Tanggapan DKPP Soal Tudingan Berhentikan Arief Budiman dari Ketua KPU Hanya demi Puaskan Hasrat
Muhammad lantas menyarankan pihak-pihak yang ingin berkomentar agar membaca lengkap putusan pemberhentian Arief Budiman dari KPU.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Bila hal itu benar, kata Zulfikar, DKPP tidak memahami esensi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/puu-xi/2013, yang menegaskan putusan DKPP tidak final dan mengikat, dalam arti bisa dibawa ke pengadilan.
"Itulah mengapa putusan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, selalu bisa dan dapat dibawa ke lembaga peradilan, karena sesungguhnya pelaksana dan pemegang kekuasaan kehakiman adalah lembaga peradilan," kata Zulfikar.
Atas dasar tersebut, Zulfikar mengusulkan kepada Komisi II DPR untuk menggunakan aturan dalam UU No. 7/2017 pada pasal 156 ayat 4, yang menyatakan setiap anggota DKPP dari setiap unsur dapat diganti antarwaktu.
"Sungguh memprihatinkan bila ada badan yang oleh undang-undang diberi fungsi berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, namun dijalankan atas hasrat subyektif dan nir pemahaman yang komprehensif dan integreted," ujar Zulfikar.
Diketahui, DKPP memberhentikan Ketua KPU RI Arief Budiman.
Keputusan tersebut diambil dalam sidang etik putusan perkara dengan nomor 123-PKE-DKPP/X/2020.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku Ketua KPU RI," demikian dikutip dari salinan putusan DKPP, Rabu (13/1/2021).
Arief, dalam putusan tersebut, terbukti melanggar etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu saat mendampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting menggugat surat keputusan Presiden Joko Widodo ke PTUN Jakarta.
Arief juga dinyatakan bersalah karena tetap menjadikan Novida tetap komisioner KPU.