Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tiga Nama Hakim Agung Disebut dalam Sidang Kasus Suap dan Gratifikasi Nurhadi

Tiga nama hakim agung disebut dalam sidang lanjutan kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Nurhadi dan menantunya.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Tiga Nama Hakim Agung Disebut dalam Sidang Kasus Suap dan Gratifikasi Nurhadi
Tribunnews/Irwan Rismawan
Nurhadi berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (6/8/2020). 

Jaksa pun membacakan BAP Jumadi pada saat diperiksa di KPK.

Dalam BAP-nya, Jumadi menyebut tiga Hakim Agung yang bertemu Nurhadi saat itu yakni, Sunarto, Purwosusilo, dan Abdul Manaf.

"Di BAP, Pak Sunarto, Pak Purwosusilo dan Pak Abdul Manaf, betul?," tanya Jaksa Wawan.

Jumadi pun mengamini ketiga nama hakim agung tersebut.

Kendati demikian, Jumadi tak berdalih tak mengetahui dalam rangka apa ketiga hakim agung itu bertemu dengan Nurhadi di luar kedinasan.

Baca juga: Kuasa Hukum Nurhadi Bantah Isu Aliran Uang dari Kliennya ke Seorang Selebgram

"Enggak pak, saya taunya hanya beliau. karena beliau sama-sama di eselon satu, waktu Pak Nurhadi sekretaris, Pak Narto adalah kepala badan pengawasan, kemudian Pak Purwosusilo adalah dirjen, jadi sering bersama-sama, dalam rangka silahturahmi," bebernya.

Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono sebelumnya didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.

BERITA TERKAIT

Untuk suap, Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Hiendra sendiri merupakan tersangka KPK dalam kasus yang sama dengan para terdakwa.

Uang Rp45 miliar lebih itu diberikan agar kedua terdakwa mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.

Awal mula gugatan, pada 27 Agustus 2010 Hiendra melalui kuasa hukumnya Mahdi Yasin dan rekan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang didasarkan pada pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN.

Hal itu sebagaimana register perkara nomor: 314/Pdt.G/2010/PN Jkt.Ut.

PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa depo container tetap sah dan mengikat. Serta menghukum PT KBN membayar ganti rugi materiel kepada PT MIT sebesar Rp81.778.334.544.

Tak terima, PT KBN mengajukan banding. Namun lagi-lagi upaya hukum mereka kandas di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Namun di tingkat kasasi, MA dalam putusannya nomor 2570 K/Pdt/2012 menyatakan bahwa pemutusan perjanjian sewa-menyewa depo container adalah sah dan menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp6.805.741.317 secara tunai dan seketika kepada PT KBN.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas