Menristek/Kepala BRIN : Dokter Harus Pelopori Pemakaian Obat Modern Asli Indonesia
Saat OMAI banyak dipakai oleh pasien atau peserta JKN, maka otomatis minat dari pabrikan atau industri farmasi itu juga meningkat untuk memproduksi
Penulis: Lita Febriani
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN), Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa kesuksesan pemakaian Obat Modern Asli Indonesia atau OMAI ada dua faktor.
"Kuncinya ada dua untuk OMAI ini bisa take off. Pertama kembali pada Permenkes No 54, karena Permenkes itu bukan boleh tidaknya OMAI dipakai, tapi masuk ke JKN itu yang penting.
Manfaat BPJS itu adalah penyedia JKN dan kita bayangkan, kalau penerima bantuan iuran saja itu sudah 96 juta orang.
Jadi kalau OMAI masuk ke dalam JKN, maka disitulah peluang OMAI itu dikenal dan mulai banyak dikonsumsi," tutur Bambang saat diskusi virtual "Efek Covid-19, Urgensi Ketahanan Sektor Kesehatan" yang diadakan Kompas TV, Senin (21/12/2020).
Baca juga: Berkinerja Positif, BRI Dinobatkan Sebagai BUMN Terbaik dan Sunarso Sebagai Top National Banker
Saat OMAI banyak dipakai oleh pasien atau peserta JKN, maka otomatis minat dari pabrikan atau industri farmasi itu juga meningkat untuk memproduksi OMAI yang lebih banyak.
"Kalau mereka ingin produk OMAI dikonsumsi lebih banyak, maka industri harus produksi obat-obatan untuk menangani penyakit yang yang masuk 10 besar penyakit yang menimbulkan kematian di Indonesia.
Maka saya yakin pabrik-pabrik atau pusat farmasi akan makin aktif melakukan kegiatan RnD, baik yang dilakukan sendiri maupun kegiatan yang melibatkan universitas dan lembaga penelitian," terangnya.
Bambang menyebut riset dan pengembangan dari OMAI akan berkembang, jika demandnya banyak.
Demand ini akan muncul kalau OMAI masuk JKN, karena JKN-lah yang menjadi fokus dari penanganan kesehatan di Indonesia saat ini.
Baca juga: Wagub DKI: Pak Anies Sehat dan Tetap Pimpin Rapat
Kedua yang tidak kalah critical-nya. Seberapa hebatnya alat kesehatan dan obat yang dibuat di Indonesia, kalau pemakai utamanya, yakni dokter tidak mau pakai itu selesai.
"Percuma bikin OMAI yang paling manjur dan sudah terbukti, sudah melalui uji klinis yang melelahkan dan mahal tapi kemudian dokternya tidak mau bikin resep.
Bukan karena takut, tetapi ya maaf, kadang-kadang dokter sudah komit dengan perusahaan farmasi tertentu jadi resepnya pakai obat impor bukan OMAI.
Jadi kuncinya memang satu, secara aturan dia masuk ke JKN. Kedua, secara moral dokter-dokter di Indonesia justru haruslah yang pertama yang mempelopori pemakaian OMAI untuk penyakit-penyakit yang memang harus membutuhkan fitofarmaka," jelas Bambang.