Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Gugatannya Ditolak MK, Rizal Ramli: Hakim MK Cenderung Seperti 'Mahkamah Kekuasaan'

Para hakim di MK tidak memiliki bobot intelektual, kedewasaan akademik, dan argumen hukum yang memadai untuk mengalahkan pandangan kami.

Penulis: Dewi Agustina
zoom-in Gugatannya Ditolak MK, Rizal Ramli: Hakim MK Cenderung Seperti 'Mahkamah Kekuasaan'
Tribunnews/Herudin
Ekonom Rizal Ramli (kiri) ditemani Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan gugatan terkait ambang batas pencalonan presiden, di Jakarta Pusat, Jumat (4/9/2020). Rizal Ramli mengajukan gugatan terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang tertuang di dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) 7/2017 yang mensyaratkan 20 persen kursi menjadi 0 persen. Tribunnews/Herudin 

Tetapi saya tidak mau suudzon, atau praduga yang negatif. Itulah alasan kami tetap mengajukan JR ini.

Namun hasilnya ternyata seluruh Hakim MK menolak legal standing kami.

Kami sangat kecewa dengan putusan MK, yang tidak memiliki argumen hukum yang kuat.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Rizal Ramli Soal Ambang Batas Pencalonan Presiden

MK lebih mendengarkan suara kekuasaan.

MK ketakutan membiarkan kami hadir di pembahasan substansi perkara.

Para hakim di MK tidak memiliki bobot intelektual, kedewasaan akademik, dan argumen hukum yang memadai untuk mengalahkan pandangan kami, seperti:

1. Sistem Presidential Threshold 20 persen merupakan legalisasi dari sistem politik uang dan kriminal yang merusak kehidupan bernegara dan merugikan kepentingan sosial ekonomi rakyat.

Berita Rekomendasi

2. Di seluruh dunia ada 48 negara yang menggunakan sistem pemilihan dua tahap seperti di Indonesia tetapi tidak ada pembatasan semacam Presidential Threshold.

Ada negara seperti Ukraina yang bahkan memiliki 39 calon presiden, dengan 18 orang dicalonkan parpol yang berbeda dan 21 orang dicalonkan independen.

Itulah esensi demokrasi yang sesungguhnya, rakyat yang menyortir dan memilih calon presiden.

Bukannya malah parpol yang melakukan sortir dan pre-seleksi calon presiden berdasarkan kriteria kekuatan finansial.

Di Indonesia capres-cawapres harus bayar atau "menyewa" parpol-parpol untuk bisa dicalonkan.

Para hakim MK yang menolak pembahasan masalah yang sangat prinsipil ini menunjukkan kelemahan pemahaman mereka terhadap sistem demokrasi dan tanda dari gejala kepicikan dan kecupetan berpikir.

3. Bahwa akibat sistem tersebut, kekuatan uang menjadi sangat menentukan bagi pemilihan pemimpin di Indonesia.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas