Kaleidoskop 2020 : Kasus Kebakaran Kejagung Hingga Penangkapan Petinggi-Anggota KAMI
5 penegakan hukum yang menarik perhatian sepanjang 2020: Kebakaran Kejagung, penangkapan Djoko Tjandra, penangkapan petinggi KAMI dan DPO teroris.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2020 tak lama lagi akan memasuki penghujung bulan.
Di tahun ini, ada banyak peristiwa atau penegakan hukum yang ditangani Mabes Polri dan menyita perhatian masyarakat.
Tak jarang, penegakan hukum tersebut menjadi isu nasional.
Namun memang, hanya terdapat beberapa momen yang menjadi topik populer di masyarakat umum.
Berikut 5 penegakan hukum yang ditangani oleh Mabes Polri yang menjadi sorotan :
1. Kasus Kebakaran Kejaksaan Agung RI
Tahun ini bisa jadi menjadi tahun yang kelam untuk Kejaksaan Agung RI.
Sebab, satu di antara gedung yang telah menjadi cagar budaya milik korps Adhyaksa di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan, habis dilalap si jago merah pada 22 Agustus 2020 lalu.
Gedung 6 lantai itu hangus tidak bersisa karena mengalami kebakaran hebat.
Besarnya api membuat pemadam kebakaran baru bisa menjinakkan api setelah berjuang hampir 12 jam.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Ferdy Sambo mengatakan asal usul api yang menjadi sumber kebakaran gedung Kejaksaan Agung RI berasal dari puntung rokok lima orang tukang bangunan yang tengah berkegiatan renovasi lantai 6 biro kepegawaian.
"Lima tukang ini sedang melakukan pekerjaan di ruangan lantai 6 biro Kepegawaian. Kemudian apa aktivitas mereka? ternyata mereka dalam melaksanakan kegiatan selain melakukan pekerjaan yang sudah ditugaskan mereka juga melakukan tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, yaitu mereka merokok di ruangan tempat bekerja," kata Brigjen Sambo di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (23/10/2020).
Dalam kasus ini, Mabes Polri telah menetapkan total sebanyak 11 orang tersangka.
Rinciannya, 8 orang diumumkan sebagai terlebih dahulu yang kemudian penyidik menetapkan 3 orang tersangka baru.
Kedelapan tersangka pertama adalah T, H, S, dan K yang merupakan tukang bangunan yang berkegiatan renovasi di lantai 6 biro kepegawaian Kejaksaan Agung RI.
Selanjutnya, pemasang wallpaper berinisial IS.
Kemudian, mandor tukang berinisial IS, perusahaan penyedia cairan pembersih TOP cleaner yang tidak memiliki izin edar Direktur PT APM yang berinisial R dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kejaksaan Agung RI berinisial NH.
Tiga tersangka baru adalah MD yang merupakan peminjam bendera PT APM atau perusahaan yang mengadakan pembersih lantai yang diduga memperkuat penjalaran api di tempat tersebut.
Kemudian, konsultan perencana Aluminium composite panel (ACP) dari PT IN berinisial J dan mantan pegawai Kejaksaan Agung RI berinisial IS yang diduga lalai dalam penunjukkan J sebagai konsultan pemasangan ACP.
Dalam kasus ini, tersangka dijerat dengan pasal 188 KUHP Jo pasal 55 huruf 1 ke 1 KUHP dengan hukuman pidana penjara di atas 5 tahun.
2. Penangkapan Buronan Korupsi Djoko Tjandra oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit di Malaysia
Mabes Polri juga menangkap buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Malaysia.
Penangkapan Djoko Tjandra dipimpin langsung oleh Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo.
Dia menjemput Djoko Tjandra yang diketahui bersembunyi di satu apartemen mewah di Malaysia.
Djoko Tjandra dijemput dari Malaysia dengan menggunakan pesawat jet mewah berwarna putih.
Pesawat tersebut mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Terpantau, Djoko Tjandra menggunakan baju tahanan berwarna oranye bertuliskan Bareskrim Polri, bermasker putih dengan kedua tangan diborgol.
