Tidak Ada yang Kebal Hukum, Penetapan Tersangka MRS Dinilai Sudah Tepat
Khairul Fahmi menilai bahwa penetapan tersangka kepada Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab (MRS) oleh kepolisian sudah benar.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Peneliti Militer dan Keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai bahwa penetapan tersangka kepada Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab (MRS) oleh kepolisian sudah benar.
Pasalnya menurut dia ada dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh MRS dan sejumlah pengikutnya.
"Memang problemnya ada dugaan pelanggaraan hukum yang dilakukan oleh yang bersangkutan (MRS) sehingga tentunya harus ada penindakan hukum," kata Khairul saat dihubungi, Jumat, (11/12/2020).
Di negara hukum seperti Indonesia, penerapan hukum tidak boleh pandang bulu.
Baca juga: Pengacara FPI Yakin Polisi Tahu Keberadaan Habib Rizieq Shihab
Menurutnya semua warga negara sama di mata hukum dan tidak ada satu orang pun yang kebal hukum.
Karenanya setiap dugaan tindakan pelanggaran hukum harus diproses.
"Penetapan tersangka, ataupun penangkapan kalaupun ada nantinya, itu bagian dari proses hukum, masalah salah atau tidaknya , kan nanti dibuktikan di pengadilan. Yang pasti harus diproses dulu," katanya.
Hanya saja Khairul memberikan catatan dalam kasus MRS, yakni pihak kepolisian harus memenuhi rasa keadilan.
Baca juga: FPI Sebut Rizieq Shihab dan 5 Tersangka Lain Siap Diperiksa Polisi: Kapan Waktunya, Kami akan Penuhi
Artinya menurut dia, kasus kerumunan yang menjerat Rizieq harus diterapkan sama kepada semua warga tanpa terkecuali.
Tidak hanya MRS ataupun kelompoknya, warga lainnya yang melanggar protokol kesehatan harus ditindak.
Selain itu juga pihak kepolisian harus adil dengan memproses kasus MRS sesuai aturan main.
"Persoalannya di sini kenapa menjadi ramai adalah rasa keadilan, karena ada kasus serupa yang juga telah dilaporkan, namun tidak ada penindakan ," katanya.
Khairul menyayangkan bahwa kasus MRS menjadi ramai, bahkan kemudian menimbulkan korban jiwa.
Sebenarnya menurut dia, kasus kerumunan tersebut dapat dihindari apabila lembaga pemerintahan tegas sejak awal.
"Sebenarnya bisa diantisipasi sejak awal, begitu ada kerumunan langsung dibubarkan sehingga tidak menjadi bola panas, bahkan mungkin menimbulkan korban jiwa yang sebenarnya tidak perlu," katanya.
Sementara itu Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan meminta MRS kooperatif mengikuti proses hukum yang berlaku di Indonesia. Jangan sampai terkesan bahwa MRS tidak tersentuh hukum.
Baca juga: Kemungkinan Jemput Paksa Rizieq Shihab, Kata Pimpinan DPR Sepanjang Sesuai Aturan Hukum Akan Dukung
"MRS sebaiknya menghormati jalannya proses penegakan hukum, kooperatif dan menghadiri setiap panggilan kepolisian. Jangan sampai beliau menempatkan dirinya di atas negara ataupun kekuasaan negara," katanya.
Menurut dia penetapan tersangka oleh kepolisian kepada MRS dan sejumlah pengikutnya merupakan hal yang wajar, termasuk rencana penangkapan paksa.
"Dapat dibenarkan dan tentunya diserta informasi pendahuluan dan alat bukti yang cukup," katanya.
Arteria meminta publik untuk memberikan kesempatan kepada kepolisian untuk menjalankan penindakan hukum kepada warga negara yang diduga melanggar undang-undang ataupun pidana. Ia yakin polisi memiliki alat bukti yang cukup dalam memproses kasus MRS.
"Penetapan tersangka dan perintah penangkapan ini kan bukan tiba-tiba, akan tetapi melalui proses criminal justice system yang proper. Beliau kan sudah 2 kali dipanggil tidak hadir, bahkan terkesan MRS itu "untouchable", tidak bisa tersentuh oleh hukum, terkesan boleh berbuat apa saja, dengan mudahnya melakukan hate speech, penghasutan, menyemburkan ujaran kebencian, berita bohong, itu berlangsung berulang-ulang dan bertahun-tahun tanpa tersentuh dan terkoreksi oleh hukum negara," pungkasnya.