Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ICW Sebut Sambutan Presiden Jokowi di Hakordia Sebagai Narasi Kosong

(ICW) menyinggung sambutan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2020.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in ICW Sebut Sambutan Presiden Jokowi di Hakordia Sebagai Narasi Kosong
tangkapan layar kanal YouTube Kompastv
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyinggung sambutan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2020.

Pernyataan Jokowi di dalam sambutan itu dinilai hanya narasi kosong.

Awalnya, dalam sambutan itu, Jokowi mengatakan bahwa meski listrik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) padam, tetapi pemberantasan korupsi tidak boleh padam. 

ICW justru mengatakan, salah satu pihak yang paling berjasa memadamkan harapan pemberantasan korupsi di Indonesia adalah Jokowi sendiri. 

"Hal itu terlihat tatkala Jokowi meloloskan Pimpinan KPK yang sebelumnya terbukti melanggar kode etik, kemudian diikuti dengan perubahan UU KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangannya, Rabu (16/12/2020).

Kurnia menambahkan, dampak buruk dari dua kejadian tersebut sudah terlihat. 

Baca juga: ICW Ungkap 5 Paslon Pilkada Penerima Sumbangan Dana Kampanye Tertinggi dari 30 Daerah

Pertama, salah satu pimpinan KPK yang diloloskan oleh Presiden Jokowi, beberapa waktu lalu kembali terbukti melanggar kode etik karena menggunakan moda transportasi mewah. 

Berita Rekomendasi

Kedua, legislasi yang digaung-gaungkan akan memperkuat KPK, namun kenyataannya justru memperburuk situasi internal lembaga antirasuah tesebut. 

"Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya gelombang masif pegawai KPK yang mengundurkan diri, jumlah penindakan merosot tajam, dan ketidakefisienan fungsi pengawasan melalui organ Dewan Pengawas," terang dia.

Ketua KPK Firli Bahuri menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020). Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) memberikan hukuman ringan yakni sanksi berupa teguran tertulis 2 terhadap Ketua KPK Firli Bahuri terkait pelanggaran kode etik. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua KPK Firli Bahuri menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020). Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) memberikan hukuman ringan yakni sanksi berupa teguran tertulis 2 terhadap Ketua KPK Firli Bahuri terkait pelanggaran kode etik. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Bahkan, lanjut Kurnia, sejak Firli Bahuri dilantik dan UU KPK berlaku, setidaknya lima lembaga survei mengutarakan temuannya bahwa terdapat degradasi kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut.

Atas hal itu, Kurnia melihat arah politik hukum pemberantasan korupsi di era Presiden Jokowi pun semakin tidak jelas. 

Legislasi berupa RUU Perampasan Aset yang harusnya menjadi fokus pemerintah tak kunjung dibahas. 

Padahal, pemerintah berkali-kali mengutarakan terkait urgensi pemulihan aset akibat kerugian keuangan negara.

"Maka dari itu, ICW sebenarnya sudah cukup bosan mendengar narasi kosong dari Presiden Joko Widodo terkait penguatan KPK dan keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi. Sebab, faktanya, hal itu tidak pernah terjadi," kata Kurnia.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas