun demikian, ia menegaskan tak pernah melakukan pengajuan izin atau terbesit niat untuk melakukan ekspor lobster dan benur sejak dilarang oleh Menteri KKP sebelumnya Susi Pudjiastuti.
Perusahaannya juga belum mendapatkan izin ekspor benur lobster sejak kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Edhy.
Namun demikian, Hashim mengakui turut mendorong Edhy membuka keran ekspor sebanyak-banyaknya. Hal tersebut dilakukan agar kebijakan yang dikeluarkan Edhy tak jadi celah untuk monopoli bisnis ekspor benur.
"Tahun lalu saya bilang berapa kali saya wanti-wanti saya usulkan berikan izin sebanyak-banyaknya. Saksi hidup banyak di belakang saya. Saya bilang, ‘Ed buka saja sampai 100 karena Prabowo tidak mau monopoli dan saya tidak suka monopoli dan Partai Gerindra tidak suka monopoli’," katanya.
Sebagai informasi, Edhy ditetapkan sebagai tersangka korupsi izin ekspor benih lobster oleh KPK. Selain Edhy, lembaga antirasuah itu juga menjerat enam orang lainnya sebagai tersangka.
Baca juga: Kekecewaan Prabowo Saat Edhy Ditangkap KPK: Dia Anak yang Diangkat dari Selokan 25 Tahun Lalu
Kasus yang menjerat Edhy sendiri bermula dari izin pembukaan ekspor benih lobster yang mulai diberlakukan tahun ini.
Izin ekspor itu dianggap bermasalah, hingga akhirnya diproses KPK.
Politikus Gerindra itu diduga menerima uang Rp 9,8 miliar dari pengurusan izin ekspor benih lobster tersebut.
Sebagian uang tersebut telah digunakan Edhy untuk membeli sejumlah barang saat kunjungan kerja ke Amerika Serikat beberapa waktu lalu.
Hashim menegaskan bahwa ia tak akan menghindar jika diminta KPK untuk bersaksi atau memberikan keterangan terkait kasus tersebut.
Untuk itu ia juga sudah menggandeng pengacara kondang Hotman Paris Hutapea menjadi penasehat hukumnya dalam kasus ini.
"Tentu, tentu lah. Kalau diundang atau dipanggil kami akan penuhi karena tidak ada masalah," tuturnya.
Sementara itu Hotman Paris mengakui apa yang dilakukan Edhy banyak dikaitkan dengan Prabowo Subianto.
Ia menegaskan anggapan tersebut harus diubah. Apalagi, kata Hotman, perusahaan PT Bima Sakti Mutiara milik Saraswati tersebut belum mendapatkan izin.
"Mentang-mentang Edhy ini adalah mantan anak buah Prabowo Subianto seolah-olah semua yang dilakukan dalam bidang ekspor ini motornya di belakang adalah Prabowo atau keluarganya dapat manfaat. Itu image," ujar Hotman.
Baca juga: KPK Periksa Sejumlah Saksi Terkait Kasus Edhy Prabowo, Termasuk Seorang Mahasiswa
"Seolah-olah kalian wartawan setiap kali bikin berita waktu Edhy ditangkap selalu gambar dua tokoh ini dimasukin di belakang. Padahal di saat pelaku-pelaku koboi sudah dapat izin ekspor, malah mereka sampai hari ini belum dapat izin ekspor," tambahnya.
Hotman menegaskan tak ada sama sekali kaitan antara PT Bhima Sakti Mutiara milik Hasyim dan Rahayu dengan kasus korupsi ekspor benur yang didalami KPK.
Pasalnya hingga hari ini Bhima Sakti Mutiara belum mendapat izin ekspor benih lobster dan tak ada upaya untuk melakukan sogok-menyogok dalam penerbitan izin tersebut.
"Dalam kenyataannya sampai hari ini PT Bima Sakti Mutiara belum mempunyai atau masih menunggu kelengkapan izin ekspor," ujarnya.
Hotman menyatakan PT Bhima hingga saat ini juga masih perlu memenuhi empat sertifikat yang jadi syarat melakukan ekspor benur.
Pertama, surat keterangan telah melakukan pembudidayaan lobster bagi eksportir. Kedua, sertifikat instalasi karantina ikan.
Ketiga, sertifikat cara-cara pembibitan yang baik. Keempat, surat penetapan waktu pengeluaran.
"Jadi 4 kelengkapan surat izin ekspor dia belum dapat. Artinya, belum mempunyai izin ekspor yang lengkap artinya tidak pernah melakukan ekspor," ucapnya.(tribun network/den/dod)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.