Tampak pula, ia turun ditemani oleh sejumlah pejabat utama polri dan Kejaksaan.
"Kami kembali dari Malaysia, ini juga merupakan jawaban dari beberapa pertanyaan selama beberapa minggu ini dari masyarakat terkait dengan peristiwa Djoko Tjandra yang terjadi di Indonesia," kata Listyo di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Kamis (30/7/2020) malam.
Ia mengatakan penangkapan Djoko Tjandra merupakan instruksi langsung Presiden Joko Widodo kepada Kapolri Jenderal Pol Idham Azis.
"Bapak Presiden memerintahkan untuk mencari keberadaan Djoko Tjandra di manapun berada untuk segera ditangkap dan dituntaskan (kasusnya)," jelasnya.
Atas instruksi Presiden Jokowi tersebut, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis membentuk Tim Khusus Bareskrim untuk mencari keberadaan Djoko Tjandra.
Setelah diselidiki, tim khusus bentukan Idham Azis itu mengendus keberadaan Djoko Tjandra di Malaysia.
Polri lalu mengirimkan surat kepada Polisi Diraja Malaysia (PDRM).
"Kapolri mengirim surat ke Polisi Diraja Malaysia untuk bersama-sama mencari. Tadi siang didapat info (keberadaan) yang bersangkutan, target bisa diketahui," jelasnya.
Penyidik Bareskrim kemudian pada Kamis (30/7) sore terbang ke Malaysia dan menangkap Djoko Tjandra untuk dibawa kembali ke Indonesia.
Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.
Kejaksaan pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000.
Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Joko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008.
Majelis hakim memberi vonis dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta untuk Joko.
Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar dirampas negara.
Imigrasi juga mencegah Joko.
Joko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009.
Tepat sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkara.
Kejaksaan kemudian menetapkan Joko sebagai buronan.
3. Dua Jenderal Polisi Ditahan Karena Terlibat Sengkarut Djoko Tjandra
Pelarian Djoko Tjandra sebagai buronan korupsi ternyata menyeret dua jenderal polisi yaitu eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Keduanya turut membantu Djoko Tjandra saat keluar-masuk ke Indonesia.
Ketika itu, Djoko Tjandra mendaftarkan langsung peninjauan kembali (PK) ke pengadilan negeri Jakarta Selatan.
Di dalam kasus ini, Brigjen Prasetijo Utomo menerima suap saat membantu menerbitkan surat jalan palsu.
Sementara itu, Irjen Napoleon diduga menerima suap untuk membantu dalam penghapusan red notice.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen pol Argo Yuwono mengatakan keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka karena menerima hadiah imbalan atas kegiatannya tersebut.
"Selaku penerima yaitu kita tetapkan tersangka saudara PU (Prasetijo Utomo) dan yang kedua adalah saudara NB (Napoleon Bonaparte)," kata Kadiv Humas polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (14/8/2020).
Tak hanya dua jenderal itu, Polri menetapkan sejumlah tersangka lain dalam kasus tersebut.
Mereka adalah Tommy Sumardi, Djoko Tjandra dan pengacaranya Anita Kolopaking.
Kasus ini pun telah bergulir ke persidangan di PN Jakarta Timur.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Irjen Pol Napoleon menerima suap sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra lewat perantara Tommy Sumardi.
Uang tersebut diberikan oleh Djoko Tjandra agar namanya dihapus dari red notice.
Napoleon didakwa menerima duit itu bersama-sama Brigjen Pol Prasetijo Utomo, adapun, Prasetijo menerima 150 ribu dolar AS.
Jaksa menyebutkan pada April 2020 Djoko Tjandra yang berada di Kuala Lumpur Malaysia menghubungi Tommy Sumardi melalui sambungan telepon untuk menyampaikan maksud agar dapat masuk ke wilayah Indonesia.
Dia ingin mengurus upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas kasus hak tagih Bank Bali di mana dirinya berstatus terpidana dan buron.
Dalam kasus ini, mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo telah divonis 3 tahun penjara.
Sedangkan Irjen Napoleon, masih menjalani proses persidangan.
Kemudian, Djoko Tjandra telah divonis 2 tahun 6 bulan penjara dalam perkara tersebut.
