Dua Pekan PPKM di Jawa-Bali, Dikritik Ekonom dan Pengusaha, Apa Bedanya dengan PSBB?
Pemerintah Indonesia menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali selama dua pekan, apa bedanya dengan PSBB?
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali selama dua pekan sejak 11-25 Januari 2021.
Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto menerangkan PPKM diterapkan untuk menekan laju penyebaran virus corona di Indonesia, terutama setelah libur panjang Natal dan Tahun baru.
PPKM, menurut Airlangga, bukan lockdown atau karantina wilayah. Ia menerangkan pemerintah hanya memperketat serta membatasi mobilitas warga.
Baca juga: Airlangga Minta Masyarakat Tidak Panik, PPKM Jawa-Bali Bukan Pengetatan Aktivitas Masyarakat
"Sekali lagi kita tidak melakukan lockdown, kita hanya pembatasan bukan pelarangan," ujar Airlangga di Jakarta, Kamis (7/1/2020).
Airlangga berujar kebijakan PPKM sudah dipertimbangkan dan dibahas secara mendalam berdasarkan data-data yang ada.
Baca juga: Menko Airlangga: BPOM Telah Kantongi Data Uji Klinis Hingga EUA Sinovac dari Turki dan Brazil
"Untuk mengantisipasi lonjakan akibat liburan," tuturnya.
Sebab, terdapat kenaikan angka positif Covid-19 sekira 25-30 persen, efek libur panjang beberapa bulan lalu. PPKM diharapkan bisa menghambat transmisi Covid-19. PPKM juga menjadi momentum untuk menambah kapasitas isolasi rumah sakit hingga 25-30 persen.
Baca juga: Satgas Covid-19 Ingatkan Daerah yang Tolak Patuhi Kebijakan PPKM: Instruksi Ini Bersifat Wajib
Baca juga: LK2PK: Tekan Penyebaran Covid-19 Masyarakat Harus Dukung PPKM Jawa-Bali
"Ditambah lagi minggu depan itu akan mulai vaksinasi dan memang beberapa negara seperti di Inggris saat menyelenggarakan vaksinasi mereka menyelenggarakan lockdown," imbuh Airlangga.
Pemerintah Daerah Diminta Buat Peraturan Turunan
Airlangga meminta pemerintah daerah segera menerbitkan peraturan untuk di daerahnya yang sejalan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran (Covid-19). Peraturan itu, sebagai acuan dalam PPKM Jawa dan Bali.
"Kepala daerah diharapkan sudah menyiapkan peraturan daerah, baik itu Pergub atau Perkada, sejalan dengan instruksi Menteri Dalam negeri yang sudah mengeluarkan. Dan satu daerah yang sudah mengeluarkan peraturan yaitu Gubernur Bali," ucap Airlangga
Jangan Coba-coba
Ekonom senior Indef Faisal Basri meminta kepada pemerintah untuk tidak menggunakan istilah gas dan rem selama menangani angka kasus terinfeksi virus corona (Covid-19).
Hal ini menyinggung keputusan pemerintah yang memberlakukan pembatasan aktivitas masyarakat di kawasan Jawa dan Bali selama dua pekan.
"Mohon dengan sangat jangan lagi pakai istilah gas dan rem. Nyawa manusia jangan dijadikan trial and error alias coba-coba," kicau Faisal melalui akun Twitter resmi, Kamis (7/1/2021).
Menurut Faisal, keputusan dadakan yang diambil pemerintah terkait penanganan Covid-19 disebabkan ketidakakuratan data penyebaran kasus tersebut.
"Penyebaran Covid-19 bisa diprediksi dengan keakurasian tinggi kalau datanya kredibel. Jadi tak perlu gas dan rem, apalagi dilakukan mendadak. Akibatnya, ongkos ekonominya pun sedikit tinggi," ujar dia.
Menurut Faisal, jika data angka kasus Covid-19 telah terukur atau sinkron maka tak ada lagi kebijakan yang mendadak.
Ia menilai istilah gas dan rem menunjukkan penanganan Covid-19 tidak terencana dengan baik.
