Istana Sebut PP Kebiri Kimia untuk Jawab Kegelisahan Masyarakat Terhadap Predator Seksual Anak
Menurut Moeldoko dengan adanya PP tersebut akan ada kepastian hukum terhadap para pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pihak Istana Kepresidenan RI melalui Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak merupakan respon terhadap kegelisahan masyarakat akan kekerasan seksual terhadap anak.
"Kalau persoalan ini merupakan persoalan yang betul-betul membuat gelisah semua orang, khususnya anak kecil itu harus mendapatkan perlindungan ekstra ketat dari pemerintah," kata Moeldoko dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (4/1/2021).
Menurut Moeldoko dengan adanya PP tersebut akan ada kepastian hukum terhadap para pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Baca juga: KontraS: Hukuman Kebiri Kimia Bentuk Praktik Penyiksaan
Akan ada hukum yang jelas dan tegas kepada para predator anak.
"Jadi ini sebenarnya masyarakat Indonesia sangat diuntungkan dengan PP ini, karena Presiden memberikan kepastian atas upaya non judicial yang bisa meredam itu, jadi saya pikir poinnya di situ," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Dikutip Tribunnews.com dari PP 70/2020 yang diunggah JDIH Sekretariat Negara, disebutkan bahwa pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak dapat dihukum kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik, serta rehabilitasi.
"Tindakan Kebiri Kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dikenakan terhadap Pelaku Persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," bunyi pasal 2 ayat 1 PP tersebut dikutip, Minggu (3/1/2021).
Adapun berdasarkan pasal 1 ayat 2, Tindakan Kebiri Kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, sehingga menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.
Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi tersebut dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah jaksa.
Pelaku Anak tidak dapat dikenakan Tindakan Kebiri Kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Adapun Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
Dalam pasal 6 disebutkan bahwa Tindakan Kebiri Kimia dilakukan melalui tiga tahapan. Pertama yakni penilaian klinis; kesimpulan; dan pelaksanaan.
Dalam tahapan pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk;
Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dihadiri oleh jaksa, perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
Peraturan mengenai tindakan kebiri kimia mulai berlaku sejak Peraturan Pemerintah diundangkan.
Adapun PP diteken Jokowi dan diundangkan pada hari yang sama yakni 7 Desember 2020.