Sedangkan Anita Kolopaking dipidana 2 tahun 6 bulan penjara.
4. Penangkapan Petinggi-Anggota KAMI Terkait Kasus Ujaran Kebencian Penolakan Omnibus Law
Bareskrim Polri menetapkan 12 orang sebagai tersangka dalam kasus ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong terkait penolakan RUU Cipta Kerja Omnibus Law.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen pol Argo Yuwono menyampaikan mereka ditangkap di tempat terpisah di sejumlah daerah di Indonesia.
Namun kini, berkas perkara seluruh tersangka telah diselesaikan penyidik.
"Dengan selesainya berkas tersebut kita akan tetap mengembangkan jaringan tersebut. Jaringan daripada kasus-kasus yang sudah kita ajukan P21 pada tahap 2. Kita cek jaringan kalau kita menemukan akan kita proses kembali," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (11/12/2020).
Dalam data yang dibeberkan Argo, total ada 11 berkas perkara untuk 12 tersangka yang diduga terlibat dalam kasus ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong terkait RUU Cipta Kerja Omnibus Law.
Di antaranya, klaster tersangka dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan yaitu Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri yang dilimpahkan ke Kejari Medan.
Selanjutnya, berkas perkara petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yaitu Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana.
Namun tidak dijelaskan lokasi berkas itu dilimpahkan oleh Polri.
Berikutnya, berkas dua tersangka lain yaitu Kingkin Anida dan Dedy Wahyudi pemilik akun media sosial @podoradong.
Selain itu, ada tersangka di bawah umur dan Edi Bahtiar yang telah dirampungkan Polda Kalimantan Barat.
Tersangka terakhir adalah seorang warganet bernama Videlia yang berkas perkaranya telah dirampungkan sejak 27 November 2020 lalu.
Dalam kasus ini, tersangka dijerat pasal berbeda-beda.
Di antaranya, Pasal 45 ayat 2 jo pasal 28 ayat 2 undang-undang 19 tahun 2016 tentang perubahan undang-undang ITE.
Selain itu, ada juga pasal 45 ayat 3 jo pasal 27 ayat 3 undang-undamg nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan undang-undang ITE.
Kemudian, ada juga tersangka dikenakan Pasal 310 atau pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik, pasal 207 KUHP tentang penghinaan kepada penguasa dan pasal 160 KUHP tentang penghasutan serta pasal 14 ayat 1 dan 2 UU nomor 1 tahun 1946 tentang berita bohong.
5. Penangkapan Teroris JI Si Penerus Dokter Azhari
Sepanjang tahun 2020, Mabes Polri bersama dengan Tim Densus 88 menggelar penangkapan terhadap teroris di Indonesia.
Setidaknya, ada 228 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana teroris.
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis menyampaikan aparat kepolisian telah menangkap sebanyak total 228 orang tersangka dalam tindak pidana terorisme sepanjang tahun 2020.
"Sepanjang tahun 2020, Polri telah melakukan pencegahan aksi terorisme di wilayah Indonesia dengan menangkap sebanyak 228 tersangka yang terbaru," kata Idham dalam acara rilis akhir tahun Polri 2020 yang digelar secara daring, Selasa (22/12/2020).
Menurut Idham, satu di antara terduga teroris yang ditangkap Polri merupakan pimpinan atau orang yang berpengaruh di dalam sindikat jaringannya.
Di antaranya, teroris jaringan Jamaah Islamiyah (JI), Upik Lawanga atau yang biasa dikenal sebagai si penerus Dokter Azhari yang telah dikejarnya saat pangkatnya masih AKBP.
"Yang terbaru penangkapan teroris grup JI atas nama Upik Lawanga dan Zulkarnaen yang telah menjadi DPO bertahun-tahun. Saya masih pangkat AKBP ini sudah saya kejar ini Upik Lawanga ini di Poso sama Zulkarnaen," ungkapnya.
Baca juga: Polri Sebut Tokoh Pesantren Terlibat dalam Proses Perekrutan Pasukan Khusus Teroris Jamaah Islamiyah
Sementara itu, Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono mengatakan Upik Lawanga memang telah menjadi buruan Polri sejak diterbitkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 14 tahun lalu.
