Putusan Banding, Hak Politik Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan Tetap Tak Dicabut
Putusan banding PT DKI Jakarta tidak menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik bagi Wahyu seperti yang dim
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dengan terdakwa eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Putusan banding PT DKI Jakarta tidak menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik bagi Wahyu seperti yang diminta KPK.
Alasannya, Wahyu tidak berkarier dalam dunia politik. Serta dengan pertimbangan hak asasi manusia, Wahyu telah bekerja di KPU dengan menyukseskan Pemilu 2019.
"Bahwa Terdakwa Wahyu Setiawan tidak berkarier dalam dunia politik dan dengan telah dijatuhi pidana pokok tersebut sudah tipis harapan untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi," demikian bunyi amar putusan majelis hakim dari situs Direktori Putusan MA, Rabu (9/12/2020).
Putusan banding tersebut juga menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis 6 tahun penjara bagi Wahyu.
"Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 24 Agustus 2020 Nomor 28/Pid.SusTPK/2020/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut," bunyi putusan majelis hakim banding.
Baca juga: Hak Politik Wahyu Setiawan Tidak Dicabut Meski Divonis 6 Tahun Penjara
Majelis hakim yang memutuskan banding tersebut terdiri dari Muhammad Yusuf sebagai hakim ketua majelis serta Sri Andini, Haryono, Jeldi Ramadhan, dan Lafat Akbar selaku hakim anggota.
Putusan banding terebut dibacakan pada Senin (7/9/2020) tersebut dan tercatat pada nomor putusan 37/PID.TPK/2020/PT DKI.
Diketahui, KPK mengajukan banding atas vonis terhadap Wahyu yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
Salah satu pertimbangan KPK mengajukan banding karena Wahyu tidak dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.
Pada pengadilan tingkat pertama, Wahyu divonis hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan, lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yaitu 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain vonis yang lebih ringan, majelis hakim juga tidak mengabulkan tuntutan JPU KPK agar Wahyu dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 4 tahun terhitung sejak Wahyu selesai menjalani pidana pokok.
Dalam perkara ini, Wahyu bersama mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridellina terbukti menerima uang sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau setara dengan Rp600 juta dari Saeful Bahri.
Suap tersebut diberikan agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan PAW anggota DPR Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Wahyu juga terbukti menerima uang sebesar Rp500 juta dari Sekretaris KPU Daerah (KPUD) Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo terkait proses seleksi calon anggota KPU daerah (KPUD) Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.