"Jika berbasis ilmu pengetahuan dan data yang akurat/kredibel, segala langkah niscaya terukur. Gas dan rem itu cerminan ugal-ugalan dan miskin perencanaan," kata dia.
Seperti diketahui, Menteri Koordinator bidang Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto sebelumnya memutuskan memperketat pembatasan sosial di kawasan Jawa dan Bali.
Pembatasan tersebut diberlakukan mulai 11-25 Januari mendatang.
Airlangga menjelaskan bahwa pembatasan tersebut dilakukan lantaran terjadi peningkatan penambahan kasus per minggu pada bulan Januari ini.
Apindo: Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Jawa-Bali Bisa Tumbangkan Usaha Kecil
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di beberapa wilayah Jawa dan Bali bisa menumbangkan Usaha Kecil dan Mikro (UKM).
Direktur Eksekutif Apindo Agung Pambudi mengatakan, dampak ekonomi dari PPKM tentu besar karena aktivitas ekonomi dibatasi secara ketat.
"Secara umum lintas sektor, penurunan pendapatan sudah pasti, bagi perusahaan skala kecil akan banyak yang tumbang. Sementara, yang skala menengah juga potensial diambang bangkrut," ujarnya melalui pesan WhatsApp kepada Tribunnews, Jumat (8/1/2021).
Baca juga: Satgas Covid-19 Ingatkan Daerah yang Tolak Patuhi Kebijakan PPKM: Instruksi Ini Bersifat Wajib
Selain itu, Agung menejelaskan, untuk pelaku usaha skala besar kemungkinan masih dapat bertahan di tengah pembatasan kegiatan.
"Hanya sekadar bertahan. Namun, pasti berimplikasi ke tenaga kerja, pekerja non permanen tidak diperpanjang kontraknya, pekerja tetap akan banyak dirumahkan dan menerima penghasilan tidak penuh," katanya.
Baca juga: PPKM Jawa-Bali, Polri Terbitkan Surat Telegram, Perintahkan 5 Poin Ini untuk para Kapolda
Karenanya, dia menambahkan, dunia usaha mengharapkan pemerintah konsisten dalam menerapkan pembatasan kegiatan terhadap masyarakat luas dengan 3M atau mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak yang selama ini sangat longgar.
"Padahal, pengawasan di perusahaan sudah ketat. Namun, tidak bisa optimal jika tetap berpotensi terpapar di luar lingkungan perusahaan yang tidak dalam kontrol manajemen," pungkas Agung.
Lantas apa beda kebijakan PSBB dengan PPKM?
Pertama, PPKM adalah pembatasan berskala mikro. Kata Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto, ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penerapan di masing-masing daerah akan ditentukan oleh pemerintah daerah.
"Nanti pemerintah daerah, gubernur, akan menentukan wilayah-wilayah yang akan dilakukan pembatasan tersebut," kata Airlangga.
Kedua, mekanisme PPKM dan PSBB berbeda. Jika PSBB inisiatif awal berupa pengajuan pembatasan ada di pemerintah daerah, dalam pembatasan PPKM ada di tangan pemerintah pusat.
Pemerintah pusat menetapkan kriteria awal terhadap daerah-daerah untuk dilakukan pembatasan. Daerah yang masuk dalam kriteria harus menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat.
Kebijakan PSBB tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Dalam aturan itu, dijelaskan bahwa kepala daerah mengajukan PSBB kepada pemerintah pusat.
Pasal 4
(1) Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data:
a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
b. penyebaran kasus menurut waktu; dan
c. kejadian transmisi lokal.
Pasal 5
Selain diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID19) dapat mengusulkan kepada Menteri untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu berdasarkan pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Sebagian artikel ini sudah tayang di Kontan dan Kompas.com:
"Kritik Istilah "Gas dan Rem" untuk Pembatasan Aktivitas, Faisal Basri: Nyawa Manusia Jangan Coba-Coba" dan "Bukan PSBB, pemerintah pakai istilah baru PPKM dalam pembatasan kegiatan, ini bedanya"
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.