"Penangkapan DPO tindak pidana terorisme TB alias Upik Lawanga. Upik Lawangan ini telah jadi DPO oleh Densus Anti Teror mulai tahun 2006. Jadi sejak saat itu sudah diterbitkan DPO-nya. Alhamdulillah pada 23 November 2020, pada pukul 14.35 WIB di Jalan Raya Seputih Lanyak di Provinsi Lampung Tim Densus 88 berhasil menangkap TB alias Upik Lawanga," kata Awi di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (30/11/2020).
Ia menyampaikan wajah terpidana telah banyak berubah sejak buron 14 tahun yang lalu.
Dia mengatakan Upik Lawanga merupakan aset penting bagi jaringan Jamaah Islamiyah.
Bukan tanpa sebab, Upik Lawanga masuk ke dalam daftar orang yang paling dilindungi oleh jamaah Islamiyah.
Dia telah dianggap sebagai penerus Dokter Azhari yang tewas meledakkan diri dalam sebuah penyergapan kelompok Detasemen Khusus 88 di Kota Batu.
"Ini merupakan aset yang berharga JI. Karena dia penerus dokter Ashari. Makanya bersangkutan disembunyikan oleh kelompok JI. Di JI sendiri ada bidang Toliyah yang betugas mengamankan aset dan orang JI yang dilindungi," jelasnya.
Baca juga: Cerita Kapolri Idham Azis Sejak Berpangkat AKBP Sudah Kejar Tokoh Jamaah Islamiyah Upik Lawanga
Selama buron sejak 2006 di Poso, Upik Lawanga sempat berada di Makassar, Surabaya, Solo hingga akhirnya menetap di Lampung.
Selama di Lampung, dia disembunyikan oleh jaringan Jamaah Islamiyah.
"Densus 88 Antiteror Polri juga telah menyelidiki anggota JI yang lain yang telah sengaja menyembunyikan Upik Lawanga sebagai DPO. Maka dilakukan penegakan hukum sesuai dengan peraturan Undang-undang yang berlaku," jelasnya.
Dalam aksinya, Upik Lawanga diketahui pernah terlibat dalam pelatihan militer kepada pemuda muslim Poso pasca konflik Poso pada 2001 lalu.
Total, dia melakukan pelatihan militer sebanyak tiga angkatan pemuda muslim Poso.
Dia juga merupakan peserta pelatihan militer yang dipimpin oleh Abu Tolud, Herlambang, Hasanuddin dan Dokter Agus.
Saat itu, Upik Lawanga dibaiad oleh Dokter Agus yang merupakan jamaah Islamiyah asal Jawa Timur.
"UL dan Icang alias Tengku itu diutus ke Jawa oleh JI wakalah Poso pimpinan Hasanudin untuk mempelajari ilmu pembuatan bom eksplosif kepada Azhari. Sehingga UL yang saat ini kita tangkap adalah penerus dokter Ashari," jelasnya.
Baca juga: Misteri Bungker Sedalam 3 Meter di Rumah Tokoh Jamaah Islamiyah Upik Lawanga
Setelah memiliki kemampuan membuat bom dan kemampuan militer seperti menembak, Upik Lawanga mulai melakukan aksi amaliyah di daerah Sulawesi Tengah.
Dari hasil penyidikan Densus 88, kasus besar tindak pidana terorisme yang melibatkan Upik Lawanga di Sulawesi Tengah.
Pada tahun 2004, dia terlibat dalam pembunuhan Helmi tembiling istri Anggota TNI AD, penembakan dan pengeboman gereja anugrah pada 12 Desember 2004.
Selain itu, pengeboman GOR Poso 17 Juli 2004, bom pasar sentral 13 November 2004.
Pada tahun 2005, bom pasar Tentena, Bom pura Kandangan, Bom pasar mahesa.
Kemudian pada 2006, bom termos nasi Tengkura, bom center kaus hingga, penembakan supir angkot.
Pada 2020, Upik Lawangan membuat senjata api rakitan dan membuat bunker.